Buleleng, Dewata News.com - Perayaan rahina jagat Galungan dan Kuningan datang dan tiba setiap enam bulan sekali yang diselenggarakan oleh umat Hindu di Bali khususnya. Karena itu, perlu dan penting serta wajib diketahui ada 16 rentetan hari raya Galungan, di antaranya :
1. TUMPEK WARIGA
Jatuh pada hari Saniscara, Kliwon, Wuku Wariga, atau 25 hari sebelum
Galungan. Upacara ngerasakin dan ngatagin dilaksanakan untuk memuja
Bhatara Sangkara, manifestasi Hyang Widhi, memohon kesuburan tanaman
yang berguna bagi kehidupan manusia.
2. ANGGARA KASIH JULUNGWANGI
Hari Anggara, Kliwon, Wuku Julungwangi atau 15 hari sebelum Galungan.
Upacara memberi lelabaan kepada watek Butha dengan mecaru alit di
Sanggah pamerajan dan Pura, serta mengadakan pembersihan area menjelang
tibanya hari Galungan.
3. BUDA PON SUNGSANG
Hari Buda, Pon, Wuku Sungsang atau 7 hari sebelum Galungan. Disebut pula
sebagai hari Sugian Pengenten yaitu mulainya Nguncal Balung. Nguncal
artinya melepas atau membuang, balung artinya tulang; secara filosofis
berarti melepas atau membuang segala kekuatan yang bersifat negatif
(adharma).
Oleh karena itu disebut juga sebagai Sugian Pengenten, artinya ngentenin
(mengingatkan) agar manusia selalu waspada pada godaan-godaan adharma.
Pada masa nguncal balung yang berlangsung selama 42 hari (sampai Buda
Kliwon Paang) adalah dewasa tidak baik untuk: membangun rumah, tempat
suci, membeli ternak peliharaan, dan pawiwahan.
4. SUGIAN JAWA
Hari Wraspati, Wage, Wuku Sungsang, atau 6 hari sebelum Galungan. Memuja
Hyang Widhi di Pura, Sanggah Pamerajan dengan Banten pereresik,
punjung, canang burat wangi, canang raka, memohon kesucian dan
kelestarian Bhuwana Agung (alam semesta).
5. SUGIAN BALI
Hari Sukra, Kliwon, Wuku Sungsang, atau 5 hari sebelum Galungan. Memuja
Hyang Widhi di Pura, Sanggah Pamerajan dengan Banten pereresik, punjung,
canang burat wangi, canang raka, memohon kesucian, dan keselamatan
Bhuwana Alit (diri sendiri).
6. PENYEKEBAN
Hari Redite, Paing, Wuku Dungulan, atau 3 hari sebelum Galungan.
Turunnya Sang Bhuta Galungan yang menggoda manusia untuk berbuat
adharma. Galung dalam Bahasa Kawi artinya perang; Bhuta Galungan adalah
sifat manusia yang ingin berperang atau berkelahi.
Manusia agar menguatkan diri dengan memuja Bhatara Siwa agar dijauhkan
dari sifat yang tidak baik itu. Secara simbolis Ibu-ibu memeram
buah-buahan dan membuat tape artinya nyekeb (mengungkung/ menguatkan
diri).
7. PENYAJAAN
Hari Soma, Pon, Wuku Dungulan, atau 2 hari sebelum Galungan. Turunnya
Sang Bhuta Dungulan yang menggoda manusia lebih kuat lagi untuk berbuat
adharma. Dungul dalam Bahasa Kawi artinya takluk; Bhuta Dungulan adalah
sifat manusia yang ingin menaklukkan sesama atau sifat ingin menang.
Manusia agar lebih menguatkan diri memuja Bhatara Siwa agar terhindar
dari sifat buruk itu. Secara simbolis membuat jaja artinya nyajaang
(bersungguh-sungguh membuang sifat dungul).
8. PENAMPAHAN
Hari Anggara, Wage, Wuku Dungulan, atau 1 hari sebelum Galungan.
Turunnya Sang Bhuta Amangkurat yang menggoda manusia lebih-lebih kuat
lagi untuk berbuat adharma. Amangkurat dalam Bahasa Kawi artinya
berkuasa. Bhuta Amangkurat adalah sifat manusia yang ingin berkuasa.
Manusia agar menuntaskan melawan godaan ini dengan memuja Bhatara Siwa
serta mengalahkan kekuatan Sang Bhuta Tiga (Bhuta Galungan, Bhuta
Dungulan, dan Bhuta Amangkurat).
Secara simbolis memotong babi “nampah celeng” artinya “nampa” atau
bersiap menerima kedatangan Sanghyang Dharma. Babi dikenal sebagai
simbol tamas (malas) sehingga membunuh babi juga dapat diartikan sebagai
menghilangkan sifat-sifat malas manusia.
