Oleh: Made Tirthayasa
Setiap tanggal 9 Februari jajaran pers di Indonesia, khususnya anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) memperingati ”Kemerdekaan Pers” yang merupakan kelahiran organisasi profesi jurnalis di Kota Solo, tepatnya tanggal 9 Februari 1946.
Seingat penulis, ketika diperingati 57 tahun PWI dan Hari Pers Nasional (HPN) Tahun 2003, PWI Cabang Bali dipercaya menjadi penyelenggara
Hari Ulang Tahun ke-57 PWI dan HPN tanggal 8 -10 Februari 20013 di Kuta, Bali.
Masih dalam ingatan, kegiatan yang dikemas PWI Cabang Bali selama tiga hari di
“kampung turis” Kuta, Bali ini
mengangkat tema ”Meningkatkan Profesionalisme Pers Indonesia dan Gerakan
Nasional Bersatulah Bangsaku”.
Masih dalam suasana bulan
Hari Pers Nasional setelah puncak acara HUT ke-70 PWI yang telah diperingati di
Kota Mataram, Lombok, NTB, dan langsung dihadiri Presiden Jokowi, bulan
Februari 2016 lalu. Maka untuk tingkat Provinsi Bali bagi PWI Bali memperingati
HPN ini dipusatkan di Buleleng, tepatnya di Gedung Kesenian Gde Manik,
Singaraja, pada hari Sabtu, tanggal 26 Maret 2016.
Menyimak dunia pers patut diketahui di era tahun 1920-an sampai tahun
1950-an, bisa dikatakan masa gemilang intelektualitas Buleleng, Bali Utara.
Pada masa tersebut intelektual Buleleng bermunculan dan menerbitkan berbagai
jurnal kebudayaan, Penerbitan tersebut
adalah cikal-bakal pers Bali. Isi
dan pergolakan pemikiran yang termuat dalam jurnal dan majalah tersebut yang
menunjukkan visi kebudayaan mereka sangat reformis dan meloncat jauh ke depan.
Semenjak kepindahan pusat pemerintahan Bali dari Singaraja ke Denpasar.
Meredup pula “kadar intelektualitas Buleleng" (?)
Seiring dengan meredupnya “kadar intelektual” Buleleng, posisi strategis
Gedong Kirtya sebagai pusat kebudayaan sudah terlupakan.
Diabaikan. Buleleng kini lebih riuh dengan urusan kekuasaan yang “sepi
intelektualitas”, Pilkada dan kasak-kusuk politik internal pemerintahan di
Buleleng tampaknya telah menyita perhatian dan menjadi kegandrungan kaum
terpelajar Buleleng.
Kejayaan intelektualitas Buleleng yang pernah terjadi tahun 1920-an
hingga 1950-an hanyalah sebuah romantisme Buleleng.
Untuk diketahui, keberadaan pers di Buleleng tidak bisa dilupakan dari
kiprahnya almarhum Harun Daeng Malino di era 1969-1970an. Melalui Harun Daeng Malino yang pensiunan
Kantor Keuangan terbesar di Singaraja mampu menghimpun para pegiat penulis di
Koran, lebih keren sebaga media cetak maupun tukang foto sebagai fotografer
berita.
Kiprah almarhum yang bertempat tinggal di kawasan Jalan Gunung Agung,
Lingkungan Tegal Sari, Kelurahan Banjar Tegal ini melalui Korps Wartawan
Singaraja (KWS) mampu menjembatani informasi dari pemerintah kepada masyarakat
dan sebaliknya, ketika ”Buleleng Membangun” mengikuti tahapan Repelita yang
digelindingkan pemerintah pusat dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto.
Bupati Hartawan Mataram almarhum di kabupaten belahan Utara ini
mengelindingkan program jali-jali (jalan, listrik dan air) ke seluruh pelosok
desa yang ada di Buleleng. Sudah semestinya masyarakat Buleleng kekinian
menyampaikan rasa salut dan bangga atas kerja keras Bupati Hartawan Mataram dan
yang meresmikan Tugu Singa Ambara Raja di tahun 1970, sebagai lambing kabupaten
Buleleng.
