* Petahana yang Masih Memimpin Tak Perlu
Mundur
Jakarta, Dewata News.com — Pemerintah
memandang perlunya dilakukan revisi terhadap Undang Undang nomor 8 tahun 2015
tentang Pemilihan Kepala Daerah, yang dinilai masih terdapat celah multitafsir,
disamping juga adanya Keputusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi.
Penyempurnaan
peraturan yang menyangkut kepentingan rakyat banyak memang seharusnya
dilakukan, apalagi jika diakui terdapat multitafsir yang dapat berakibat timbulnya
permasalahan baru jika peraturan itu masih diberlakukan.
Jika kita
simak perkembangan yang terjadi dengan Peraturan tentang Pilkada akhir akhir
ini, seolah olah terfokus pada polemik tentang persiapan Pemilihan Kepala
Daerah di DKI. Padahal penyempurnaan peraturan diberlakukan bagi seluruh warga
Negara Republik Indonesia, sehingga dengan pengesahan Undang Undang baru
tentang Pilkada, kita harapkan demokrasi berjalan sesuai dengan aturan yang
adil bagi semua fihak yang terlibat atau akan melibatkan diri dengan urusan
pencalonan menjadi Kepala Daerah, termasuk ketentuan kewenangan pelaksana dan
pengawas pelaksanaan Pilkada.
Penyempurnaan
undang Undang menyangkut syarat dukungan calon independen, basisnya
adalah daftar pemilih, kewajiban mundur anggota DPR/DPRD/DPD sebagai anggota
dewan bila maju sebagai calon kepala daerah, aparat TNI/Polri/PNS harus mundur
dari jabatan bila jadi calon kepala daerah , dilakukan sesuai
putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Sedangkan petahana alias pimpinan
daerah yang masih memimpin tak perlu mundur, namun kewenangan petahana, seperti
memutasi pejabat di pemerintahan daerah dibekukan selama enam bulan sebelum
pemilihan dan enam bulan setelahnya yang selanjutnya diserahkan ke Mendagri
mempertegas batasan kewenangan petahana agar tidak menyalahgunakan kekuasaan,
dan mencegah terjadinya politisasi aparatur sipil negara serta penggunaan
fasilitas Negara selama masa kampanye.
Hal lain yang patut kita
apresiasi adalah terkait penegakan hukum pemberian janji hadiah dan atau uang,
juga secara tegas dilarang hingga aturan mengenai sanksi diskualifikasi
pasangan calon tergugat. Pemidanaan lebih berat juga diatur bagi anggota tim
kampanye yang melakukan tindakan demikian.
Di samping itu, dilakukan juga perberatan
aturan terkait fenomena mahar politik, ketentuan berlapis tentang pidana
pemilu, yang juga berlaku bagi KPU, penguatan Badan Pengawas Pemilu
(Bawaslu) dengan memberikan kewenangan untuk menerima, memeriksa, dan memutus
tindak pidana politik uang.
Adanya
penyempurnaan peraturan Undang Undang Pilkada ini, bisa jadi tidak memuaskan
semua fihak, tetapi demi bangsa dan Negara ini, semua fihak harus tunduk
dan mengikuti aturan terbaru, dan semoga tidak ada lagi multi tafsir yang
memunculkan permasalahan baru, walaupun dimungkinkan adanya penyempurnaan
selanjutnya, demi menghasilkan pemimpin daerah yang berkualitas , tangguh dan
benar benar memperhatikan kepentingan rakyatnya. (DN ~ RRI).—
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com