Denpasar, dewatanews.com - Forum Persaudaraan Mahasiswa Hindu Dharma (FPMHD) Universitas Udayana menggelar acara Diskusi Akhir Tahun (DAT) pada Sabtu, (23/12) yang lalu. Diskusi tersebut membahas mengenai permasalahan-permasalahan terkait agama, sosial, dan budaya yang terjadi khususnya di Bali. Pada tahun ini, DAT FPMHD-Unud mengangkat tema "Krematorium: Modernisasi Upacara Ngaben bagi Masyarakat Hindu di Bali". Tema ini diangkat dari keresahan masyarakat terhadap modernisasi tradisi Ngaben ke Krematorium.
Krematorium menjadi salah satu topik yang marak dibicarakan karena menimbulkan pro dan kontra. Krematorium awalnya dibuat untuk meringankan beban masyarakat dalam melaksanakan upacara Ngaben karena upacara Ngaben di Krematorium relatif lebih murah dan efisien. Krematorium memanfaatkan jasa industri, semua keperluan yang diperlukan disediakan oleh pihak pengelola, mulai dari banten hingga yang memimpin upacara. Krematorium bersifat praktis, tidak berpatokan pada dewasa ayu atau hari baik di Bali, sehingga dapat dilaksanakan kapan saja. Dengan berbagai faktor pendorong, masyarakat Bali mulai mengenal Krematorium, sehingga mengakibatkan pergeseran pelaksanaan Ngaben ke sistem Krematorium.
Menurut pendapat narasumber yakni Bapak Hari Harsananda, S.Ag., M.Ag. selaku Dosen Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa, menyatakan bahwa “Dari segi keagamaan, Ngaben pada umumnya dengan Ngaben di Krematorium dari segi rangkaian upacara sama dan memiliki makna yang sama yakni untuk mengembalikan unsur Panca Maha Bhuta. Hal yang membedakan antara Ngaben dan Kremasi hanya pada manajemen pelaksanaan, waktu pelaksanaan, dan tempat pelaksanaan.”
Salah satu aspek yang mencolok adalah adanya Krematorium modern yang menggantikan metode tradisional dalam proses pemakaman. Modernisasi ini membawa perubahan signifikan dalam pelaksanaan upacara Ngaben. Krematorium disebut sebagai jalan keluar bagi masyarakat dibidang ekonomi, tetapi masyarakat tidak menyadari perubahan sosial yang terjadi dengan adanya Krematorium.
Pelaksanaan Ngaben di Krematorium dipersiapkan dan dilaksanakan oleh pihak pengelola. Masyarakat terkait tidak menggarap bersama-sama upacara tersebut, sehingga dapat mengurangi esensi menyama braya di Bali. Dengan adanya Krematorium menjadi suatu dilema bagi umat Hindu khususnya di Bali, karena dianggap dapat merusak awig-awig desa pakraman.
Menurut narasumber di bidang sosial yakni Bapak I Gde Anom Prawira Suta, S.T., M.T. selaku ketua DPD KNPI Kota Denpasar menyatakan bahwa, “Pelaksanaan Kremasi boleh saja dilaksanakan namun dengan alasan yang mendesak seperti tidak mendapatkan hari baik atau dewasa ayu. Namun, apabila seseorang sudah berada di suatu wilayah atau desa, maka wajib melaksanakan awig-awig atau adat yang sudah terjadi secara turun-menurun. Jangan sampai upacara Ngaben punah, karena tradisi tersebut telah diwariskan dan perlu dilestarikan.”
Diskusi Akhir Tahun yang merupakan program kerja Bidang Advokasi FPMHD-Unud diharapkan dapat meningkatkan daya berpikir kritis terhadap suatu permasalahan keagamaan dan sosial budaya di kalangan mahasiswa Hindu baik di dalam, maupun luar Universitas Udayana.
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com