Karangasem, dewatanews.com - Gubernur Bali, Wayan Koster mengucapkan terimakasih kepada Direktur Bank BPD Bali, I Nyoman Sudharma yang telah membantu para pelaku usaha garam tradisional lokal Bali dengan bantuan modal Rp 10 juta.
Hal itu disampaikannya dalam acara Penyerahan Kredit Mesari Pada Klaster Pangan Bank BPD Bali, untuk mendukung penerapan Peraturan Gubernur Bali Nomor 99 Tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan dan Industri Lokal, serta Surat Edaran Gubernur Nomer 17 Tahun 2021 tentang Pemanfaatan Produk Garam Tradisional Lokal Bali.
Dalam acara ini, dihadiri secara langsung oleh Bupati Karangasem, Gede Dana pada, Rabu (27/10) di Amed, Purwakerthi, Karangasem. Dalam sambutannya, Gubernur Bali menegaskan pentingnya mensyukuri apa yang ada di alam Bali yang dianugerahi oleh Hyang Pencipta. Ini adalah prinsip nomor satu dalam Ekonomi Kerthi Bali.
"Apa yang ada, apa yang tumbuh, itu dipakai, dan ini yang diajarkan oleh leluhur Kita. di Karangasem juga ada arak, karena ada pohon ental, pohon jaka, dan pohon kelapa yang bisa menghasilkan tuak, kemudian diolah menjadi arak. Jadi itu sudah menjadi sumber penghidupan, begitu juga dengan garam. Ada lagi salak Bali dari Karangsem, ada kain tradisional Bali berupa kain tenun pengringsingan, dan berbagai jenis produk yang dihasilkan oleh alam Bali baik berupa hasil pertanian, hasil kelautan, dan hasil industri kerajinan rakyat. Itulah anugerah yang dititip oleh Hyang Pencipta sesuai dengan kondisi alamnya, sesuai dengan iklimnya yang diberikan kepada Kita, Kita rawat, Kita bangun dan Kita berdayakan sebagai sumber penghidupan," ujarnya.
Menurut Koster, dalam melakoni hidup harus membumi, seperti memanfaatkan garam Karangasem, salak, menggunakan endek, bahkan kalau ada arak, itu yang diminum. Jadi jangan memanfaatkan yang diluar, apa yang dihasilkan maka itu yang di manfaatkan dan dipromosikan. Sehingga itulahyang disebut ekonomi rakyat, ekonomi yang membumi, ekonomi yang berpijak pada sumber daya lokal yang digerakan oleh pelaku seperti petani, nelayan, atau perajin.
"Agar pelaku atau para petani garam ini pada khususnya terorganisir, diharapkan bisa membentuk lembaga seperti Koperasi UMKM. Termasuk kedepannya perlu difasilitasi pendampingan untuk produksi garamnya, dan harus orang yang mengerti dicari untuk mendampinginya. Di Buleleng ada Balai Besar Riset Budidaya Laut dan Penyuluhan Perikanan di DusunGondol, Gerokgak bisa didatangkan untuk mengedukasi, atau bisa menggunakan ahli dari Unud ataupun Undiksha yang memiliki program studi kelautan. Supaya ilmunya itu diterapkan di masyarakat,” mintanya.
Dalam produksi garam tradisional lokal Bali, Koster berharap adanya pasar. Untuk pasar ini, produknya harus dibranding dengan kemasannya supaya lebih menarik. Selanjutnya, yang paling utama pasar itu adalah orang Kita sendiri.
"Seperti di Karangasem jumlah penduduknya 521. 000, atau di Bali jumlahnya 4,3 juta orang yang mesti memanfaatkan garam tradisional lokal Bali ini (ada garam Amed di Karangasem, garam Tejakula dan garam Pemuteran di Buleleng, garam Kusamba di Klungkung, garam Gumbrih di Jembrana, garam Klanting di Tabanan, hingga garam Pemogan dan Pedungan di Denpasar, red)," terangnya.
Lebih lanjut, Koster berharap semua wajib menggunakan produk-produk dari hasil masyarakat Bali sesuai Peraturan Gubernur Bali Nomor 99 Tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan dan Industri Lokal Bali.
