Dinamika Pengetahuan dan Praktek Pertanian: Tinjauan Filsafat Ilmu terhadap Ketahanan Pangan - Dewata News

Breaking News

Gold Ads (1170 x 350)

4/15/24

Dinamika Pengetahuan dan Praktek Pertanian: Tinjauan Filsafat Ilmu terhadap Ketahanan Pangan

Oleh : I Putu Hendry Sumardiana

Denpasar, dewatanews.com - Ketahanan pangan adalah suatu kondisi yang menjamin ketersediaan produksi pangan, lancarnya distribusi pangan, dan mampunya masyarakat memperoleh dan memilih pangan yang sehat untuk kehidupannya. Ketahanan Pangan tercermin dari terpenuhinya pangan bagi rumah tangga, ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah, maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. 

Akan tetapi, laju pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat sedangkan lahan untuk persediaan pangan semakin berkurang, maka masalah pangan menjadi masalah yang sangat krusial di beberapa negara salah satunya adalah Indonesia. Guna memecahkan masalah sosial tersebut, diperlukan reinterpretasi pembacaan al-Qur'an dan Hadis untuk mencairkan persoalan masyarakat.

Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistomologi (filsafat pengetahuan yang secara spesifik mengkaji hakekat ilmu (pengetahuan ilmiah). Ilmu merupakan cabang pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu (Suriasumantri, 1996). Filsafat ilmu merupakan cabang ilmu filsafat yang merupakan refleksi mendasar dan integral mengenai hakekat ilmu pengetahuan itu sendiri (Thoyibi, 1994). Secara sederhana filsafat ilmu ialah dasar yang menjiwai dinamika proses kegiatan memperoleh pengetahuan secara alamiah. 

Objek filsafat ilmu meliputi ontologi, epistomologi dan aksiologi. Ontologi membahas apa yang dikaji oleh pengetahuan itu. Epistomologi menelaah bagaimana caranya mendapatkan pengetahuan tersebut. Sedangkan aksiologi menelaah untuk apa pengetahuan termaksud dipergunakan (Suriasumantri, 1996).

Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam Deklarasi Roma (1996). Pertimbangan tersebut mendasari terbitnya UU No. 7/1996 tentang Pangan. 

Sebagai kebutuhan dasar dan salah satu hak asasi manusia, pangan mempunyai arti dan peran yang sangat penting bagi kehidupan suatu bangsa. Ketersediaan pangan yang lebih kecil dibandingkan kebutuhannya dapat menciptakan ketidak- stabilan ekonomi. Berbagai gejolak sosial dan politik dapat juga terjadi jika ketahanan pangan terganggu. Kondisi pangan yang kritis ini bahkan dapat membahayakan stabilitas ekonomi dan stabilitas Nasional.

Pengertian ketahanan pangan, tidak lepas dari UU No. 18/2012 tentang Pangan. Disebutkan dalam UU tersebut bahwa Ketahanan Pangan adalah “kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan”.

Ketahanan pangan kita tidak lepas dari sifat produksi komoditi pangan itu sendiri yang musiman dan berfluktuasi karena sangat mudah dipengaruhi oleh iklim/cuaca. Perilaku produksi yang sangat dipengaruhi iklim tersebut sangat mempengaruhi ketersediaan pangan nasional. Kalau perilaku produksi yang rentan terhadap perubahan iklim tersebut tidak dilengkapi dengan kebijakan pangan yang tangguh maka akan sangat merugikan, baik untuk produsen maupun konsumen, khususnya produsen berskala produksi kecil dan konsumen berpendapatan rendah. Karakteristik komoditi pangan yang mudah rusak, lahan produksi petani yang terbatas; sarana dan prasarana pendukung pertanian yang kurang memadai dan lemahnya penanganan panen dan pasca panen mendorong Pemerintah untuk melakukan intervensi dengan mewujudkan kebijakan ketahanan pangan.

Berbagai gejolak sosial dan politik dapat juga terjadi jika ketahanan pangan terganggu. Kondisi kritis ini bahkan dapat membahayakan stabilisasi nasional yang dapat meruntuhkan Pemerintah yang sedang berkuasa. Pengalaman telah membuktikan kepada kita bahwa gangguan pada ketahanan seperti kenaikan harga beras pada waktu krisis moneter, dapat memicu kerawanan sosial yang membahayakan stabilitas ekonomi dan stabilitas nasional. Untuk itulah, tidak salah apabila Pemerintah selalu berupaya untuk meningkatkan ketahanan pangan bagi masyarakat, baik dari produksi dalam negeri maupun dengan tambahan impor. 

