Denpasar, DewataJika dibandingkan dengan kondisi di daerah lain, lebih dari 50% kondisi jalan di Bali memiliki kualifikasi baik. Namun karena Bali merupakan salah satu Daerah Tujuan Wisata (DTW) internasional, diperlukan infrastruktur jalan yang mampu menghindari para pengguna jalannya dari kemacetan yang sebagian merupakan para wisatawan. Oleh karena itu, jalan-jalan di Bali harus diprioritaskan mendapat perbaikan sebaik mungkin secara berkala, termasuk pembangunan jalan baru, maupun penyusunan kajian dan program untuk mengurangi kemacetan di Bali yang semakin hari semakin parah.
Demikian disampaikan Gubernur Bali Made Mangku Pastika saat menerima audiensi rombongan Balai Besar Pelaksana Jalan Nasional VIII Surabaya Dirjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang dipimpin langsung oleh Kepala Balai I Ketut Dharmawahana, diruang kerjanya, Kamis (13/10).
“Jalan di Bali jauh lebih bagus, tapi kita punya beban karena Bali daerah pariwisata, jadi tidak mungkin daerah pariwisata jalannya tidak bagus dan macet yang bisa menghambat. Ini memang bukan pekerjaan ringan, karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Apa pun yang perlu dukung dari kami, akan kami dukung, terkait program yang akan dijalankan mungkin bisa dibuat kajian tentang perbandingan pembuatan jalan underpass dengan fly over, baik dari segi kelebihan-kekurangan, untung-rugi, tingkat kesukaran pengerjaan, biaya yang dibutuhkan, yang nanti konsep ini akan dicoba diperkenalkan kepada masyarakat sebagai solusi permasalahan yang sedang dihadapi, utamanya kemacetan,” cetus Pastika.
Demikian disampaikan Gubernur Bali Made Mangku Pastika saat menerima audiensi rombongan Balai Besar Pelaksana Jalan Nasional VIII Surabaya Dirjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang dipimpin langsung oleh Kepala Balai I Ketut Dharmawahana, diruang kerjanya, Kamis (13/10).
“Jalan di Bali jauh lebih bagus, tapi kita punya beban karena Bali daerah pariwisata, jadi tidak mungkin daerah pariwisata jalannya tidak bagus dan macet yang bisa menghambat. Ini memang bukan pekerjaan ringan, karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Apa pun yang perlu dukung dari kami, akan kami dukung, terkait program yang akan dijalankan mungkin bisa dibuat kajian tentang perbandingan pembuatan jalan underpass dengan fly over, baik dari segi kelebihan-kekurangan, untung-rugi, tingkat kesukaran pengerjaan, biaya yang dibutuhkan, yang nanti konsep ini akan dicoba diperkenalkan kepada masyarakat sebagai solusi permasalahan yang sedang dihadapi, utamanya kemacetan,” cetus Pastika.
Lebih jauh, Gubernur Pastika pun merinci permasalahan yang dihadapi Bali saat ini terkait kondisi infrastruktur jalan. Volume jalan yang tidak bertambah tidak sebanding dengan pertambahan volume kendaraan di Bali, kemacetan pun tidak terelakkan pada ruas-ruas jalan terutama persimpangan sebidang utama diseputaran daerah Badung dan Denpasar seperti simpang empat Tohpati atau simpang enam Jl. Teuku Umar.
Hal tersebutlah yang mendasari pemikiran Gubernur Pastika untuk membangun persimpangan tak sebidang/fly over pada simpang searah yang menjadi titik menumpuknya volume kendaraan. Dipilihnya rencana Fly over dibandingkan underpass pun bukan tanpa alasan, diperkirakan dari segi biaya untuk fly over menelan dana lebih sedikit dibandingkan underpass, begitu pula jika dilihat dari kelemahan yang dimiliki, underpass kemungkinan banjir saat musim penghujan, walaupun sudah terdapat pompa, hal itu dirasa akan merepotkan. Sedangkan fly over hanya membutuhkan perawatan berkala.
“Setahu saya underpass itu biayanya tiga kali pembuatan fly over, waktunya lebih lama, lebih rumit, kemungkinan tergenang air saat penghujan lebih tinggi, setinggi apa pun teknologinya masih ada ancaman banjir. Biarkanlah kita mendapatkan pilihan, ya coba dululah itung-itungan kasar,” ujar Pastika.
Hal tersebutlah yang mendasari pemikiran Gubernur Pastika untuk membangun persimpangan tak sebidang/fly over pada simpang searah yang menjadi titik menumpuknya volume kendaraan. Dipilihnya rencana Fly over dibandingkan underpass pun bukan tanpa alasan, diperkirakan dari segi biaya untuk fly over menelan dana lebih sedikit dibandingkan underpass, begitu pula jika dilihat dari kelemahan yang dimiliki, underpass kemungkinan banjir saat musim penghujan, walaupun sudah terdapat pompa, hal itu dirasa akan merepotkan. Sedangkan fly over hanya membutuhkan perawatan berkala.
“Setahu saya underpass itu biayanya tiga kali pembuatan fly over, waktunya lebih lama, lebih rumit, kemungkinan tergenang air saat penghujan lebih tinggi, setinggi apa pun teknologinya masih ada ancaman banjir. Biarkanlah kita mendapatkan pilihan, ya coba dululah itung-itungan kasar,” ujar Pastika.
