Denpasar, dewatanews.com - Manggala Utama Pasikian Paiketan Krama Istri Desa Adat (PAKIS) MDA Provinsi Bali Ny. Putri Koster sangat konsen memperjuangkan serta mengajegkan seni, adat, tradisi, dan budaya Bali. Salah satu yang menjadi perhatiannya saat ini adalah keberadaan tari-tarian wali atau tari untuk upacara yadnya yang bersifat sakral, di antaranya tari Rejang. Ia berharap keberadaan tari Rejang bisa terus ajeg dan sesuai dengan pakem serta fungsi tari Rejang itu sendiri.
“Dengan adanya kemajuan zaman, teknologi dan informasi, semakin banyak kebudayaan, adat dan nilai-nilai kita yang terdegradasi. Saya harap kita sebagai penerus warisan leluhur tersebut bisa menjaga sesuai dengan nilai yang telah ditetapkan, agar anak cucu kita juga bisa menikmatinya kelak,” demikian ditegaskannya saat membuka webinar dengan tema “Penguatan dan Perlindungan Tari Rejang” yang dilaksanakan dari Gedung Gajah, Jayasaba, Denpasar, Selasa (16/11).
Lebih lanjut ia menjelaskan, sempat dalam kurun waktu tertentu tari wali atau tari sajral disalahgunakan untuk kepentingan komersil. “Ini tentu sangat disayangkan. Jika bukan kita yang meluruskan, semua orang akan terus menyalahgunakannya,” tegasnya dalam webinar yang menghadirkan Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Prof. Dr. I Gede Arya Sugiartha sebagai narasumber.
Untuk itu, wanita yang juga dikenal sebagai seniman serba bisa sekaligus pendamping Orang Nomor Satu di Bali ini berharap, melalui webinar kali ini, para peserta yang mencapai seribu dan didominasi oleh para Manggala PAKIS Bali tingka Desa Adat, tari Rejang beserta tari sakral lainnya bisa diajegkan serta digunakan sebagaimana fungsi dan tempat yang seharusnya.
Selain itu, ia juga tertarik mengetahui tentang beberapa tari sakral yang khas dimiliki oleh masing-masing daerah. Ny. Putri Koster menyontohkan tari Rejang dari Desa Sembiran Buleleng, yang kerap ia saksikan dipentaskan saat upacara Yadnya di daerah itu.
“Saya tidak tahu, apakah tari sakral itu harus kita lestarikan dalam wujud tarian itu sendiri atau harus juga mengacu pada norma waktu dan tempat. Sehingga saat tari sakral yang berada di daerah A apakah bisa ditarikan juga di daerah B? tentu banyak pertanyaan dan saya harap bisa terjawab dalam webinar kali ini,” bebernya.
Ia pun berharap besar, melalui kegiatan-kegiatan yang digelar oelh PAKIS Bali bekerja sama dengan MDA dan Pemerintah, bisa menggerakkan motivasi masyarakat Bali untuk kembali ke jati diri karma Bali yang sesungguhnya. Karena hal itu juga tertuang dalam visi misi Pemprov Bali, Nangun Sat Kerthi Loka Bali yang dibesut oleh Gubernur Bali Wayan Koster.
“Mari kita semua ambil tanggung jawab meskipun kecil untuk melestarikan warisan leluhur kita sesuai dengan jati diri kita sebagai krama Bali. Jangan hanya bicara saja ajeg Bali, namun perilaku kita terutama memuliakan warisan leluhur harus juga bisa menjadi cerminan dalam usaha mengajegkan Bali itu sendiri sesuai dengan tatanan yang ada,” tandasnya.
Sementara itu Prof Arya Sugiartha sebagai narasumber menyatakan apresiasi mendalam atas terselenggaranya acara ini. Karena menurutnya, keberadaan PAKIS Bali sangat membantu program-program kerja Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, sehingga program-program tersebut bisa cepat terealisasi.
Mengenai fenomena tari Rejang, ia mengatakan bahwa tarian ini merupakan tari sakral sebagai bagian dari upacara Dewa Yadnya sebagai ungkapan kegembiraan masyarakat dalam menyambut turunnya Dewa-Dewi dari Kahyangan. “Tari Rejang ini memiliki makna, nilai dan spirit kesucian dan dilakukan dengan penuh pengabdian,” bebernya.
Untuk itu, pada tahun 2019 ditetapkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Penguatan dan Perlindungan Tari Sakral Bali yang ditandatangi oleh Ketua PHDI Bali Prof Dr I Gusti Ngurah Sudiana, Bendesa Agung Majelis Desa Adat Bali Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet, Ketua Majelis Pertimbangan dan Pembinaan Kebudayaan (Listibya) Bali Prof Dr I Made Bandem, Kepala Dinas Kebudayaan Bali I Wayan Adnyana, dan Rektor ISI Denpasar Prof Dr I Gede Arya Sugiartha. Dalam SKB itu Gubernur Koster ikut menandatangani sebagai unsur yang mengetahui.
Tari Sakral Bali yang dilindungi berjumlah 130 tarian, meliputi 52 jenis Tari Baris, 26 jenis Tari Sanghyang, 26 jenis Tari Rejang, 11 jenis Tari Barong Upacara, serta Tari Pendet Upacara, Tari Kincang-kincung, Tari Sraman, Tari Abuang/Mabuang, Tari Gayung, Tari Janger Maborbor, Tari Telek/Sandaran, Tari Topeng Sidakarya, Tari Sutri, Tari Gandrung/Grandrangan Upacara, Tari Gambuh Upacara, Tari Wayang Wong Upacara, Wayang Kulit Sapuh Leger, Wayang Kulit Sudamala/Wayang Lemah, dan Tari Sakral lainnya yang menjadi bagian utuh ritus, upacara dan upakara yang dilangsungkan di berbagai pura dan desa adat.
“Sehingga tari sakral ini harus digunakan sebagaiman fungsinya. Ini adalah wujud pemerintah dalam melsetarikannya, namun juga membutuhkan peranan masyarakat sehingga bisa terus dilestarikan,” tandasnya.
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com