Harun Daeng Malino beserta jajarannya, seperti A.Gafar Makaramah (alm),
Thamrin Makaramah (alm). M. Syabibi (alm) dengan fotografer A.Kadir (alm)
dikenal dengan studio Ridaka, dan Jin Lee, memperkuat media Harian Angkatan
Bersenjata (AB) milik Kodam Udayana. Sementara dua andalan media RRI,
yakni Gede Mardika Wijaya (alm) dan Made Tirthayasa memperkuat media Bali
Post sebagai contributor bersama-sama Putu Mangku (alm) maupun Gede
Sukari (alm) yang keduanya pensiunan Kantor Pendidikan dan Kebudayaan.
Kekuatan pers di Buleleng juga tidak bisa terlepas dari keberadaan wartawan
senior Mahar Effendi (alm) maupun Adi Riyadi (alm).
Setelah mereka almarhum, KWS dilebur menjadi PWI (Persiapan) Buleleng di
era 1977 dengan mendapat dukungan Pemkab Buleleng yang memberikan pinjam pakai
secretariat, berpindah-pindah. Namun Ketua PWI Perwakilan (Persiapan) Made
Tirthayasa didampinggi Ida Putu Karmaya sebagai Sekretaris terus berjuang,
selain ke PWI Pusat melalui PWI Cabang Bali, juga untuk secretariat sebagai
sarana berkumpul para “kuli tinta”. Sebab, untuk menjadikan PWI Perwakilan
Buleleng sudah sangat memenuhi syarat, dengan adanya 5 orang anggota Biasa PWI
dan sebuah media, yakni RRI.
Berawal di gedung bekas gedung PNI di Jalan Dewi Sartika Singaraja
bersama-sama Radio Khusus Pemerintah Daerah (RKPD). Kemudian sempat menempati
bangunan sebelah timur Musem Buleleng, kini gedung PHDI Buleleng.
Selanjutnya sempat menempati sebuah bangunan gedung bersama-sama Mawil
Hansip Buleleng dijadikan sekretariat sebagai Balai Wartawan PWI Perwakilan
(Persiapan) Buleleng hingga resmi dikukuhkan PWI Perwakilan Buleleng.
Melalui nusyawarah kerja PWI Buleleng waktu itu Ketua PWI Cabang Bali,
Djesna Winada waktu itu menetapkan Putu Sudana, karena Tirthayasa ditengarai
sudah dua kali periode memimpin PWI Perwakilan (Persiapan).
Ditangan Sudana almarhum, Balai Wartawan sirna yang kini menjadi Kantor
Kelurahan Banjar Bali, tanpa pengganti untuk gedung sekretariat, hingga
kepemimpinan PWI Perwakilan Buleleng digantikan Nyoman Suasthawan. Bahkan,
dibawah kepemimpinan Suasthawan yang pindah tugas sebagai karyawan RRI
Singaraja ke RRI Makassar menjadikan organisasi profesi ini fakum hamper tiga
tahun. Karena harapan kepada Kepsta RRI Singaraja waktu itu dijabat Bagus Rai
yang notabene Ketua PWI Cabang Bali tidak ada langkah nyata.
Pelantikan Pengurus PWI Kab. Buleleng |
Setelah kepemimpinan PWI Provinsi Bali dijabat Dwikora Putra,
rekonsiliasi ditubuh PWI Buleleng dilaksanakan, dan melalui Rakerkab PWI
Buleleng menetapkan Putu Ngurah Aswibawan sebagai Ketua didampingi Ketut
Wiratmaja selaku Sekretaris.
Penulis selaku Penasehat PWI Kabupaten Buleleng sangat menaruh harapan
terhadap organisasi profesi kewartawanan yang diatur oleh Peraturan Dasar
Peraturan Rumah Tangga dan Kode Etik Jurnalistik PWI dibawah Undang-Undang
Pokok Pers No.40 Tahun 1999.
Dengan segala peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, ke dalam
agar PWI Kabupaten Buleleng khususnya menegakkan ketaatan wartawan pada Kode
Etik Jurnalistik serta menjaga citra, kredibilitas dan integritas wartawan dan
PWI. Artinya, persoalan pribadi yang mungkin ada jangan dibawa dalam tubuh
organisasi sebagai suatu lembaga yang mengemban tugas profesionalisme.
Dengan memupuk kesadaran dan komitmen wartawan Indonesia untuk lebih
berperan serta di dalam pembangunan bangsa dan Negara, khususnya Kabupaten
Buleleng, Bali. Astungkara ~ rahayu ~
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com