“Apalagi kualitas garam Kita sangat bagus, diluar pakai, masak Kita tidak memanfaatkannya, padahal produk Kita bagus,” ajak Gubernur Bali jebolan ITB ini sambil mengatakan sekali lagi pasar produk garam ini harus Kita sendiri, dimana yang buat krama bali, yang memakai krama Bali, yang menjadi pelaku usaha krama Bali, yang mensuport permodalannya krama Bali, terus penggiatnya juga krama Bali. Jadi kalau semua bisa dijalankan dengan pola seperti itu, maka ekonomi itu akan berkembang di wilayah Bali.
Lalu dimana letak tanggungjawab pemerintah? Kata Gubernur, pemerintah harus hadir memfasilitasi, dengan mengeluarkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 99 Tahun 2018, terus kelanjutan khusus untuk garam, Saya keluarkan Surat Edaran (SE) Gubernur Nomer 17 Tahun 2021 tentang Pemanfaatan Produk Garam Tradisional Lokal Bali.
Kehadiran Pemerintah Provinsi Bali di kepemimpinan Gubernur Bali, Wayan Koster tidak hanya berhenti sampai keluarnya Pergub Nomor 99 Tahun 2018 dan SE Gubernur Nomer 17 Tahun 2021. Namun mantan Anggota DPR-RI 3 Periode dari Fraksi PDI Perjuangan ini menelusuri peraturan di Pemerintah Pusat yang berkaitan dengan garam.
“Usut punya usut, soal garam ini ternyata ada Kepresnya Nomor 69 Tahun 1994 tentang Garam Beryodium, dan hal ini menjadi kendala untuk pengembangan garam tradisional. Atas kondisi ini, dan adanya berbagai masukan, Saya langsung adakan pertemuan dengan Menteri Kelautan dan langsung tunjukan, dan Saya sikapi berupa surat supaya Kepres tersebut direvisi. kurang dari 2 minggu, Saya juga ajukan surat kepada Bapak Presiden untuk mengoreksi regulasi tersebut. Karena Kepres tersebut tidak berpihak kepada rakyat, dan akibatnya produk lokal Kita tergencet terus. Maka malu, di negara maritim Kita mengimpor garam, di negara agraris Kita mengimpor beras hingga bawang putih, malu Kita. Harusnya Kita yang ekspor, itu baru benar,” tegasnya seraya mengungkapkan perubahan Kepres tersebut sudah direspon, untuk dirubah menjadi Perpres.
Demi meningkatkan produksi petani garam tradisional Lokal Bali, Gubernur Bali meminta kepada pasar modern di Bali untuk ikut serta memasarkannya.
“Kalau ada pelaku usaha modern yang menolak, akan Saya panggil. Karena hidup berusaha di Bali, harus saling menghidupi. Jangan mau hidup sendiri, dan harusnya jual produk lokal Kita,” tegasnya
sambil mengatakan ini adalah ekonomi berdikari, sumbernya dari Kita, Kita yang mengembangin, dan Kita yang memanfaatkan.
Sebagai penutup, Koster dengan tegas menyatakan untuk meningkatkan pasar produksi, ketika permintaan sudah meningkat. Maka Ia meminta Bupati harus menjaga, melindungi sentra-sentra garam di pesisir pantai. Jangan didesak oleh bangunan-bangunan disekelilingnya.
“Di wilayah-wilayah sentra garam, batasi perijinan untuk pembangunan di luar itu, supaya produksi garam berkembang. Jangan juga dibangun villa di wilayah sentra garam, nanti lama kelamaan mati sentra garam Kita,” tegas Gubernur Bali yang juga menjabat sebagai Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Bali ini.
Sementara itu, Ketua Kelompok Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) Amed Bali, Nengah Suanda dalam testimoninya menyampaikan penyerahan kredit mesari pada klaster pangan Bank BPD Bali sangat mampu membangun masyarakat Bali sesuai dengan namanya mesari. “Karena penamaan mesari ini, diyakini mampu memberikan suatu keuntungan yang luar biasa untuk Bali. Jadi ini (acara penyerahan kredit mesari pada klaster pangan Bank BPD Bali, red) tidak terlepas dari permohonan Saya kemarin dengan Bapak Gubernur Bali yang sangat merespon luar biasa, setelah mendengarkan aspirasi kelompok-kelompok petani garam yang ada di Bali terkait permohonan permodalan dengan bunga rendah,” ujarnya.