Gubernur Pastika pun berharap masyarakat memahami segala tahapan panjang yang harus dilewati dalam satu proses pembangunan jalan, yang tidak serta merta bisa dibangun pada kawasan yang dianggap bisa menjadi jalur alternative. Kepada jajaran Bali Besar Pelaksana Jalan Nasional VIII, Gubernur Pastika pun berharap agar tetap bekerja secara teknis dan profesional tanpa terpengaruh urusan politik, yang seringkali pembangunan infrastruktur dimanfaatkan sebagai komoditas politik.
Pertemuan tersebut pun dimanfaatkan jajaran Pimpinan dilingkungan Pemprov Bali yang kala itu ikut mendampingi Gubernur Bali untuk menyampaikan beberapa masalah yang sedang dihadapi. Seperti diantaranya Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Bali, Putu Astawa yang menyampaikan perlunya evaluasi terhadap kondisi jembatan yang menggunakan rangka baja disepanjang jalur Gatot Subroto Denpasar, yang saat ini dirasa lebih sempit daripada ruas jalan sehingga terjadi penumpukan kendaraan yang berlanjut menimbulkan kemacetan. Ditambahkan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bali, Nyoman Astawa Riadi terkait pengerasan dan perbaikan jalan di jalur Sakah-Teges-Tampak Siring perlu ditambahkan penataan kelengkapannya pada sisi trotoar.
Sementara itu, Kepala Balai Besar Pelaksana Jalan Nasional VIII Surabaya I Ketut Dharmawahana, menyatakan tujuan audensi tersebut sebagai perkenalan setelah dirinya baru dilantik mengikuti perubahan struktur organisasi Direktorat Bina Marga, serta sekaligus membahas rencana program-program pembangunan jalan yang akan dilaksanakan maupun program-program yang prosesnya sudah berjalan.
Ia pun mengakui bahwa jalan di Bali sebagian besar memiliki kualitas baik, dari total ruas jalan 600 km lebih, sekitar 330 km berkualitas baik, hanya sekitar 6,10 km yang kondisinya rusak berat. Pada kesempatan itu, Ia pun memaparkan program-program yang akan maupun sedang dalam proses pengerjaan, seraya berharap adanya koordinasi dan tidak lanjut bersama-sama dengan jajaran Pemprov Bali agar bisa mewujudkan program yang direncanakan. Seusai Audensi, Ia pun sempat menjelaskan kepada awak media tentang program yang saat ini digenjot pelaksanaannya untuk segera direalisasikan, yakni pembangunan shorcut yang dijelaskannya sebagai shorcut 3-4 dan 5-6 jurusan Denpasar-Singaraja yang saat ini sudah dalam final tahap Design Engineering Detail (DED) yang direncanakan rampung akhir bulan Desember 2016.
“Dari 10 shorcut kita turunkan jadi 4, dari empat kita gabungkan jadi 2 yakni 3 gabung 4, 5, dan 6, karena itu nyambung,” ujarnya.
Seraya menjelaskan tahapan DED akan dilanjutkan dengan tahapan penyiapan lahan dengan melihat kepemilikan lahan baik milik pemerintah atau perseorangan, maupun pemanfaatan lahan tersebut. Jika tahapan lahan selesai, baru bisa dipastikan yang akan dilaksanakan terlebih dulu. Terkait anggaran, Ia mengakui belum bisa menentukan biaya yang akan dihabiskan sebelum tahap DED selesai.
“kalau DED belum selesai kita belum bisa ngitung, karena DED itu cerminan kebutuhan konstruksi yang kemudian dijumlahkan dalam dana,” imbuhnya seraya menyatakan pengerjaan fisik akan memakan waktu minimal sekitar 2 tahun. (DN - HuM)
Ia pun mengakui bahwa jalan di Bali sebagian besar memiliki kualitas baik, dari total ruas jalan 600 km lebih, sekitar 330 km berkualitas baik, hanya sekitar 6,10 km yang kondisinya rusak berat. Pada kesempatan itu, Ia pun memaparkan program-program yang akan maupun sedang dalam proses pengerjaan, seraya berharap adanya koordinasi dan tidak lanjut bersama-sama dengan jajaran Pemprov Bali agar bisa mewujudkan program yang direncanakan. Seusai Audensi, Ia pun sempat menjelaskan kepada awak media tentang program yang saat ini digenjot pelaksanaannya untuk segera direalisasikan, yakni pembangunan shorcut yang dijelaskannya sebagai shorcut 3-4 dan 5-6 jurusan Denpasar-Singaraja yang saat ini sudah dalam final tahap Design Engineering Detail (DED) yang direncanakan rampung akhir bulan Desember 2016.
“Dari 10 shorcut kita turunkan jadi 4, dari empat kita gabungkan jadi 2 yakni 3 gabung 4, 5, dan 6, karena itu nyambung,” ujarnya.
Seraya menjelaskan tahapan DED akan dilanjutkan dengan tahapan penyiapan lahan dengan melihat kepemilikan lahan baik milik pemerintah atau perseorangan, maupun pemanfaatan lahan tersebut. Jika tahapan lahan selesai, baru bisa dipastikan yang akan dilaksanakan terlebih dulu. Terkait anggaran, Ia mengakui belum bisa menentukan biaya yang akan dihabiskan sebelum tahap DED selesai.
“kalau DED belum selesai kita belum bisa ngitung, karena DED itu cerminan kebutuhan konstruksi yang kemudian dijumlahkan dalam dana,” imbuhnya seraya menyatakan pengerjaan fisik akan memakan waktu minimal sekitar 2 tahun. (DN - HuM)
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com