Bangli, dewatanews.com - Pengawas Tempat Pemungutan Suara (PTPS) dapat memanfaatkan media sosial dan kecerdasan buatan (AI) dalam membangun dan mengoptimalkan pengawasan partisipatif pada pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2024. Mengingat pada era digital saat ini, media sosial dan AI telah menjadi alat yang sangat efektif untuk menyebarluaskan informasi dan mengumpulkan data.
Akademisi Universitas Warmadewa (Unwar), Dr. I Nengah Muliarta, S.Si., M.Si menyatakan PTPS tidak hanya terbatas pada pengawasan teknis, tetapi juga mencakup pengawasan terhadap partisipasi masyarakat dalam proses demokrasi. Dalam konteks tersebut, pengawasan partisipatif menjadi sangat krusial.
Muliarta menjelaskan bahwa pengawasan yang melibatkan masyarakat dapat menciptakan rasa kepemilikan terhadap proses pilkada, sehingga meningkatkan kepercayaan publik terhadap hasil pilkada. Media sosial dapat menjadi platform yang sangat berguna bagi PTPS untuk berinteraksi dengan masyarakat, mengedukasi mereka tentang hak suara, serta menerima laporan terkait pelanggaran pemilu.
"Penggunaan media sosial, seperti Facebook, Twitter, dan Instagram, memungkinkan PTPS untuk menjangkau audiens yang lebih luas dan membangun komunikasi dua arah dengan pemilih” kata Muliarta saat menjadi narasumber dalam acara Pelantikan dan Pembekalan Pengawas Tempat Pemungutan Suara (PTPS) se-Kecamatan Bangli di Penglipuran, Bangli pada Minggu (3/11) Siang.
Muliarta yang juga merupakan Koordinator Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Wilayah Bali-Nusra mengungkapkan media sosial juga dapat digunakan untuk mengkampanyekan transparansi dan akuntabilitas. Dengan mempublikasikan aktivitas pengawasan dan laporan hasil pengawasan secara terbuka, PTPS dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap integritas proses pemilu. "Informasi yang transparan dapat meminimalisir rumor yang tidak berdasar dan memperkuat legitimasi pemilu," tegas Muliarta.
Selain penggunaan media sosial, penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam pengawasan pemilu juga menjadi sorotan. Muliarta menekankan bahwa teknologi AI dapat membantu PTPS dalam menganalisis data secara cepat dan akurat. "Dengan memanfaatkan algoritma dan analisis data, PTPS dapat mengidentifikasi pola-pola yang mencurigakan dalam pelaksanaan pemilu, seperti adanya kecurangan atau pelanggaran," jelasnya.
Penggunaan AI dalam pengawasan juga dapat meningkatkan efisiensi kerja PTPS. Misalnya, sistem berbasis AI dapat digunakan untuk memproses laporan pelanggaran secara otomatis, sehingga memungkinkan PTPS untuk fokus pada tindakan yang lebih strategis. "AI dapat membantu dalam pengolahan data terkait jumlah pemilih, lokasi TPS, dan pelanggaran yang terjadi, sehingga pengawas dapat mengambil keputusan yang lebih tepat," paparnya
Meskipun potensi penggunaan media sosial dan AI dalam pengawasan pemilu sangat besar, Muliarta juga mengingatkan akan adanya tantangan yang perlu diatasi. Salah satunya adalah masalah literasi digital di kalangan masyarakat. "Tidak semua masyarakat memiliki akses yang sama terhadap teknologi atau pemahaman yang cukup tentang cara menggunakan media sosial secara efektif," katanya. Oleh karena itu, penting bagi PTPS untuk memberikan edukasi dan pelatihan bagi masyarakat agar mereka dapat berpartisipasi secara aktif dalam pengawasan pemilu.
Selain itu, isu keamanan data dan privasi juga menjadi perhatian penting. Dengan meningkatnya penggunaan teknologi, risiko terhadap penyalahgunaan data pribadi semakin tinggi. "PTPS harus memastikan bahwa data yang dikumpulkan dari masyarakat dikelola dengan baik dan tidak disalahgunakan," ungkapnya.
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com