Ingatkan Perjuangan Pahlawan, Upacara Ngenteg Linggih di Anturan Diiringi Drumband - Dewata News

Breaking News

Gold Ads (1170 x 350)

3/23/16

Ingatkan Perjuangan Pahlawan, Upacara Ngenteg Linggih di Anturan Diiringi Drumband

                                   
Buleleng, Dewata News.com —  Tetabuhan drumband mengiringi langkah kaki para veteran yang berjalan sejauh 200 meter dari simpang tiga Desa Anturan, Buleleng menuju kediaman I Made Gina. Iring-iringan veteran bersama kelompok drumband ini merupakan bagian dari upacara ngenteg linggih Pelinggih Cakra Geni yang berada di area pekarangan rumah I Made Gina yang merupakan mantan Perbekel (Kepala Desa) Anturan.

     Pelinggih yang telah ada sejak zaman kolonial ini baru saja dipugar setahun lalu. Di pelinggih itu bersamayam Ida Betara atau Dewa Bagus Cakra Geni dan Dewa Ayu Cakra Geni.

      Di pelinggih ini terdapat sepasang bendera merah putih dan lambang Garuda Pancasila. Jro Ketut Wibawa Putra, pengempon pelinggih itu mengatakan, sejarah keberadaan pelinggih itu tidak lepas dari perjuangan rakyat melawan kolonial Belanda saat zaman sebelum kemerdekaan.

    Dari rangkaian cerita maupun pawisik yang didapatkan, area pelinggih ini ketika itu digunakan para pejuang yang bergerilia berlindung saat berjuang melawan penjajah. Ketika itu pejuang yang berlindung di situ tidak terlihat oleh tentara Belanda, justru sebaliknya pejuang dapat mengetahui keberadaan tentara Belanda.

    ”Kalau pejuang bergerilia sembunyi di sini gak tahu mereka, gak ditemukan, misalnya bergerilia di sana ada Belandanya ketemu di sana,” katanya.

    Pemugaran pelinggih ini bukannya tanpa alasan, pelinggih ini sebelumnya kondisinya sempat tidak terawat selama bertahun-tahun. Saat Jro Wibawa menempuh pendidikan strata dua di sebuah perguruan tinggi di Texas, Amerika Serikat, ia sempat menderita sakit dengan tumbuhnya benjolan di bagian dadanya. Dokter menyarankan pulang, dan sesampainya di rumah, ia mendapatkan pawisik untuk memugar pelinggih itu.

   ”Dulu kakek saya memang menjadi pemangku, dan setelah menelusuri kebenaran dari pawisik itu, banyak hal yang berkesesuaian, seperti lokasinya sempat menjadi markas perjuangan, hingga tempat penyembuhan. Dengan adanya fakta yang berkesesuaian, dan bahkan sempat dikonsultasikan oleh kakak, yang bertugas sebagai tentara, ternyata benar, lokasi pelinggih ini memang sempat digunakan sebagai markas pejuang, tempat persembunyian sekaligus perlindungan para pejuang dari kejaran penjajah,” tuturnya.

   Namun setelah kakeknya tidak lagi menjadi pemangku, pelinggih ini sempat tidak terawat. Bahkan sebagian keluarga sempat berkeinginan untuk memindahkan ke lokasi lain.

    “Ketika itu beliau yang memberi pawisik marah. Beliau yang selama ini tidak dihiraukan, diterlantarkan, atau mungkin ada janji yang tidak dipenuhi, murka karena tidak ada yang menghargai anugrah kemerdekaan Bali dan Indonesia yang telah diperjuangkan dengan darah serta jiwa raga. Bukan pamrih, beliau hanya ingin kemerdekaan dihargai,” jelasnya.

     Seorang pejuang berlogat Bali Selatan sempat memberikan pawisik kepadanya agar saat upacara ngenteg linggih supaya mendatangkan para veteran. Sedangkan iringan tetabuhan drumband karena musik itu identik dengan perjuangan tentara. Pelinggih ini sekaligus juga sebagai monumen perjuangan rakyat melawan penjajah.

    ”Ini bukan hanya seremoni saja, jadi masyarakat harus tahu perjuangan para pahlawan dulu melawan penjajah,” ucapnya. (DN ~ TiR).—

No comments:

Post a Comment

Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.

Terimakasih
www.dewatanews.com