Pentas Seni Sastra dan Teater |
Dermaga Seni Buleleng (DSB) yang pada kelahiran pembentukannya digawangi oleh I Gede Dharna (alm), Made Tirthayasa dan Gede Artawan masih mewarnai degup seni sastra modern di kabupaten ujung Utara pulau Dewata. Kendati belakangan ini nyaris “kesepian” dari geliat bersastra di atas panggung sandiwara. Namun, doctor Gede Artawan tak pernah sepi dari aktivitas seni sastra.
Menjelang peringatan HUT ke-412 Kota Singaraja, 30 Maret 2016,
mengusulkan Singaraja agar dijadikansebagai Kota Sastra. Alasannya, banyak sastrawan Pulau Dewata
lahir dan besar di Kabupaten Buleleng.
Usulan ini berawal ketika derap langkah DSB, setahun lalu tak dilirik
panitia, dengan semangat ngayah terhadap
kecintaan terhadap Kota Singaraja, ternyata tak terurai adanya gema sastra
modern dari seambrek acara yang dikemas pihak panitia. Dengan semangat Buleleng
Jengah, DSB menapak langkah melanjutkan semangat budayawan, I Gusti Nyoman Panji Tisna dengan menggelar Pentas Seni
Sastra dan Teater di panggung Kumarasthana milik Kwarcab Pramuka Buleleng, di
Jalan Pramuka Singaraja.
Tak tanggung-tanggung penulis dan penyair Ketut Syahruwarudi Abbas,
Ngurah Parsua, Kadek Sonia Piscayanti, Putu Satria Kusuma, Made Ole Adnyana,
dan komunitas sastra yang ada menyemarakkan. Saat itulah, Ngurah Parsua
membunyikan genta, bahwa Singaraja layak menjadi Kota Sastra, di samping Kota
Pendidikan.
”Sebutan Kota Sastra, bisa disematkan selain sebutan Singaraja sebagai
Kota Pendidikan,” kata Gede Artawan selaku Koordinator DSB di Singaraja, Selasa
(29/03).
Salah satu sastrawan terkenal yang lahir di Buleleng, adalah Raja
Buleleng XVI, yakni Anak Agung Nyoman Panji Tisna. Pada tahun 1935, sang raja
mulai aktif menulis sastra, di antaranya novel berjudul I Swasta, Setahun di Bedahulu, Ni
Rawit, Ceti Penjual Orang dan Sukreni
Gadis Bali. Tahun
1955 ia menulis roman yang berjudul I
Made Widiadi, Kembali Kepada Tuhan.
Perlu diketahui, Anak Agung Pandji Tisna (lahir di Buleleng, 11 Februari 1908 - meninggal 2 Juni 1978 pada umur 70 tahun), dalam sumber lain disebutkan meninggal tahun 1976 yang dikenal pula dengan nama A.A. Pandji Tisna, Anak Agung Nyoman Pandji Tisna atau I Gusti Nyoman Pandji Tisna, adalah keturunan ke-11 dari dinasti raja Buleleng di Bali Utara, Anglurah Pandji Sakti. Nama Anak Agung Pandji Tisna dipergunakan sejak tahun 1938, diubah dari nama I Gusti Njoman Pandji Tisna.
Gede Artawan memaparkan, karya-karyanya pada zaman itu mampu memberikan
warna berbeda bagi sastra Indonesia yang didominasi sastra Sumatra. Selain itu,
kata dosen Program Studi Bahasa Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni Universitas
Ganesha ini, ada sastrawan besar Putu Wijaya yang mengakui Buleleng sebagai
kampong halamannya, setelah Tabanan.
Menurut Gede Artawan, sastrawan-sastrawan menghasilkan banyak karya.
”Karena itu, sudah layak Singaraja disebut Kota Sastra, entah kapan sebutan itu
bisa direalisasikan, tetapi pegiat sastra modern terus mengalirkan
karya-karyanya. Dimana selama ini Singaraja dijadikan sebagai barometer denyut
sastra modern,” ujarnya.
Bukan hanya itu, beberapa sastrawan lain masih eksis di Buleleng, di
antaranya Ngurah Adnyana di wilayah Pengastulan, Seririt, Nyoman Nada Sariada
yang kini sudah “melinggih” jadi Pendeta. Ada pula Ketut Syahruwardi Abbas asal
Desa Pegayaman, Kecamatan Sukasada, di samping budayawan I Gede Dharna
(almarhum) juga asal Sukasada dan Agung Brawida sebagai pewaris Anak Agung
Panji Tisna.
Tak ketinggalan I Made Tirthayasa di tahun 1970-an dengan Sanggar Sastra
Puri Tirta yang saat itu lebih akrab dipanggil Cantiryas Boy. Kini dipercaya
menggawangi Seksi Sastra Modern Listibiya Kabupaten Buleleng bersama-sama Gede
Artawan dan Kadek Sonia Piscayanti.
Selain itu, Artawan menambahkan, sastrawan-sastrawan modern yang masih aktif, di antaranya Putu Satria Kusuma asal Kampung Seni Banyuning, Kadek Sonia Piscayanti dengan Komunitas Mahima Pantai Indah, serta sastrawan-sastrawan lain.
”Sementara di Komnunitas Sastra Undiksha, ada Teater Seribu Jendela,
selain Teater Angin Undiksha. Di samping itu juga, ada Made Adnyana Ole yang
terkenal dengan karya-karya yang brilian banyak dalam karya puisi dan
lain-lain,” kata Gede Artawan.
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com