Denpasar, dewatanews.com - Asian Law Students’ Association Local Chapter Universitas Udayana (ALSA LC UNUD) mengadakan ALSA Legal Coaching Cilincing 2024 dengan tema “Empowering Minds: Inclusive Education For All Abilities.” yang digelar pada Minggu, 3 November 2024 bertempat di Aula Fakultas Hukum, Universitas Udayana, Denpasar.
Kegiatan ini merupakan implementasi dari pilar ALSA yaitu Legally Skilled dengan mengadvokasi kan isu hukum Pendidikan Inklusif kepada masyarakat. Adapun rangkaian kegiatan yang dilaksanakan yaitu Policy Forum yang membahas 3 masalah pokok yaitu, kurangnya sekolah inklusi, SDM tenaga pendidik dan membahas akomodasi juga fasilitas dari Pemerintah Daerah Provinsi dan Kota bersama lima pembicara yang dihadirkan, yaitu Anak Agung Sudiana selaku Tenaga Ahli DPRD Provinsi Bali, Drs. I Wayan Suwira, M.Si., M.Pd. selaku Koordinator Pengawas Sekolah Disdikpora Provinsi Bali, Luh Putu Anggraeni, S.H. selaku Sekretaris Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK Bali, Dr. Drh. Luh Putu Aryani, M.P. selaku Kepala Dinas Sosial Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Provinsi Bali, dan I Putu Kerida Lesmana Putra selaku Koordinator Pekerja Sosial Yayasan Cornelia Elshaddai.
Sesi Policy Forum ini bertujuan untuk menemukan data valid mengenai permasalahan pokok yang diangkat pada Policy Forum ini. Pada Policy Forum ini setiap narasumber menyampaikan pandangannya masing-masing, diantaranya A.A. Sudiana (Tenaga Ahli DPRD Prov. Bali) yang menyatakan bahwa sudah ada regulasi terhadap produk hukum yang memberikan perlindungan kepada hak setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan.
DPRD Bali disampaikannya memberikan anggaran sebesar 1.9 triliun kepada Disdikpora, dimana itu merupakan 27% dari APBD untuk pendidikan. Tak hanya itu, DPRD Bali juga telah mengakui bahwa Perda No. 9 Tahun 2015 tentang Perlindungan Kebutuhan Penyandang Disabilitas Pasal 7 ayat (3) masih belum disempurnakan dan menambahkan bahwa pada tahun 2025 akan diadakan perevisian Perda tersebut agar masyarakat bisa mendapatkan pendidikan yang inklusif.
Selanjutnya Drs. I Wayan Suwira, M.Si., M.Pd. (Koordinator Pengawas Sekolah Disdikpora Prov. Bali) yang menurutnya terdapat 354 sekolah yang ada di Bali, hanya terdapat 14 Sekolah Menengah Atas (SMA) yang merupakan sekolah inklusi. Hak tersebut menunjukkan ketidakmerataan sekolah inklusi di Bali karena sekolah inklusi itu tidak tersebar di seluruh kecamatan dan kabupaten di Bali.
Ia juga menegaskan pandangan dinas pendidikan terhadap sekolah inklusi di mana pendidikan inklusi bukanlah tanggungjawab satu dan adanya sekolah inklusi juga dapat mengajarkan karakter bertoleransi.
Kemudian ada Luh Putu Anggraeni, S.H. (Sekretaris LBH APIK Bali) yang menyatakan bahwa LBH yang bergerak di gender dan equality menjadikan sekolah inklusi sebagai salah satu fokusnya. Banyak sekali diskriminasi terjadi kepada anak disabilitas dan sebagian besar ada di dunia pendidikan. Adanya kesenjangan sarana dan prasarana bagi disabilitas yang menghambat anak-anak disabilitas untuk mengenyam pendidikan.
Sementara Dr. Drh. Luh Ayu Aryani. M.P. (Ketua Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan perlindungan Anak) mengatakan bahwa dinas sosial berfokus pada perlindungan hak-hak anak dan pemberdayaan perempuan dan akan berfokus pada pemenuhan sarana prasarana bagi penyandang disabilitas. Dinas sosial sendiri memiliki tugas pokok dan fungsi untuk menyediakan rehabilitas sosial di mana di Bali sudah terdapat 15 panti rehabilitas disabilitas.
Terakhir, I Putu Kerida Lesmana Putra (Koordinator Pekerja Sosial Yayasan Cornelia Elshaddai) menilai kualitas sekolah inklusi di Bali masih belum maksimal karena beberapa faktor, yaitu sarana prasarana yang masih belum bisa menunjang pendidikan inklusif, sumber daya tenaga pendidik yang belum memumpuni dan jumlah sekolah inklusi di tingkat SMP SMA/K yang masih terbilang sangat kurang. Sehingga, beliau menyarankan dan menawarkan untuk mengadakan kolaborasi pelatihan Guru/Dosen untuk memberikan bimbingan terkait bagaimana memberikan treatment kepada penyandang disabilitas dan bagaimana cara mengoperasikan fasilitas yang menunjang pendidikan inklusif.
Adapun tujuan akhir dari dilaksanakannya Policy Forum ini yang dimana diharapkannya komitmen pemerintah untuk menambah sekolah inklusi di Bali melalui Joint Declaration Bersama DPRD agar Masyarakat umum turut serta mengawasi proses peningkatan jumlah sekolah inklusi.
Audiensi Joint Declaration kepada pihak DPRD Provinsi Bali dilaksanakan pada Jumat, 22 November 2024 dengan menyerahkan Policy Brief dan berita acara yang telah ditandatangani oleh Director ALSA Local Chapter Universitas Udayana. Joint Declaration ini diharapkan dapat meningkatkan awareness masyarakat terkait permasalahan yang ada di Bali sekaligus meminta masyarakat untuk ikut melakukan pemantauan terhadap perkembangan dan perealisasian dari upaya yang telah diberikan pemerintah dalam menghadapi permasalahan tersebut.
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com