Oleh: Made Tirthayasa
Ikan Lumba-Lumba, yang lebih trend disebut Dolpin oleh kalangan praktisi wisata di belahan Utara pulau Bali itu dijadikan mascot pariwisata Lovina. Kabupaten Buleleng, Bali yang memiliki potensi pariwisata kurang dibanding kabupaten di belahan Selatan pulau Dewata harus bangga menjadi sorot perhatian dunia internasional. Selain terumbu karang yang menakjubkan menjadikan sorga di bawah laut, di kawasan Buleleng Barat mendapat penghargaan dunia, juga keberadaan ikan Lumba-Lumba dan pasir hitam di Lovina terbaik dunia.
Geliat canda ikan Lumba-Lumba yang satu-satunya bisa dinikmati di habitatnya, perairan laut Lovina menjadikan praktisi pariwisata membangun patung Dolpin di tepi pantai Bina Ria, sebagai sentral kawasan pariwisata Kalibukbuk (sesuai perda Provinsi Bali). Namun masyarakat lebih mengenal dan lebih kental menyebut Patung Dolpin di kawasan wisata Lovina.
Pertanyaannya sekarang, sudahkah warga masyarakat di kawasan wisata Kalibukbuk, khususnya di Lovina, termasuk praktisi pariwisata di sentra Lovina itu punya rasa memiliki?
Jawabannya? Pasti!!! Malah rasa memiliki itu melebihi karena ”gemerncing dollar”
Buktinya, sejumlah sampan atau ”jukung” bermesin berlomba mengantarkan wisatawan menyaksikan atraksi ikan Lumba-Lumba liar di tengah perairan laut Lovina, sejak mentari di ufuk timur belum muncul. Nelayan ”dolpin” yang bergerak di wisata bahari ini berlomba menggunakan mesin yang PK-nya lebih besar dalam ”memburu” Dolpin.
Disamping ”nelayan” Dolpin berlomba ”memburu” ikan Lumba-Lumba dengan mesin boat yang PK-nya ”gede”, juga praktisi pariwisata di sentral Lovina berlomba ”persempit” lahan yang bukan miliknya. Misalnya, jalan-jalan masuk ketengah-tengah perhotelan menjadi kumuh, sungai yang membelah ”pewidangan” Kalibukbuk-Kaliasem ”mengecil”.
Itulah pemandangan di sentra kawasan wisata Lovina,. Jangan salahkan terjadi banjir saat musim hujan dan lambat laun tapi pasti Lovina tinggal kenangan ditinggalkan wisawatawan mancanegara atas kumuhnya yang dibuat oleh penikmat pariwisata itu sendiri.
Peran pemerintah? Sudah semestinya, kata hati nurani praktisi atau pelaku pariwisata yang punya pemikiran memajukan Lovina jangan hanya didengar, kalau memang apa yang didengungkan Presiden Jokowi ”Kerja Nyata” mampu dan mau diimplementasikan apparat terkait. ”Jangan seperti perempuan wajah dipercantik, sementara orang tidak tahu perempuan itu perawan atau janda.”
Artinya, ikan Lumba-Lumba diburu oleh ”nelayan dolpin” dengan sampan bermesin pada suatu saat ikan yang mengerti bahasa tubuh manusia akan mencari perairan laut yang tenang, tidak diusik oleh manusia.
Ketua Kelompok Nelayan Wisata Catur Karya Bakti Segara Lovina, Putu Budista tidak menampik, kalau pas ramai ada saja tamu yang komplain, karena boatnya telalu banyak, kemudian cara melihat ikan Lumba-Lumba yang tidak benar. ”Sebenarnya tamu-tamu itu tidak suka kalau ikan Luimba-Lumba itu dikejar (diburu), karena mereka umumnya penyayang binatang. Jadi tamu itu seakan malah kita ajak ”hunting” bukan ”watching Dolpin.”
Begitu juga wisatawan mancanegara yang datang, khususnya di Lovina mencari ketenangan setelah menikmati hingar bingar music di kawasan wisata lainnya, seperti Kuta misalnya. ”Dengan suguhan kumuh saat menyeruak mencari tempat ketenangan melihat ”kesan” kumuh, jelas dan pasti tidak akan datang lagi.Sehingga pada akjhirnya, Loviona tinggal kenangan,” kesan praktisi pariwisata yang juga selaku pengamat kepariwisataan yang tidak mau namanya ditulis.
Disisi lain, pemerintah patut diingatkan akan yang ”membidani” kelahiran Lovina, AA.Pandji Tisna dengan Hotel Tasik Madu yang penulis ingat.
Sudah menjadikan putusan ”prareman” para praktisi di kawasan wisata Lovina dalam suatu seminar serangkaian Festival Lovina Tahun 2013, bahwa sepanjang jalan di kawasan wisata Lovina dari batas timur pintu gerbang yang berlokasi di Celukbuluh hingga di batas barat kawasan, yang berlokasi di Temukus, dengan nama AA.Pandji Tisna.
Slogan mendengungkan, bahwa bangsa yang besar menghargai pahlawannya. Bagaimana dengan denyut nadi pariwisata Lovina yang sudah dikenal dunia, sementara pendobrak sastra modern pertama dari Bali, pendiri pendidikan dan penemu kata Lovina ini?
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com