Pemenuhan kebutuhan pangan dan menjaga ketahanan pangan menjadi semakin penting bagi Indonesia karena jumlah penduduknya sangat besar dengan cakupan geografis yang luas dan tersebar. Indonesia memerlukan pangan dalam jumlah mencukupi dan tersebar, yang memenuhi kriteria konsumsi maupun logistik; yang mudah diakses oleh setiap orang; dan diyakini bahwa esok masih ada pangan buat rakyat.

Dilansir dari jurnal “Strategi Ketahanan Pangan Nasional guna Meningkatkan Kemandirian dan Daya Saing Ekonomi dalam Rangka Ketahanan Nasional”, Strategi Ketahanan Pangan Nasional hendaknya tidak hanya diarahkan untuk untuk mencapai kecukupan akan pangan, tetapi juga lebih diarahkan untuk mencapai kemandirian dan kedaulatan pangan (swasembada pangan) serta peningkatan daya saing produk-produk pangan nasional dalam rangka Ketahanan Nasional. Kita mengetahui bahwa pangan adalah komoditi yang sangat strategis bagi ketahanan nasional. Ketersediaan dan keterjangkauan pangan merupakan indikator kunci bagi stabilitas nasional.

Ketahanan pangan di Indonesia masih menghadapi beberapa kedala yang yang cukup serius. Kendala tersebut tidak hanya berkaitan dengan kemampuan produksi nasional untuk memenuhi kebutuhan pangan, namun juga berkaitan dengan lemahnya daya tahan demand (karena import minded yang terlalu tinggi) dan tidak dilakukannya strategi portfolio secara sistematik dalam kebijakan ketahanan pangan nasional.

Mewujudkan ketahanan pangan nasional adalah suatu keharusan bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan amanah UU Pangan Nomor 18 tahun 2012. Upaya ini juga sebagai bentuk komitmen negara dalam mengimplementasikan TPB, terutama target TPB nomor dua yaitu menghilangkan kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan gizi yang baik, serta meningkatkan pertanian berkelanjutan.

Indonesia sudah lama mempunyai pedoman untuk perencanaan dan evaluasi konsumsi gizi baik zat gizi makro maupun mikro serta pola konsumsi pangannya. Kementerian Kesehatan menetapkan besaran Angka Kecukupan Gizi (AKG) yaitu nilai yang menunjukkan kebutuhan rata-rata zat gizi tertentu yang harus dipenuhi setiap hari bagi hampir semua orang dengan karakteristik tertentu yang meliputi umur, jenis kelamin, tingkat aktivitas fisik, dan kondisi fisiologis, untuk hidup sehat. AKG digunakan pada tingkat konsumsi yang meliputi kecukupan padian terutama beras, sehingga konsumsi pangan ini melebihi dari yang dianjurkan. Sementara itu, tingkat konsumsi per kapita untuk pangan hewani, sayuran dan buah serta umbiumbian masih lebih rendah dari standar kebutuhan (Suryana dan Ariani 2018).

Di lansir dari jurnal yang berjudul “KINERJA KETAHANAN PANGAN INDONESIA: PEMBELAJARAN DARI PENILAIAN DENGAN KRITERIA GLOBAL DAN NASIONAL”,

Lembaga kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO) menetapkan skor keamanan pangan berdasarkan penilaian mandiri setiap negara dengan memberikan lebih dari 20 pertanyaan tentang keamanan pangan, termasuk standar nasional, UU, pedoman, penilaian kapasitas laboratorium, serta rencana penarikan dan penelusuran makanan.

Keamanan pangan dilaksanakan untuk mencegah kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Sistem keamanan pangan yang berfungsi dengan baik dan responsif akan membantu memastikan keamanan pasokan makanan. Peraturan untuk menjamin terciptanya keamanan pangan secara nasional telah dirumuskan dalam UU Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan. Peraturan tersebut dijabarkan ke dalam peraturan

turunannya seperti PP Nomor 86 tahun 2019 tentang Keamanan Pangan, Inpres Nomor 3 tahun 2017 tentang Peningkatan Efektivitas Pengawasan Obat dan Makanan, serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 41 tahun 2018 tentang Peningkatan Koordinasi Pembinaan dan Pengawasan Obat dan Makanan di Daerah.

