Kronologis ”Mark Up” Lahan Undiksha Tersirat di Pengadilan Tipikor - Dewata News

Breaking News

Gold Ads (1170 x 350)

1/3/16

Kronologis ”Mark Up” Lahan Undiksha Tersirat di Pengadilan Tipikor

Foto (c) by : BP

Denpasar, Dewata News.com  Kronologis terjadinya dugaan mark up pengadaan tanah Gedung Fakultas Olahraga dan Kesehatan (FOK), Gelanggang Olahraga (GOR) dan Asrama mahasiswa Undiksha, kampus Jinengdalem terekam jelas ketika dibacakan dakwaan JPU  Wayan Suardi di Pengadilan Tipikor, Denpasar di penghujung tahun 2015 lalu (29/12).

    Dari lima orang yang ditetapkan sebagai terdakwa dalam kasus dugaan mark up pengadaan tanah Undiksha, kampus Jinengdalem itu, dua orang mulai diadili, yakni Nyoman Mustiara (diduga makelar) dan I Wayan Suarsa (Pejabat Pembuat Komitmen).

    Dalam dakwaan JPU Wayan Suardi dkk., yang dibacakan didepan majelis hakim pimpinan Dewa Suardhita dengan hakim anggota Sumali dan Wayan Sukanila, atas perbuatan terdakwa, negara dirugikan hingga Rp3,7 miliar.

    Dakwaan jaksa dari Kejati Bali, disebutkan Mustiara bersama Wayan Suarsa, serta saksi Dewa Komang Indra, saksi Nengah Rawa, saksi I Gusti Putu Sugiwinatha (terdakwa dalam berkas terpisah) diduga telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keungan negara dalam pengadaan tanah untuk pembanguna kampus Fakultas Olahraga dan Kesehatan  (FOK) Undiksha tahun 2010, dengan lokasi di Desa Jinengdalem, Buleleng.

   Perbuatan terdakwa berawal dari rencana induk pengembangan Undiksha tahun 2006 sampai 2011 yang draf proposalnya disusun bagian perencanaan, yaitu I Gusti Putu Sugiwinata (berkas terpisah).

   Selanjutnya dilakukan rapat untuk mengajukan DIPA 2010 yang akhirnya memutuskan lokasi pembangunan kampus di Desa Jinengdalem. Atas rapat itu, saksi Prof. Sudiana membentuk tim pengadaan dengan susunan, penanggung jawab Prof Sudiana, wakil Nyoman Jampel dan Prof Seken, Ketua I Wayan Suarsa, dengan anggota Ketut Suma, Wayan Rai, IB. Emartha, Ketut Suanjaya, IGB Semadi Putra dan Made Arnawa.

   Wayan Suarsa selanjutnya diutus melakukan pengecekan lokasi dan menemui tersangka Nengah Nawa yang kemudian Nengah Nawa selaku Kepala Desa Jinengdalem mengeluarkan surat yang menyatakan, bahwa tanah kaplingan di Dusun Tingkih, Jinengdalem dengan harga Rp20 juta per are.

   Nengah Nawa kembali membuat surat keterangan yang isinya menerangkan bahwa sertifikat hak milik nomor 01, 122, 162,165,215,216, 276, 277, 278, 420 tidak sedang bermasalah dan harga di lokasi tersebut per arenya Rp20 juta. Atas keterangan itu, dibuatkan surat usulan dengan melampirkan surat Kepala Desa Jinengdalem yang kemudian surat usulan itu ditujukan ke Dirjen Dikti Kemendikbud untuk pengadaan lahan dengan nilai Rp20 juta per are.

   Turunlah surat dari Sekjen Kemendiknas yang ditandatangani oleh Prof Dr. Dodi Nandika untuk menjelaskan permohonan usul revisi DIPA penambahan pagu PNBP Universitas Undiksha tahun 2010 sebesar Rp7,2 milyar dari dana semula Rp41 miliar lebih, sehingga total Rp48 miliar lebih. Dengan perincian, Rp186 juta akan digunakan untuk pelayanan publik, Rp7,7 milyar lebih untuk pengadaan tanah dengan luas tanah keseluruhan 34.210 meter persegi.

    Masih dalam dakwaan jaksa, selanjutnya Prof Sudiana menyurati Bupati Buleleng untuk permohonan penetapan lokasi lahan. Tanah tersebut dimiliki oleh Prof Dr. I Nyoman Sutawan tiga lokasi, Ketut Sulatri dua lokasi, Made Arianta satu lokasi, Nengah Nawa dua lokasi, Ketut Widiasa, Kadek Yoni, Nyoman Sangka masing-masing satu lokasi. Total keseluruan 52,840 meter persegi.

   Terdakwa Suarsa dalam pengadaan tanah tidak mengadakan pendekatan kepada pemilik langsung, melainkan ke terdakwa Mustiara dan saksi Dewa Komang Indra, dan tidak juga membentuk tim survei lokasi dan tim teknis pelaksanaan negosiasi. Namun langsung dinyatakan sudah terlaksana pengadaan lahan sebagaimana laporan dari PPK, I Made Wirnata.

   Selidik kali selidik, pengadaan lahan ini rata-rata baru di beli oleh pemilik dan bahkan salah satu pembeli Kadek Yoni sedang melakukan proses balik nama tertanggal 16 Desember 2010, yang kemudian tanah tersebut dijual ke kampus Undiksha termasuk terdakwa Mustiara sebagai pemilik empat bidang lahan seluas 23.310 meter persegi yang di beli dari saksi Budiarsana dan baru dibalik nama tanggal 15 Desember 2010. Atas perbuatan itulah Mustiara dan Suarsa dituding telah merugikan keuangan negara Rp3,7 miliar. (DN ~ PB).—

No comments:

Post a Comment

Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.

Terimakasih
www.dewatanews.com