Buleleng, dewatanews.com - Pemerintah Pusat melalui Kementerian Kesehatan RI mengubah skema penanganan covid-19. Salah satu yang menarik, pasien yang tidak bergejala sama sekali, atau bergejala ringan dan sedang, kini tidak lagi di lakukan tes swab dengan metode PCR. Untuk menentukan apakah pasien dengan tiga kriteria itu positif terpapar covid-19, cukup menggunakan hasil diagnosis klinis dari dokter penanggung jawab pasien (DPJP).
Hal itu ditegaskan Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Buleleng, Gede Suyasa saat ditemui usai mengadakan rapat bersama dengan sejumlah tenaga kesehatan, dalam menindaklanjuti revisi 5 Keputusan Menteri Kesehatan RI pada Rabu (22/7).
Ia mengatakan, test swab dengan metode PCR nantinya hanya akan dilakukan terhadap pasien dengan gejala berat. Hal ini juga bekaitan dengan proses penanganannya. Dimana hanya pasien yang memiliki gejala berat dan sedang lah yang akan diisolasi di RS Pratama Giri Emas.
Hal itu ditegaskan Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Buleleng, Gede Suyasa saat ditemui usai mengadakan rapat bersama dengan sejumlah tenaga kesehatan, dalam menindaklanjuti revisi 5 Keputusan Menteri Kesehatan RI pada Rabu (22/7).
Ia mengatakan, test swab dengan metode PCR nantinya hanya akan dilakukan terhadap pasien dengan gejala berat. Hal ini juga bekaitan dengan proses penanganannya. Dimana hanya pasien yang memiliki gejala berat dan sedang lah yang akan diisolasi di RS Pratama Giri Emas.
Sementara untuk pasien tidak bergejala dan bergejala ringan akan menjalani isolasi di tempat yang telah disiapkan oleh Pemprov Bali (bukan di rumah sakit). Namun apabila pihak keluarga meminta agar pasien diisolasi di rumah, maka keluarga pasien harus siap menanggung segala risiko yamh terjadi, serta rekomendasinya akan dikeluarkan oleh Pemprov Bali.
"Swab PCR hanya dilakukan terhadap pasien dengan gejala berat. Sementara yang tidak bergejala, ringan dan sedang tidak di PCR, cukup menggunakan keputusan hasil diagnosis klinis dari DPJP. Jadi hasil diagnosis klinis ini lah yang menentukan apakah pasien termasuk sebagai pasien covid-19 atau bukan," ucapnya.
Ditambahkan pria yang juga menjabat sebagai Sekda Buleleng ini menyampaikan dalam revisi 5 Keputusan Menteri Kesehatan itu juga diatur terkait penanganan jenazah pasien terkonfirmasi covid-19. Dimana jenazah hendaknya harus sudah dikubur atau dikremasi dalam kurun waktu 24 jam. Namun dalam rapat, Dokter Forensik RSUD Buleleng, dr Klarisa Salim mengusulkan agar waktu penguburan atau kremasi bisa lebih diperpanjang, mengingat dalam tradisi umat Hindu, proses penguburan atau kremasi harus menggunakan dewase (hari baik).
"Swab PCR hanya dilakukan terhadap pasien dengan gejala berat. Sementara yang tidak bergejala, ringan dan sedang tidak di PCR, cukup menggunakan keputusan hasil diagnosis klinis dari DPJP. Jadi hasil diagnosis klinis ini lah yang menentukan apakah pasien termasuk sebagai pasien covid-19 atau bukan," ucapnya.
Ditambahkan pria yang juga menjabat sebagai Sekda Buleleng ini menyampaikan dalam revisi 5 Keputusan Menteri Kesehatan itu juga diatur terkait penanganan jenazah pasien terkonfirmasi covid-19. Dimana jenazah hendaknya harus sudah dikubur atau dikremasi dalam kurun waktu 24 jam. Namun dalam rapat, Dokter Forensik RSUD Buleleng, dr Klarisa Salim mengusulkan agar waktu penguburan atau kremasi bisa lebih diperpanjang, mengingat dalam tradisi umat Hindu, proses penguburan atau kremasi harus menggunakan dewase (hari baik).
"Jika menunggu hari baik, maka jenazah harus dilakukan proses disinfeksi. Ini akan kami konsultasikan ke Provinsi dulu, apakah diizinkan. Karena dalam Permenkes menjelaskan bahwa penguburan atau kremasi pasien covid-19 harus dilakukan dalam waktu 24 jam," jelasnya.
Lebih lanjut, skema baru ini sejatinya sudah berlaku sejak 17 Juli lalu, namun ia mengaku masih membutuhkan waktu untuk melakukan sosialisasi agar skema baru ini dapat dipahami oleh semua pihak.
Lebih lanjut, skema baru ini sejatinya sudah berlaku sejak 17 Juli lalu, namun ia mengaku masih membutuhkan waktu untuk melakukan sosialisasi agar skema baru ini dapat dipahami oleh semua pihak.
"Dengan protokol revisi 5 ini, pusat sudah memperhitungkan dan mempelajari kejadian covid-19 yang terjadi selama empat bulan ini di Indonesia maupun di dunia. Tidak mungkin dengan adanya revisi 5 ini, melah bikin penularan. Kita harus yakin bahwa revisi 5 ini lebih rileksasi juga pengetatan dari sisi tidak terjadinya penularan," imbuhnya. (DN - Krs)
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com