Denpasar, dewatanews.com - Perkembangan jaman dan kemajuan teknologi mempengaruhi perubahan termasuk perubahan adat menjadi sangat cepat. Tidak menutup kemungkinan perubahan mempengaruhi cara berpakaian bahkan adat Bali terkait pakem payas utama Bali.
Seperti yang kita ketahui bersama, payas utama atau biasa kita sebut dengan istilah payas agung, pada jaman dahulu hanya digunakan oleh mereka yang berada dalam lingkaran tri wangsa (Brahmana, Ksatria dan Wyasia) karena seperti yang kita pahami bahwa mereka memiliki akses untuk melakukan komunikasi terbuka dengan pihak luar daerah bahkan luar negeri. Sedangkan bagi kaum sudra masih menggunakan payas madya (menengah). Dan hal ini dikaitkan dengan berbagai upacara agama hindu di Bali, khususnya manusa yadnya yang didasari dengan desa, kala dan patra. Atas dasar inilah maka pakem payas utama dari masing-masing Kabupaten/ Kota di Bali menunjukkan keberagaman dengan muara filosofi yang sama, yakni pemujaan atas keagungan sang pencipta. Keberagaman inilah yang seharusnya kita pertahankan dan lestarikan. Bukan sebaliknya terjadi seragamisasi dan mengaburkan arti serta makna yang terkandung di dalamnya.
Perkembangan jaman, semakin menggilah jembatan kulture tersebut, dimana seperti yang kita temui saat ini, pakem payas utama ataua payas agung dapat digunakan oleh siapa saja tergantung dari strata ekonominya.
Pudarnya hal ini, juga dapat kita temui dimana payas agung seringkali kita temui dalam acara formal kenegaraan untuk menyambut kedatangan pejabat negara, dan bukan dalam rangka pelaksanaan upacara yadnya. Hal ini tentu saja memunculkan kekhawatiran bagi Paiketan Krama Istri akan semakin pudarnya wibawa penggunaan payas utama ditengah kehidupan adat istiadat Bali.
“Hal ini harus kita cegah melalui sosialisasi aktif kepada masyarakat, agar tidak terjadi kesalahan dalam penggunaan dan pemanfaat payas agung. Ini bisa saja akan menghancurkan budaya kita sendiri dari dalam, karena kita sendiri sebagai pewaris budaya luhur Bali tidak mampu menjaga dan mempertahankannya”, ungkap Ketua PAKIS Bali Ny. Cok Tia Kusuma Wardani, Rabu (20/4) pagi.
Bali dengan eksistensinya yang sudah mendunia hingga saat ini, layaknya memiliki perjalanan entitas bertatakrama yang memperlihatkan transpormasi diri dari garis waktu kehidupan. Dimana busana Bali utama atau lebih spesifik pakem payas utama Bali adalah contoh satuan material yang memiliki nilai-nilai filosofis, etika dan estetika yang berkembang seiring dengan kemampuan masyarakat untuk berpikir secara perlambang dan menangkap umpan balik sebagai akibat dari tindakan-tindakannya dalam proses penyesuaian diri secara aktif dengan lingkungannya.
Anggota Komisi Desain Busana dan Boga Majelis Kebudayaan Bali Tingkat Provinsi Bali Tjokorda Istri Ratna mengatakan bahwa pakem payas utama Bali tidak dapat dikatakan hanya dengan sebuah definisi tanpa mengawal cara berpikir dan respon masyarakat terhadap lingkungannya (konsep bhuwana agung dan bhuwana alit – menyeleraskan dengan gerak semesta)yang selalu bertumbuh dan berkembang.
Pakem payas utama Bali bukan hanya sebagai citra atau wajah atau jiwa tetapi telah menjai jembatan budaya yang menyampaikan pesan tentang nilai-nilai budaya. Dan nilai-nilai budaya ini terimplementasi pada pakem payas utama Bali dari simbol-simbol yang sarat dengan filosofi dan nilai.
Selaras dengan Anak Agung Anom Mayun Konta Tenaya salah satu Dosen dari Institute Seni Indonesia Bali yang mengatakan bahwa kategori tata rias busana adat Bali terdiri dari payas nista yang dianggap paling sederhana, payas madya tingkat menengah dan payas utama. Pada jaman dahulu penggolongan tingkatan tersebut berdasarkan strata sosio kultural, namun saat ini penggunaannya lebih banyak dimodifikasi oleh tingkat sosio ekonomi. Norma pemakaian payas utama Bali dengan spesifikasi status sosio kultural dan konteks spesifikasi upacara dalam kegiatan beryadnya.
Seiring dengan berjalannya waktu, maka dianggap sangat penting dan mendesak untuk melakukan pendataan ulang atas perkembangan yang terjadi saat ini, terutama dalam ruang lingkup pakem payas utama Bali. Hal ini dapat dilakukan dengan riset analisa photo kuno, riset analisa photo serta membandingkan dengan kondisi terkini akan mampu memberikan gambaran atas perkembangan yang terjadi. Ruang replika dengan didasari moral yang kuat dan teguh, tentu akan menguatkan pendalaman atas interpretasi pakem payas utama Bali.
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com