Buleleng, dewatanews.com - Masalah stunting atau kondisi gagal tumbuh akibat kekurangan gizi masih menjadi salah satu ancaman dalam membangun masyarakat yang sehat, cerdas dan sejahtera. Terkait itu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buleleng mengerahkan seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang menangani permasalahan stunting beserta tim pendamping keluarga (TPK) masing-masing desa/kelurahan.
Dikonfirmasi terkait perkembangan stunting di Buleleng, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPKBP3A) Buleleng, Ni Made Dwi Priyanti Putri Koriawan, SE menegaskan bahwasannya dalam rangka menurunkan stunting di Buleleng pihaknya telah membentuk tim yang dikukuhkan oleh Bupati Buleleng beberapa waktu lalu.
“Permasalahan stunting ini sudah menjadi isu Nasional yang wajib dicegah bersama-sama. Jadi untuk di Buleleng kami bersama dua belas SKPD dan TPK desa/kelurahan berkolaborasi mencegah stunting terjadi, sehingga angka stunting bisa turun,” terang Kadis Dwi Priyanti di kantornya, Kamis, (12/5).
Ditambahkan, secara skala Nasional, Presiden RI, Ir. Joko Widodo menginstruksikan kepada seluruh pemerintah provinsi, kabupaten/kota hingga desa/kelurahan untuk bersama-sama meningkatkan perannya dalam mencegah berkembangnya momok stunting. Kadis Dwi Priyanti menerangkan target Nasional penurunan angka stunting di Indonesia sampai dengan tahun 2024 adalah 14% dari angka stunting 24% tahun ini. Namun demikian, khusus di Buleleng pihaknya menargetkan angka stunting turun menjadi 7%.
“Kami berharap untuk di Bali bisa turun lagi, khususnya di Buleleng kondisi stunting saat ini berada pada angka 8,9%. Kami genjot terus untuk bisa turun menjadi 7% sesuai target kami di tahun 2022,” tegasnya.
Sementara itu, secara teknis Kabid Keluarga Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga, Nyoman Mandayani menyampaikan data keluarga beresiko stunting di Kabupaten Buleleng terbanyak tercatat berada di Kecamatan Buleleng dengan jumlah 9.630 keluarga dan terendah berada di Kecamatan Busungbiu dengan jumlah 4.328 keluarga. Jumlah tersebut didapat berdasarkan pendataan yang dilakukan oleh Tim Pendataan Keluarga 2021 (PK21).
Pihaknya menegaskan, catatan PK21 itu sudah melalui banyak kriteria atau komponen yang menjadikan keluarga tersebut masuk dalam keluarga beresiko stunting.
“Misalkan untuk bayi itu diukur standard gizinya oleh Dinas Kesehatan, yaitu perbandingan antara tinggi dan berat badan, begitu juga antara berat badan dan umur. Hasil perbandingan itu dapat ditentukan sebagai kriteria bahwa kelompok bayi tersebut menjadi stunting,” terang Kabid Mandayani.
Pendataan itu tidak hanya dilakukan pada bayi, namun juga dilakukan skrining kesehatan kepada calon pengantin untuk mencegah keturunan stunting. Kabid Mandayani menerangkan nantinya calon pengantin itu akan diukur tinggi badanya, lingkar lengan atas, sampai dengan pengukuran tingkat hemoglobin. Semua pengukuran itu mengacu kepada standar kesehatan pencegahan beresiko stunting.
Ditambahkan, berdasarkan data keluarga beresiko stunting itu, semua tim akan bergerak ke desa-desa dan kelurahan untuk melakukan pembinaan.
“Salah satunya kami melalui forum generasi berencana melakukan pembinaan dan edukasi ke sekolah-sekolah untuk menyampaikan bagaimana itu kesehatan reproduksi, pendewasaan usia kehamilan, pencegahan HIV/AIDS, karena itu bisa menjadi pencetus terjadinya stunting. Kita juga mengadakan pelayanan KB dengan tujuan untuk menghasilkan keluarga yang berkualitas,” pungkasnya. (DN - Adv)
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com