dan mengambil formulir di ”kandang banteng” PDIP
KEBANGKITAN kaum perempuan
belakangan ini, rupanya kian tampak di negeri ini. Khusus di Bali, dua kursi
Bupati diduduki kaum perempuan. Di Karangasem, ada I Gusti Ayu Mas
Sumatri, S.Sos. MAP. Mas Sumatri, demikian ia sering ditulis koran, lahir di
Karangasem, 31 Desember 1967. Ia tercatat sebagai Bupati di kabupaten
paling timur itu, pada periode 2016-2021. Di Tabanan, ada Ni Putu Eka
Wiryastuti. Perempuan yang lahir di Tabanan, 21 Desember 1975 adalah bupati Tabanan
yang pernah menjabat pada periode 2010-2015. Putri Nyoman Adi Wiryatama
(Bupati Tabanan sebelumnya) terpilih kembali untuk duduk di kursi bupati pada
periode berikutnya.
Kini, terbetik berita, seorang perempuan
bersiap-siap maju sebagai pimpinan daerah di Buleleng. Hanya saja, ia
mempersiapkan diri duduk di kursi wakil bupati. Dia adalah, Sang Fenomenal
Loper Koran, Luh Made Marwati.
Pada proses pemilihan ini, dia memilih
jalur independen. Mengapa jalur itu dipilih? Pada awalnya, dia sempat mendaftar
dan mengambil formulir di ”kandang banteng” PDIP. Namun, perempuan pedagang Koran
di pinggir jalan Diponegoro Singaraja ini maupun pendaftar lainnya, tergerus
dengan kedigjayaan PAS, panggilan akrab Putu Agus Suradnyana yang tetap menggandeng
Nyoman Sutjidra selaku incumbent.
Semangat “Kartini” Marwati terendus tokoh muda
Buleleng, I Gusti Ketut Adi Yustika Aryawan yang akrab dipanggil Yus untuk mendampingi dirinya maju melalui jalur independen.
Sebagai langkah awal untuk meraih simpati,
Marwati blusukan ke pasar-pasar tardisional. Di situ ia mengumpulkan KTP
pedagang, sambil berjanji akan memprioritaskan pembangunan ekonomi kerakyatan
dengan cara membantu pedagang kecil di wilayah itu. Menurut Marwati, pedagang
kecil banyak yang kurang modal sehingga perlu dibantu.
Mungkin itulah salah satu strategi Marwati
untuk meraih dukungan . Apakah dia akan benar-benar memenuhi janjinya, jika
berhasil menang dalam Pilkada nanti, sejarahlah yang akan menjawab.
Adanya fenomena ini menandakan, bahwa
kaum perempuan kini mesti tidak lagi perlu berteriak lantang menuntut persamaan
hak. Sesungguhnya sejak zaman dahulu kala, kaum perempuan memiliki dan diberi
hak untuk terlibat di dunia politik. Jika ada pemasungan kaum perempuan,
mungkin saja sifatnya kasuistis.
Yang jelas, tidak sedikit kaum perempuan
pernah menduduki jabatan strategis. Di India, Inggris, Filifi na, dan di
Indonesia sendiri, pimpinan negara tertinggi pernah dipegang seorang perempuan.
Demikian pula dalam cerita rakyat, seorang perempuan Walu Nateng Dirah alias
Calonarang, dikenal sebagai pemimpin yang disegani.
Terlepas dari semua itu, yang penting
seorang pemimpin memiliki berbagai persyaratan yang harus dipenuhi. Misalnya,
ia memiliki sifat jujur, kerja keras, berdedikasi tinggi. Selain dia sedikit
tidaknya tahu tentang administrasi pemerintahan. Seorang Marwati, mungkin saja
memiliki persyaratan itu. Kita patut memberi dukungan kepada siapa saja yang
benar-benar ingin membangun negeri ini. (*)
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com