Oleh: Made Tirthayasa
DITENGAH gabengnya pelaksanaan Pilkada Buleleng ”mengubur” cita rasa demokratisasi masyarakat berawal tidak mampunya partai yang pernah memegang kekuasaan puluhan tahun tidak mampu menampilkan kader terbaiknya untuk menjadi penguasa di eksekutif.
Sebagai partai berlambang Pohon Beringin yang pernah membangun image di ”Buleleng”kan pada tahun 1971 melibas partai berlambang Kepala Banteng dalam bingkai Segi Tiga. Padahal musyawarah Partai Golkar Buleleng ketika masih dipimpin sudah menelorkan keputusan yang menetapkan Gede Ariadi sebagai calon bupati atau calon wakil bupati untuk ditampilkan dalam Koalisi Bali Mandara (KBM).
Ternyata KBM yang pernah Berjaya di ajang Pilgub Bali mengusung Pasti-Kerta tak mampu dipertahankan untuk mengulang kemenangan Pilgub Bali itu.
Bahkan, ketika Partai Golkar secara musyawarah menetapkan Putu Sigyen menjadi Ketua didampingi Gede Ariadi sebagai Ketua Harian dan Nyoman Wandira Adi menjadi Sekretaris, mementahkan keputusan musyawarah mengusung calon bupati atau calon wakil bupati.
Kenapa? Sebab, menurut Ketua DPD Partai Golkar Buleleng Putu Singyen, kader Gede Ariadi menyatakan tidak bersedia.
Sementara Nyoman Sugawa Korry ketika masih mengendalikan DPD Partai Golkar Buleleng sempat ”menjagokan” non kader Ketut Rochineng yang Kepala BKD Provinsi Bali asal Desa Patemon.
Kehadiran Rochineng inipun hanya sebuah wacana karena mau tampil hanya ”Head to Head”, sementara di ajang Pilkada Buleleng sudah pasti tampilnya paslon PASS (Putu Agus Suradnyana-Nyoman Sutjidra) serta paslon perseorangan SURYA (Dewa Nyoman Sukrawan-Gede Dharmawijaya).
Begitu juga partai besutan Susilo Bambang Yudoyono belum mampu ”mengelus” kadernya. Malah, digaet kader Banteng untuk mendampingi menjadi pasangan calon (paslon) perseorangan.
Tidak adanya satu langkah KBM, sehingga Partai Gerindra yang awalnya ngotot memperjuangkan Jro Nyoman Rai Yusha harus hengkang terlebih dahulu untuk mengusung PASS. Hanya saja ada kekeliruan di KPU Buleleng, sehingga Partai Gerindra hanya sebagai pendukung PASS, seperti halnya partai lainnya, yakni Partai Hanura, PPP, PAN maupun PKB.
Kendati gong tahapan Kampanye Pilkada Buleleng sudah ditabuh, 4 November lalu, namun pihak penyelenggara Pilkada Buleleng masih koordinasi dengan KPU Pusat, terkait mekanisme tahapan kampanye dengan calon tunggal.
Selain itu, tahapan kampanye dan tahapan sosialisasi maupun lainnya dari penyelenggara Pilkada Buleleng terganjal adanya gugatan paket paslon SURYA di PT TUN, Surabaya yang kini tengah berlangsung.
Semestinya PDIP dan Partai NasDem sebagai pengusung paslon PASS sudah hingar binger mendekati masyarakat pemilih mensosialisasikan visi misi program lima tahun ke depan. Tapi, keinginan itu terganjal mekanisme pasti belum dipegang KPU Buleleng.
Baliho maupun spanduk dari paslon PASS hanya bias dihitung di beberapa titik yang ditetapkan KPU Buleleng. Dibalik semakin meningkatnya kualitas demokrasi, ternyata pelaksanaan Pilkada Buleleng 2017 mengalami sebuah kemunduran.
Kendati ada kalangan masyarakat Buleleng menginginkan PT TUN meloloskan paslon SURYA dari gugatan, sehingga dipastikan adanya ”adu banteng” pada Pilkada Buleleng, 15 Februari 2017.
Namun yang pasti, bahwa rakyat Buleleng masih menginginkan PASS menjadi Bupati dan Wakil Bupati Buleleng periode 2017-2022. Pertimbangan inilah yang dijadikan sebagai acuan turunnnya rekomendasi Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnioputri kepada PASS.sebagai incumbent pada Pilkada Buleleng 2017.
Rakyat Buleleng masih mendambakan kepemimpinan PASSlima tahun ke depan. Kenapa? Karena PASS di HATI 2017.
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com