Buleleng, Dewata News. Com — Di masyarakat masih kental ada pembagian kerja secara seksual, bahwa perempuan beraktivitas di sektor domestik. Sedangkan laki-laki berkarya di sektor publik mencari nafkah untuk keluarga. Untuk masyarakat Bali, sudah lama diterima, bahkan diharapkan perempuan juga mencari nafkah di sektor publik dengan tidak meninggalkan "kodrat"-nya di sektor domestic. Seperti diungkapkan Dr.Made Metera usai membahas rencana penyusunan Statistik Gender 2019 bersama Bidang Pemberdayaan Perempuan Dinas PPKBPPPA Kabupaten Buleleng, Kamis (18/07).
Menurut pengamat sosial dari unsur akademis ini, bahwa sebagian perempuan menerima pembagian kerja secara seksual itu dan perbedaan perlakuan terhadap perempuan dan laki-laki sebagai kodrat perempuan. Sebagian lagi memandang hal itu sebagai wujud ketidakadilan terhadap perempuan yang harus diperjuangkan agar perempuan setara dengan laki-laki dan memeroleh keadilan.
”Penerimaan terhadap pembagian kerja secara seksual itu dapat menimbulkan implikasi yang luas merambah ke bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan kehidupan sosial lainnya”, jelasnya.
Pada bidang pendidikan misalnya, ditengarai Dr. Made Metera, kalau sumberdaya keluarga terbatas, maka anak laki-laki diutamakan menempuh pendidikan, sementara anak perempuan ditunda pendidikannya.
Pada bidang kesehatan, mulai dari asupan makanan anak laki-laki diutamakan ketimbang anak perempuan, terutama kalau sumberdaya keluarga terbatas. Setelah laki-laki dan perempuan berumahtangga dan kemudian mengatur kelahiran anak, maka perempuan yang diminta mengikuti program Keluarga Berencana.
Sementara pada bidang ekonomi, menurut Rektor Universitas Panji Sakti ini, kepemilikan aset lebih banyak ada pada laki-laki dan pewarisan di banyak masyarakat diberikan pada laki-laki.
”Gender secara konseptual mempersoalkan perbedaan jenis kelamin. Dibahas perbedaan yang merupakan bawaan dari kelahiran dan perbedaan yang merupakan konstruksi budaya. Perbedaan perempuan dan laki-laki yang merupakan bawaan kelahiran memang mesti diterima. Sedangkan perbedaan yang merupakan konstruksi budaya kalau tidak adil maka harus siap diubah dan berubah”, ujar Made Metera..
Karena itu, lanjut Made Metera, mengubah ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender dalam konsep gender disebut ”pengarusutamaan gender” (PUG). ”PUG merupakan strategi untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender”, imbuhnya.
Made Metera juga mengurai, bahwa dalam praktik di masyarakat, ketidakadilan gender lebih banyak dialami oleh perempuan dan ketidaksetaraan gender lebih banyak mensubordinasi perempuan. Kalau ada laki-laki yang mendapat ketidakadilan oleh perempuan dan disubordinasi oleh perempuan, itu juga menjadi tugas PUG.
Isu gender, ketidaksetaraan, dan ketidakadilan gender bisa ditemukenali bila tersedia data terpilah berdasarkan jenis kelamin pada berbagai bidang kehidupan. Jika belum tersedia data terpilah maka pada setiap pengumpulan data yang berhubungan dengan orang perlu dipilah berdasarkan jenis kelamin untuk menghasilkan Statistik Gender.
Karena itu, Dr. Made Metera menilai, bahwa Statistik Gender sangat bermanfaat untuk usaha-usaha pengarusutamaan gender. (DN ~ TiR).—
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com