Anggota petani garam, setelah mendengarkan sosialisasi kredit mesari ini, sangat luar biasa peminatnya, walaupun plafond kredit mesari ini diberikan Rp 10 juta untuk 1 orang, akan tetapi harapan para petani Kita kalau boleh pinjaman kreditnya sampai Rp 50 juta. “Tetapi Kami tetap bersyukur, jadi seandainya anggota Kami yang berjumlah 36 orang, itu dapat semua, astungkara dapat Kami jadikan modal untuk berproduksi,” ujarnya seraya mengatakan dengan adanya kedatangan Gubernur Bali, Wayan Koster ke tempatnya ternyata telah memberikan angin segar. Dimana para mantan-mantan petani terdahulu itu, sudah mau berproduksi lagi. Sehingga mereka memerlukan dana dan hari ini sudah dijawab dengan hadirnya kredit mesari dari Bank BPD Bali.
Ketua Kelompok MPIG Amed Bali, Nengah Suanda diakhir testimoninya menyampaikan bahwa Kami sudah sempat mendaftarkan Indikasi Geografi Amed ini ke Uni Eropa, namun saat itu Uni Eropa bertanya ke Kami, apakah pengawasan eksternalnya itu ada? “Kemudian kami jawab ke Dirjen Kekayaan Intelektual, tetapi itu di tolak. Setelah Kami telusuri, ternyata di Indonesia belum ada. Meskipun demikian, Kami selalu bersyukur dan astungkara akan di audit dari lembaga dari Italia dengan tujuan agar garam Kami bisa diterima di Uni Eropa,” jelasnya seraya berharap kepada Bapak
Gubernur agar mengerahkan ASN-nya dan Bank BPD Bali agar ikut serta membeli garam Amed.
Sedangkan Direktur Bank BPD Bali, I Nyoman Sudharma melaporkan dalam acara penyerahan kredit mesari ini, menghadirkan petani garam yang telah dibantu kreditnya dan sudah ada yang cair, seperti dari Desa Tejakula, Buleleng, Desa Kusamba, Klungkung. Sedangkan hari ini di launching di Amed kredit mesari ini.
Lebih lanjut, ia meyampaikan bahwa Kami di BPD Bali telah membuat produk yang namanya Mesari yaitu Membangun Masyarakat Bali. Program ini merupakan pengembangan dari kredit usaha rakyat yang Pemerintah menetapkan bunganya 9 persen, tapi Kami kembalikan lagi 3 persen disetiap akhir tahun.
“Kredit mesari juga Kami tambahkan benefit bagi kelompok-kelompok yang memang Kami assessment memenuhi syarat untuk bisa dibantu dana kemitraan yang bentuknya bisa berupa pembelian peralatan atau proses produksi yang lebih bagus, dan di kelompok ini sebenarnya akan memberikan bantuan dana kemitraan dalam rangka peningkatan produksi dari pada petani garam,” jelasnya seraya menegaskan kredit mesari bukan hanya untuk pembiayaan garam, namun bisa untuk berbagai sektor yang bersifat klaster, khususnya untuk sektor produksi dibidang pertanian dan lain sebagainya.
Dalam acara tersebut, Gubernur Bali, Wayan Koster bersama Bupati Karangasem, Gede Dana, dan Direktur Bank BPD Bali, I Nyoman Sudharma menyaksikan Penandatanganan PKS Bank BPD Bali dengan Koperasi Pemasaran MPIG Garam Amed Bali yang ditandatangani oleh Kepala Cabang Bank BPD Bali Karangasem dengan Ketua Kelompok MPIG Garam Amed Bali. Kemudian dilanjutkan dengan acara penyerahan Bantuan Kemitraan Pengolahan Garam Tradisional dan Program Mesari dari Bank BPD Bali yang diberikan secara langsung oleh Gubernur Bali, Wayan Koster kepada 1). Kelompok MPIG Garam Amed; 2). Kelompok Segara Nadi Pakurenan 1 Tianyar; 3). Kelompok Segara Nadi Pakurenan 2 Tianyar; 4). Kelompok Segara Nadi Pakurenan 3 Tianyar; 5). Kelompok Segara Nadi Pakurenan 4 Tianyar; 6). Kelompok Segara Lestari 2 Yeh Malet; 7). Kelompok Surya Kencana Bahari Yeh Malet; 8). Kelompok Garam Tejakula, Buleleng; 9). Kelompok Garam Kusamba; dan 10). Kelompok Tunas Mekar Klungkung.
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com