Buleleng, Dewata News. Com — Ketua DPC Garda Tipikor Indonesia (GTI) Kabupaten Buleleng, Gede Budiasa segera melaporkan Ketut Selamat,SH yang mantan Notaris ke pihak Kepolisian, karena ada dugaan tindak pidana menyuruh menempatkan keterangan palsu, sehingga terbit sertifikat tanah atas nama Gede Hariyadi Satyagraha (putra Ketut Selamat,SH) tahun 1991.
Konsfirasi dugaan tindak pidana ditemui, menurut Gede Budiasa, setelah memantau dilakukannya mediasi Kepala Desa (Kades) Kubutambahan, Kadek Topan Wirayuda terhadap warganya, Putu Arsana dengan Gede Hariyadi Satyagraha di Kantor Kepala Desa setempat, tanggal 28 September 2016 lalu.
Upaya mediasi yang dilakukan Kades didampingi Sektetaris Desa atas kepemilikan tanah kering yang terindikasi menimbulkan sengketa milik warga setempat, selain dihadiri para pihak yang dimediasi, juga saksi Dewa Made Buda Arsana, serta unsur Muspika Kubuambahan menemui jalan buntu.
Dari hasil penelusuran GTI Buleleng, bahwa awal April 1990 Ketut Selamat selaku Notaris PPAT membuatkan 3 permohonan sertifikat konversi hak milik adat, atas nama Dewa Putu Gejer dan Dewa Putu Sudarsana.
Selanjutnya, setelah terbit sertifikat hak milik no.679 seluas 7.800 m2 atas nama Dewa Putu Gejer dan Dewa Putu Sudarsana, dan sertifikat hak milik no.682 dicoret, 2369 luas 12.550 m2, dibuatkan akte jual beli semu oleh PPAT Ketut Selamat,SH, tanggal 19 April 1991 atas nama Gede Haryadi Satyagraha (putra Ketut Selamat,SH).
Sebab, dari keterangan ahli waris Dewa Putu Gejer, Dewa Made Buda Ardana, bahwa Gede Haryadi Satyagraha tidak pernah membeli tanah.
Ketua DPC GTI Buleleng Gede Budiasa menjelaskan, adanya dugaan perbuatan tindak pidana memalsukan persil No.44, Kelas III, luas 17.150 m2 milik Ni Kerebek. Selain itu, bagi pejabat umum Negara se;aku PPAT, Ketut Selamat,SH diduga melanggar kode etik PPAT-Notaris. (DN – TiR).
Konsfirasi dugaan tindak pidana ditemui, menurut Gede Budiasa, setelah memantau dilakukannya mediasi Kepala Desa (Kades) Kubutambahan, Kadek Topan Wirayuda terhadap warganya, Putu Arsana dengan Gede Hariyadi Satyagraha di Kantor Kepala Desa setempat, tanggal 28 September 2016 lalu.
Upaya mediasi yang dilakukan Kades didampingi Sektetaris Desa atas kepemilikan tanah kering yang terindikasi menimbulkan sengketa milik warga setempat, selain dihadiri para pihak yang dimediasi, juga saksi Dewa Made Buda Arsana, serta unsur Muspika Kubuambahan menemui jalan buntu.
Dari hasil penelusuran GTI Buleleng, bahwa awal April 1990 Ketut Selamat selaku Notaris PPAT membuatkan 3 permohonan sertifikat konversi hak milik adat, atas nama Dewa Putu Gejer dan Dewa Putu Sudarsana.
Selanjutnya, setelah terbit sertifikat hak milik no.679 seluas 7.800 m2 atas nama Dewa Putu Gejer dan Dewa Putu Sudarsana, dan sertifikat hak milik no.682 dicoret, 2369 luas 12.550 m2, dibuatkan akte jual beli semu oleh PPAT Ketut Selamat,SH, tanggal 19 April 1991 atas nama Gede Haryadi Satyagraha (putra Ketut Selamat,SH).
Sebab, dari keterangan ahli waris Dewa Putu Gejer, Dewa Made Buda Ardana, bahwa Gede Haryadi Satyagraha tidak pernah membeli tanah.
Ketua DPC GTI Buleleng Gede Budiasa menjelaskan, adanya dugaan perbuatan tindak pidana memalsukan persil No.44, Kelas III, luas 17.150 m2 milik Ni Kerebek. Selain itu, bagi pejabat umum Negara se;aku PPAT, Ketut Selamat,SH diduga melanggar kode etik PPAT-Notaris. (DN – TiR).
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com