Denpasar, Dewata News. Com - Tumpek Wayang adalah merupakan manifestasinya Dewa Iswara yang berfungsi untuk menerangi kegelapan, memberikan pencerahan ke hidupan di dunia serta mampu membangkitkan daya seni dan keindahan.
"Tumpek Wayang merupakan cerminan dimana dunia yang diliputi dengan kegelapan, manusia oleh kebodohan, keangkuhan, keangkara murkaan, dan biasanya Tumpek Wayang ini jatuh hari Sabtu (22/9) ring dina Saniscara," ujar I Gusti Agung Ronny Indra Wijaya yang disapa Gung Ronny, Jumat (21/9).
Dikatakan, pada hari Tumpek Wayang adalah Puja Walinya Sang Hyang Iswara. Pada saat itu umat Hindu di Bali menghaturkan upacara menuju keutamaan tuah pratima-pratima dan wayang, juga kepada semua macarn benda seni dan kesenian, tetabuhan seperti gong, gender, angklung, kentongan dan lain-lain.
"Sementara untuk bebantenanya biasanya menggunakan banten seperti suci, peras, ajengan, sedah woh, canang raka, pesucian dengan perlengkapannya dan lauknya itik putih," terangnya.
Lanjut Gung Ronny yang juga calon legeslatif (caleg) DPRD Bali dapil Kota Denpasar dari Partai NasDem nomor urut 5 ini menjelaskan kalau Tumpek Wayang biasanya upakara yang dihaturkan ke hadapan Sanghyang Iswara, dipuja di depan segala benda seni dan kesenian agar selamat dan beruntung dalam melakukan pertunjukan-pertunjukan agar kesanya lebih menarik dan menawan hati tiap-tiap penonton.
"Selain itu, untuk pecinta dan pelaku seni atau upacara selamatan berupa persembahan biasanya menggunkan bebanten seperti sesayut tumpeng guru, prayascita, penyeneng dan asap dupa harum. Tujuanya adalah untuk memohon agar supaya mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dalam menciptakan majunya kesenian dan kesusastraan," ucapnya.
Tumpek Wayang menjadi hari yang penuh dengan waktu-waktu peralihan, dan oleh karenanya anak-anak yang lahir pada saat ini ditakdirkan menderita karena mengalami gangguan emosi dan menyusahkan orang lain.
"Untuk melawan akibat keadaan yang tidak menguntungkan itu, orang Bali melakukan upacara penebusan dosa khusus yang dinamakan lukatan sapuh leger, dengan harapan Hyang Widhi akan menganugerahkan nasib baik pada anak itu dan menjamin bahwa hari lahir yang tidak baik itu tidak akan berpengaruh buruk pada perkembangan selanjutnya," imbuhnya.
Ditambahkan, Gelar Wayang Sapuh Leger pada saat Tumpek Wayang bersifat religius, magis, dan spiritual, yang berhubungan dengan wawasan mitologis, kosmologis, dan arkhais.
"Sehingga memunculkan simbol-simbol yang bermakna bagi penghayatan dan pemahaman budaya masyarakat Bali. Simbol-simbol tersebut terungkap baik lewat lakon, sajian artistik, fungsi, sarana, dan prasarana yang digunakan," tambahnyam
Lebih Jauh, Tumpek Wayang juga bermakna hari kesenian, karena hari itu secara ritual diupacarai (kelahiran) berbagai jenis kesenian seperti wayang, barong, rangda, topeng, dan segala jenis gamelan. Aktivitas ritual tersebut sebagai bentuk rasa syukur terhadap Sang Hyang Taksu sering disimboliskan dengan upacara kesenian wayang kulit, karena ia mengandung berbagai unsur seni atau teater total. Dalam kesenian ini, semua eksistensi dan esensi kesenian sudah tercakup. (DN - Bdi)
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com