Demikian pula, Pemerintah mengeluarkan pedoman gizi seimbang untuk memperbaiki gizi masyarakat dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang dituangkan melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Pedoman Gizi Seimbang. BKP sejak berdirinya tahun 2000 setiap tahun melakukan evaluasi pola konsumsi pangan masyarakat dengan menggunakan konsep Pola Pangan Harapan (PPH). Tugas ini sejak tahun 2022 dilanjutkan oleh Badan Pangan Nasional (BKP 2015, Bapanas 2022). Tidak sampainya informasi atau rendahnya akses terhadap informasi tersebut kepada Tim EIU yang menyusun GFSI mengakibatkan penilaian untuk kedua variabel tersebut mempunyai nilai nol.

Berdasarkan tugas dan fungsi Badan Ketahanan Pangan dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/Permentan/OT.010/8/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, Badan Ketahanan Pangan mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi, perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang peningkatan diversifikasi dan pemantapan ketahanan pangan. Rapat dewan ketahanan pangan merupakan forum koordinasi para anggota dewan ketahanan pangan untuk melaksanakan kebijakan program pembangunan pangan. 

Sektor pertanian menjadi sorotan karena erat kaitannya dengan ketahanan pangan nasional. Tentunya di saat pandemi sulit seperti saat ini ketahanan pangan menjadi sesuatu yang harus diupayakan untuk menghindari krisis pangan. Ketahanan pangan sendiri memiliki dua kata kunci penting, yaitu ketersediaan pangan yang memadai dan merata serta akses penduduk terhadap pangan, baik secara fisik maupun ekonomi.

Petani sebagai kunci pangan  Indonesia selama pandemi diharapkan tetap sehat dan bekerja dengan maksimal pemerintah harus mengambil langkah-langkah untuk mencegah krisis pangan (Fadillah et al., 2021). Mulai dari kesejahteraan petani melalui pendampingan dan fasilitas seperti bantuan relaksasi kredit kepada petani miskin. Petani juga harus diperkenalkan dengan teknologi untuk membantu mereka dalam mendistribusikan dan menjaga stabilitas harga produk pangan. pemerintah juga dinilai perlu memetakan potensi pertanian yang ada, menstabilkan harga pangan, mengkonsolidasikan lahan pertanian, dan juga membuat regulasi terkait masalah pangan yang ada (Gustiawan, 2020)`

Selain peran pemerintah, masyarakat juga dapat berkontribusi dalam menjaga ketahanan pangan agar terhindar dari krisis pangan. Masyarakat berkesempatan membangun kedaulatan dan kemandirian pangan. masyarakat cenderung lebih kreatif dan bisa kreatif untuk menghindari situasi. Termasuk menjaga akses makanan. Masyarakat diharapkan memiliki kesadaran untuk melakukan penanaman diri minimal untuk memenuhi kebutuhan pangannya sendiri.

Oleh karena itu, Pembangunan partisipatif harus dimulai dengan masyarakat sebagai manusia yang memiliki aspirasi dan paling mengetahui tentang kebutuhannya. Masyarakat adalah pelaku utama pembangunan dan pemerintah daerah harus dapat memposisikan diri sebagai fasilitator

untuk menciptakan suasana yang menunjang kegiatan masyarakat yang diharapkan dapat mendukung keberhasilan pembangunan daerah. Pembangunan daerah diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan yang semakin memantapkan ketahanan masyarakat dalam upaya meletakan dasar dan landasan ekonomi, sosial, budaya, politik, keamanan dan ketahanan nasional. 

Untuk itu, pembangunan diarahkan kepada kegiatan pengembangan secara terpadu dan menyeluruh dengan cara memperdayakan setiap komponen dimasyarakat dalam rangka meningkatkan pengembangan masing-masing daerah. Dalam mewujudkan tujuan pembangunan daerah dibutuhkan kesadaran dan partisipasi aktif dari seluruh stmasyarakat.Selain itu juga diperlukan kebijakan pemerintah untuk mengarahkan serta membimbing masyarakat guna bersama-sama melaksanakan program pembangunan daerah khususnya dalamm peningkatan ketahanan pangan.

No comments:

Post a Comment

Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.

Terimakasih
www.dewatanews.com