Denpasar, Dewata News. Com - Proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tingkat SMAN/SMKN lewat jalur zonasi mulai diwarnai dengan isu persoalan domisili. Padahal penerapan PPDB jalur zonasi ini sepenuhnya diprioritaskan untuk jarak tinggal yang berdekatan dengan sekolah dan masyarakat kurang mampu (miskin).
"Kacaunya sistem PPDB lewat jalur zonasi yang mengharuskan orang tua siswa mengunakan jalan alternatif lain lewat domisili bagi yang kesulitan menjangkau sekolah dengan jarak tempuh sekolah dan tempat tinggal sangat jauh. Apalagi keinginan orang tua siswa adalah ingin anaknya bisa bersekolah di sekolah negeri," ujar Ketua Komisi I DPRD Bali, I Ketut Tama Tenaya, SS, M.Si, Rabu (3/7).
Dikatakan, dengan adanya wacana sekolah gratis inilah yang membuat orang tua siswa berlomba-lomba cari sekolah negeri. Kalau tidak dapat sekolah negeri muncul rasa kecewa baik di orang tua siswa itu sendiri maupun si siswa yang ingin bisa bersekolah si sekolah negeri.
"Mustinya, pemerintah yang menaungi dunia pendidikan bisa duduk bersama untuk kembali mengkaji sistem zonasi ini. Jangan sampai momen PPBD terus saja ribut. Kalau perlu jangan ada lagi yang namanya sekolah favorit atau unggulan," terangnya.
Lanjut Tama Tanaya, agar tidak ada lagi sekolah favorit atau unggulan. Mustinya pemerintah bisa mensubsudi sekolah swasta juga. Jadi orang tua siswa gak semata-mata harus kesekolah negeri, namun bisa bersekolah di sekolah swasta. Karena sudah disama ratakan, kalau sekarang kesanya sekolah negeri menjadi sekolah favorit atau unggulan dengan biaya gratis.
"Jika ributnya soal domisili, pasti pengawasan sistem PPDB di sekolah negeri yang belum trasparan. Apalagi jalur zonasi yang diprioritaskan penuh ini tidak memandang status, golongan atau pinternya siswa. Lain halnya dengan nilai NEM dan prestasi harus dilihat dari tingkat Sumber Daya Manusia (SDM) siswa. Pada jalur zonasi ini kesanya siapa cepat dia dapat," ucapnya.
Dijelaskan, jumlah sekolah negeri yang ada tidak sebanyak jumlah penduduk. Begitupula dengan jarak rumah dan sekolah negeri juga tidak semuanya berdekatan. Contohnya di Kota Denpasar
bisa dihitung jumlah sekolah negeri, dan yang paling banyak adalah di wilayah Denpasar Timur dan Denpasar Utara.
"Melihat keterbatasan jarak tinggal dengan sekolah negeri yang dituju inilah yang menyebabkan ada orang tua siswa menggunakan domisili dengan tujuan agar keinginan menyekolahkan anak didiknya di sekolah negeri bisa terpenuhi," jelasnya.
Diceritakan, ada salah satu calon siswi yang tinggal di kawasan Jalan Sedap Malam, Denpasar Timur dengan nilai NEM yang cukup tinggi dan mendaftar di SMAN 6 Denpasar lewat jalur zonasi. Karena jarak rumah dengan sekolah tujuan berjarak 1,7 km. Akan tetapi yang diprioritaskan lebih banyak dari zona yang lebih dekat, dan akhirnya siswa tersebut tidak dapat swkolah di SMAN 6 Denpasar.
"Bagaimana depresinya siswa dengan nilai NEM tinggi tidak dapat sekolah negeri. Kebijakan seperti inilah yang musti kembali di evaluasi agar nilai NEM juga musti diprioritaskan, bukan sebaliknya hanya memprioritaskan jalur zonasi semata," imbuhnya.
Tama Tanaya menambahkan, semoga kedepanya pemerintah bisa lebih maksimal dalam menentukan kebijakan. Jika perlu sekolah negeri maupun sekolah swasta bisa disama ratakan. Dimana sekolah swasta kedepanya bisa disubsidi dengan tujuan tidak ada lagi sekolah favorit atau sekolah unggulan. Ini demi memajukan dunia pendidikan, bukan sebaliknya dunia pendidikan dibuat kacau. (DN - Bdi)
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com