Sore hari ditancapkanlah penjor lengkap dengan sarana banten pejati yang
mengandung simbol “nyujatiang kayun” dan memuja Hyang Maha Meru (bentuk
bambu yang melengkung) atas anugerah-Nya berupa kekuatan dharma yang
dituangkan dalam Catur Weda di mana masing-masing Weda disimbolkan dalam
hiasan penjor sebagai berikut:
lamak simbol Reg Weda,
bakang-bakang simbol Atarwa Weda,
tamiang simbol Sama Weda, dan
sampian simbol Yayur Weda.
Di samping itu penjor juga simbol ucapan terima kasih ke hadapan Hyang
Widhi karena sudah dianugerahi kecukupan sandang pangan yang disimbolkan
dengan menggantungkan beraneka buah-buahan, umbi-umbian, jajan, dan
kain putih kuning.
Pada sandyakala segenap keluarga mabeakala, yaitu upacara pensucian diri untuk menyambut hari raya Galungan.
9. GALUNGAN
Hari Buda, Kliwon, Wuku Dungulan, merupakan perayaan kemenangan manusia
melawan bentuk-bentuk adharma terutama yang ada pada dirinya sendiri.
Bhatara-Bhatari turun dari Kahyangan memberkati umat manusia.
Persembahyangan di Pura, Sanggah Pamerajan bertujuan mengucapkan terima
kasih kepada Hyang Widhi atas anugrah-Nya itu.
10. MANIS GALUNGAN
Hari Wraspati, Umanis, Wuku Dungulan, 1 hari setelah Galungan,
melaksanakan Dharma Santi berupa kunjungan ke keluarga dan kerabat untuk
mengucapkan syukur atas kemenangan dharma dan mohon maaf atas
kesalahan-kesalahan di masa lalu.
Malam harinya mulai melakukan persembahyangan memuja Dewata Nawa Sangga,
mohon agar kemenangan dharma dapat dipertahankan pada diri kita
seterusnya.
Pemujaan di malam hari selama sembilan malam sejak hari Manis Galungan
sampai hari Penampahan Kuningan disebut sebagai persembahyangan Nawa
Ratri (nawa = sembilan, ratri = malam) dimulai berturut-turut memuja
Bhatara-Bhatara: Iswara, Mahesora, Brahma, Rudra, Mahadewa, Sangkara,
Wisnu, Sambu, dan Tri Purusa (Siwa-Sada Siwa-Parama Siwa).
11. PEMARIDAN GURU
Hari Saniscara, Pon, Wuku Dungulan, 3 hari setelah Galungan merupakan
hari terakhir Wuku Dungulan meneruskan persembahyangan memuja Dewata
Nawa Sangga khususnya Bhatara Brahma.
12. ULIHAN
Hari Redite, Wage, Wuku Kuningan, 4 hari setelah Galungan,
Bhatara-Bhatari kembali ke Kahyangan, persembahyangan di Pura atau
Sanggah Pamerajan bertujuan mengucapkan terima kasih atas wara
nugraha-Nya.
13. PEMACEKAN AGUNG
Hari Soma, Kliwon, Wuku Kuningan, 5 hari setelah Galungan. Melakukan
persembahan sajen (caru) kepada para Bhuta agar tidak mengganggu manusia
sehingga Trihitakarana dapat terwujud.
14. PENAMPAHAN KUNINGAN
Hari Sukra, Wage, Wuku Kuningan, 9 hari setelah Galungan. Manusia
bersiap nampa (menyongsong) hari raya Kuningan. Malam harinya
persembahyangan terakhir dalam urutan Dewata Nawa Sanga, yaitu pemujaan
kepada Sanghyang Tri Purusha (Sisa, Sada Siwa, Parama Siwa).
15. KUNINGAN
Hari Saniscara, Kliwon, Wuku Kuningan, 10 hari setelah Galungan. Para Bhatara-Bhatari turun dari Kahyangan sampai tengah hari.
Manusia mengucapkan terima kasih kepada Hyang Widhi atas wara nugrahanya
berupa kekuatan dharma serta mohon agar kita senantiasa dihindarkan
dari perbuatan-perbuatan adharma.
Secara simbolis membuat sesajen dengan nasi kuning sebagai pemberitahuan
(nguningang) kepada para preti sentana agar mereka mengikuti jejak
leluhurnya merayakan rangkaian hari raya Galungan – Kuningan.
Selain itu menggantungkan “tamiang” di Palinggih-palinggih sebagai tameng atau perisai terhadap serangan kekuatan adharma.
16. PEGAT UWAKAN
Hari Buda, Kliwon, Wuku Paang, satu bulan atau 35 hari setelah Galungan,
merupakan hari terakhir dari rangkaian Galungan. Pegat artinya
berpisah, dan uwak artinya kelalaian. Jadi pegat uwakan artinya jangan
lalai melaksanakan dharma dalam kehidupan seterusnya setelah Galungan.
Berata-berata nguncal balung berakhir, dan selanjutnya roda kehidupan
terlaksana sebagaimana biasa. (DN ~ net).
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com