Denpasar, Dewata News. Com - Sebagian besar pelaku kejahatan remaja yang ikut diantaranya menjadi anggota geng karena tidak diterima di lingkungannya. Demikian disampaikan Divisi Hukum dan Kebijakan Komisi Penyelenggara Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Bali Ni Luh Gede Yastini saat berorasi di Podium Bali Bebas Bicara Apa Saja, Minggu (23/7) pagi. Pertama, kata Yastini tidak diterima di keluarganya dan kedua tak diterima di lingkungan sekolahnya, baik oleh teman maupun gurunya. “Saat ini, sejak umur 14 tahun anak-anak sudah mulai ikut geng,” kata mantan Direktur LBH Bali ini.
Itu sebabnya Yastini mengajak masyarakat, khususnya para siswa yang kebetulan hadir di lapangan Puputan Margarana untuk memberikan ruang kepada teman-temannya untuk berkreasi dan bersosialisasi di sekolah. Ia juga meminta kepada anak-anak dan remaja untuk tidak melakukan tindakan bullying dan kekerasan. Kepada masyarakat dan orang tua ia berharap untuk ikut memberikan perlindungan kepada anak-anak dan remaja serta tidak memberikan contoh kekerasan.
Sementara itu remaja siswa siswi SMK Kertha Wisata Denpasar menunjukkan mereka punya kegiatan positif dengan menampilkan beberapa ekstrakurikulernya di PB3AS. Diantaranya ekstra paduan suara yang menampilkan lagu Mars Kertha Wisata, Taksu dan Satu Nusa Satu Bangsa. Selain itu ada penampilan dari ekstrakurikuler Juggling dan Kelompok Siswa Peduli AIDS dan Narkoba (KSPAN) yang menampilkan cara memberikan pertolongan pertama dengan mitela. Tak lupa SMK yang mengkhususkan di bidang pariwisata ini menampilkan orasi dari salah satu siswanya. Adalah Rizky Alfian Dwi Wahyudi yang menyampaikan pentingnya menjaga Bali sebagai daerah pariwisata. Untuk itu ia mengajak untuk mengaplikasikan Sapta Pesona, yakni aman, tertib, bersih, sejuk, indah, keramahan dan kenangan. Khusus untuk generasi muda ia mengajak untuk giat belajar dan meningkatkan penguasaan bahasa asing agar bisa berkomunikasi dengan baik jika bertemu wisatawan.
Program Rumah Murah
Hadir pula dalam PB3AS kali ini pengurus dari Real Estate Indonesia (REI) Bali yang mensosialiasikan program rumah bersubsidi pemerintah. Ketua REI Bali Agus Pande Widura, REI mendapat amanat dari Presiden Jokori untuk menyediakan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). “Di Bali baru ada di tiga kabupaten yakni Buleleng, Karangasem dan Jembrana,” kata Widura. Ke depan ia berharap rumah yang di Bali diplot berharga 141 juta rupiah ini bisa merambah ke kabupaten lain. Ditambahkan pengurus REI, Ketut Soni, rumah ini ditujukan kepada masyarakat berpenghasilan maksimal 4 juta per bulan yang belum pernah mendapatkan subsidi dari pemerintah sebelumnya. Soni berharap masyarakat berhati-hati dengan developer yang menggunakan program ini untuk promosi. Agar tak tertipu, masyarakat diminta melihat kelengkapan seperti bagaimana ijin dan pembiayaannya. Khusus untuk di daerah perkotaan seperti Denpasar dan sekitarnya, Ketua Badan Pertimbangan Organisasi Daerah (BPOD) REI Bali Gusti Made Aryawan berharap pemerintah daerah bisa mengatur zonasi agar rumah murah ini bisa terwujud. Menurutnya, paling tidak untuk masyarakat berpenghasilan Rp 7 juta, dengan cara membuat aturan di Perda tata ruang.
Aspirasi lain yang muncul diantaranya adalah pelaku pariwisata, Edi, yang meminta agar bus Trans Sarbagita bisa terus dikembangkan dan dipromosikan ke daerah pariwisata karena sangat membantu wisatawan. Ia juga mengeluhkan masih kurangnya tong sampah di seputaran Denpasar serta masalah parkir yang memakan badan jalan. Ada pula Budiono yang menyampaikan bahwa Bali ini milik semua, baik itu penduduk asli, pendatang maupun musiman oleh karena itu semua harus merawat Bali sebaik-baiknya. Untuk menjaga eksistensi Indonesia harus kembali kepada empat pilar bangsa, yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. Orator berikutnya pemerhati kesehatan Made Bawa meminta agar pemerintah menaikkan harga rokok menjadi 50 ribu, karena selain berbahaya untuk kesehatan, harga rokok di luar negeri lebih mahal dari itu. Menurutnya dengan harga itu masyarakat akan berhenti merokok.
Jangan Beri Pengemis
Terakhir memberikan orasi adalah Kepala Desa Tianyar Barat Agung Pasrisak Juliawan yang menghimbau kepada masyarakat untuk tidak lagi memberikan sedekah kepada pengemis yang selama ini dikenal berasal dari Munti Gunung yang berada di wilayahnya. Pihaknya sudah bertekad untuk melepaskan diri dari stigma sebagai daerah asal pengemis di Bali. Untuk itu, mereka telah mengembangkan ekonomi kreatif seperti kerajinan namun karena penjualan belum bagus, masyarakat masih tergiur menjadi pengemis. “Kami mengajak kalau mau membantu datanglah ke Munti Gunung, ada tempat trekking, mata air ‘penyambung nyawa’, dan tahun depan kami akan bangun kembali rumah tua, seperti di Penglipuran,” kata Pasrisak. Dengan bantuan dana desa pihaknya bertekad untuk membangun infrastruktur guna melepaskan warga dari kemiskinan.
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com