Jakarta, Dewata News. Com —Tingginya biaya politik dalam setiap pemilihan kepala daerah melahirkan pemimpin yang korup. Potret ini menjadi kerpihatinan sejumlah pihak di tanah air. Hingga saat ini sudah ada 240 kepala daerah yang sudah menjadi tahanan Komisi Pemeberantasan Korupsi.
"Ada dua pilihan, yang pertama ,melakukan gerakan moral secara besar-besaran agar masyarakat ini sadar bahwa pemilihan dilakukan dengan caranya membayar itu adalah haram dan itu pelanggaran terhadap hukum negara," ujar Mantan Ketua MK, Profesor Mahfud MD saat berdialog dengan RRI, Kamis (15/02).
Yang kedua, kata Mahfud, sistem pemilihan kepala daerah diubah dari pemilihan langsung dikembalikan ke DPRD. Cara pemilihan yang dikembalikan ke DPRD ini kata Mahfud pernah diusulkan oleh Muhamadiyah, NU, dan lainnya dimana kedua organisasi ini mengeluarkan rekomendasi agar pemilihan kepala daerah dikembalikan ke DPRD karena banyak mudaratnya.
Sayangnya, pada Tahun 2014 ketika UU itu jadi, terjadi peristiwa politik dimana ada dugaan jika kembali ke DPRD kekuasaan politik akan terpolarisassi. kekuatan pusat akan dipimpin Jokowi dengan koalisi hebatnya. Tapi, di daerah-daerah akan dikuasai oleh koalisi merah putih dipimpin Prabowo sehingga terjadi kekahwatiran. Akhirnya, kata Mahfud semuanya berbalik tidak ada yang mendukung opsi pemilihan kepala daerah dikembalikan DPRD.
"Kalau pemilihan dikembalikan ke DPRD, rakyat akan selamat tinggal kita fokus pengawasan difokuskan ke Anggota DPRD," pungkasnya. (DN ~ KBRN/TiR).—
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com