Radio Republik Indonesia (RRI), tanggal 11 September 2017 esok akan memperingati ulang tahun yang ke-72. Satu usia matang bagi sebuah lembaga penyiaran, yang di awal pembentukan oleh para pendirinya RRI lebih berorientasi pada radio perjuangan.
Kini di usia 72 tahun, Lembaga Penyiaran Publik (LPP) RRI dengan 92 stasiun yang ada dan tersebar di seluruh Indonesia, termasuk di Kota Singaraja sebagai satu-satunya kabupaten di Provinsi Bali yang memiliki stasiun radio milik pemerintah ~ RRI Regional II, selain di Denpasar sebagai RRI Regional I, yang secara nasional. didukung 200 lebih stasiun relay, dengan 4 programa, Voice of Indonesia dan programa khusus channel 5, sudah mampu menjangkau lebih dari 80 persen populasi pendengar di berbagai penjuru tanah air.
Kondisi ini akan terus dimaksimalkan oleh manajemen RRI. Jangkauan layanan siaran, terutama pada wilayah terluar dan pedalaman menjadi salah satu perhatian utama, untuk mendukung progam Nawacita Pemerintah yang memprioritaskan pembangungan pada daerah 3T, yakni tertinggal, terdepan, dan terluar yang lebih keren disebut daerah pinggiran.
Untuk itu, pada 11 September 2017 lusa, di saat ulang tahun ke-72, LPP RRI akan menambah 6 stasiun baru,yaitu RRI Miangas, Rote, Bima, Sanggau, Belitung dan RRI Sumba. Ini akan semakin memperluas jangkauan siaran RRI, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote.
Meski sudah menjangkau mayoritas populasi pendengar di Indonesia, namun tantangan besar masih menghadang.
Datangnya era digital, mau tidak mau harus menjadi perhatian dan disikapi secara serius oleh seluruh manajemen dan angkasawan RRI.
Manajemen RRI sendiri sebenarnya sudah menyikapinya sejak beberapa tahun yang lalu, dengan berbagai kebijakan dan penyiapan, termasuk merevitalisasi berbagai unsur terkait ,seperti Sumber daya manusia, teknologi digitalisasi dan program program siarannya.
Bahkan menurut Direktur Utama LPP RRI, M. Rohanudin, uji coba digitalisasi multi plexing sudah dilakukan sejak 5 tahun lalu. Peningkatan kualitas layanan audio siaran memang menjadi pertimbangan utama.
Meski hingga kini belum ditetapkan undang undang sebagai landasan hukum implementasinya, kebijakan digitalisasi penyiaran harus tetap disikapi secara serius oleh LPP RRI, karena Digitalisasi adalah satu keniscayaan.
Implementasi kebijakan Digitalisasi penyiaran bagi RRI harus dipastikan sejalan dengan tugas pokoknya sebagai lembaga penyiaran publik. Masih terdapat permasalahan yang dihadapi RRI, diantaranya kemampuan pemancar dan peralatan siaran yang harus disesuaikan dengan teknologi digital. Termasuk bagaimana mendorong ketersediaan alat penerima siaran digital di masyarakat. Masih butuh waktu dan proses, namun tidak boleh membuat kendor manajemen dan keluarga besar RRI untuk mengantisipasinya.
Dari semua itu, ada yang lebih penting bagi RRI di usianya yang ke 72. Bagaimana RRI tetap harus memegang peran dalam mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bagaimana RRI menjaga Kebhinekaan, dan bagaimana RRI merajut persatuan dan membangkitkan rasa nasionalisme dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas hingga Pulau Rote.
Bagaimana RRI dapat menjadi sabuk pengaman informasi, dengan menjangkau dan memberi akses Informasi di wilayah perbatasan. Semua sudah dilakukan RRI, namun semua masih perlu kerja keras untuk lebih mengoptimalkan. Made Tirthayasa.—
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com