Seni tari Wayang Wong Sakral ketika pentas di Pura Maksan Tejakula |
Topeng merupakan salah satu bentuk ekspresi paling tua yang pernah diciptakan manusia. Di Nusantara, sebagian besar suku dan etnis memiliki seni topeng, baik seni dalam bentuk seni rupa atau seni kriya (penciptaan topeng itu sendiri) atau seni topeng dalam bentuk tari atau seni pertunjukan. Di Bali, topeng yang biasa disebut tapel, hingga kini tetap diusung sebagai sebuah bentuk ekspresi manusia secara niskala maupun sekala, baik dalam bidang seni rupa maupun seni pertunjukkan.
Di Bali terdapat sejumlah bentuk seni pertunjukan yang menggunakan
topeng sebagai sarana utama. Misalnya seni Barong-Rangda, Topeng Pajegan,
Topeng Panca, Prembon, dan Wayang Wong.
Seperti juga kabupaten lain di Bali, Kabupaten Buleleng juga tremasuk
salah satu wilayah penting dalam sejarah perkembangan topeng di Bali. Sebutlah
Desa Tejakula di Kecamatan Tejakula bagian timur Kabupaten Buleleng. Di situ
terdapat sekitar 180 topeng atau tapel yang biasa digunakan oleh seka Wayang
Wong di desa itu untuk memainkan kisah-kisah Ramayana. Jumlah itu belum
termasuk topeng duplikat yang digunakan untuk memainkan Wayang Wong pada arena
yang lebih sekular.
Sebagai seni pertunjukkan yang telanjur
dianggap klasik, tradisional, magis dan sakral, wayang wong seakan-akan tak
bisa dimodifikasi menjadi seni modern yang lebih cair dan menghibur.
Wayang
Wong pada dasarnya adalah seni pertunjukan topeng dan perwayangan dengan
pelaku-pelaku manusia atau orang (wong). Dalam membawakan tokoh-tokoh yang
dimainkan, semua penari berdialog, semua tokoh utama memakai bahasa Kawi
sedangkan para punakawan memakai bahasa Bali. Pada beberapa bagian pertunjukan,
para penari juga menyanyi dengan menampilkan bait - bait penting dari Kakawin.
Di Bali ada dua Jenis Wayang Wong, yaitu Wayang Wong Ramayana, dan
Wayang Wong Parwa. Wayang Wong Ramayana kemudian disebut Wayang Wong saja,
ialah dramatari perwayangan yang hanya mengambil lakon dari wira carita
Ramayana. Hampir semua penari mengenakan topeng. Diiringi dengan gamelan Batel
Wayang yang berlaras Slendro.
Pada tahun 2011 Wayang Wong Tejakula pernah mendapatkan perhatian dari
perwakilan 56 negara yang tergabung dalam International Mask Arts And Culture
Organization [ IMACO ]. Du-Hyun Kwon dan Hwang Zoo Hwa, dua dari sekian banyak
tokoh penting dari Korea yang menjadi penggagas festival topeng internasional
itu, pernah datang ke Buleleng menjadi tuan rumah festival bertaraf dunia.
Topeng dari tokoh pihak Rama terdapat Laksamana, Wibisana, Sugriwa,
Subali, Anggada, Susena, Nila, Nala, Gawa, Gawaksa. Tentu saja juga dua
punakawan, Tualen dan Wana (di Bali selatan disebut Merdah).
Di pihak Rahwana terdapat
Kumbakarna, Prasta, Akempana, Meganada, Surpenaka, Pregasa dan lain-lain dengan
punakawan Delem dan Sangut. Juga terdapat topeng babi, gajah, dan topeng hewan
lain termasuk topeng kera.
Diantara topeng itu juga terdapat Tapel Rangda dengan bentuk yang agak
berbeda dengan Bali selatan. Jika di Bali selatan, Rangda memiliki empat taring
dibagian atas dan bawah. Rangda di Tejakula memiliki dua taring dibagian bawah
saja. Rangda biasanya dipentaskan dalam tarian Wayang Wong ketika memainkan
lakon " Katundung Anggada" atau Anggada diusir. Dimana Anggada sempat
bertemu Durga. Dan Durga itu yang menggunakan Tapel Rangda.
Gaya dan gerakan penari Wayang Wong Tejakula sangat berbeda dengan
Wayang Wong di kabupaten lain. Misalnya tokoh kera saat bergerak biasa
menggunakan langkah Nyigcig atau
menjijit.
Wayang Wong juga sering dipentaskan setiap ada pentas seni di Tejakula,
pada acara PKB atau Pesta Kesenian Bali yang digelar di Art Centre, juga pernah
pentas di luar negeri maupun di dalam negeri.
Sebenarnya di Tejakula ada dua jenis Wayang Wong yaitu Wayang Wong sakral
dan Wayang Wong seremonial. Wayang Wong sakral tidak boleh dipentaskan di luar
negeri atau di luar ritual keagamaan apalagi dengan sistem mendapatkan uang.
Wayang Wong sakral hanya digelar setiap ada ritual keagamaan di pura
khususnya Tejakula. Sementara Wayang Wong seremonial diperbolehkan pentas di
luar ritual keagamaan. Dan memakai topeng atau Tapel yang khusus dipergunakan
untuk pentas di Pura. Tapi untuk pentas di luar ritual keagamaan, bukan memakai
topeng atau Tapel dari pura.
Hal itu juga diakui Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar)
Kabupaten Buleleng Gede Suyasa ketika ditemui di ruang kerjanya, Kamis (17/12).
Khusus Wayang Wong sakral memang
tidak diperbolehkan pentas di luar upacara ritual keagamaan. Sementara Wayang
Wong yang dipentaskan di luar ritual keagamaan, apalagi dengan system mendapatkan
uang tidak menggunakan topeng atau tapel dari Pura.
Mantan Kepala Bappeda dan Kabag Humas serta Kadis Pendidikan Buleleng
asal Tejakula ini mengatakan, Wayang Wong Tejakula bersama-sama Seni Tari
Gambuh dari Gianyar, bulan Oktober 2016 mendatang akan pentas di luar negeri.
Berdasarkan hasil sidang ke-10 di Windhoek, Namibia, Komite Warisan
Budaya Tak Benda UNESCO menetapkan sembilan tari asal Bali, Indonesia sebagai
Warisan Budaya Tak Benda UNESCO.
Kesembilan tarian tradisional tersebut adalah
Rejang, Sanghyang Dadari, dan Baris Upacara yang digolongkan sebagai tarian
sakral; Topeng Sidhakarya, Sendratari Gambuh, dan Sendratari Wayang Wong yang
digolongkan sebagai tarian semi-sakral, serta tari Legong Kraton, Joged
Bumbung, dan Barong Ket Kuntisraya yang digolongkan sebagai tarian hiburan.
Inskripsi tiga genre tari tradisi di Bali yang terdiri dari sembilan
tarian Bali ke dalam daftar Warisan Budaya Takbenda UNESCO merupakan bentuk
pengakuan dunia internasional terhadap arti penting tarian tersebut. Diharapkan
inskipsi tersebut juga meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia akan
nilai-nilai luhur tarian Bali serta semangat untuk melestarikannya di masa
mendatang.
Dengan inskripsi tari tradisi Bali tersebut, maka Indonesia telah
memiliki tujuh elemen budaya dalam Daftar Warisan Budaya Takbenda UNESCO. Enam
elemen yang telah terdaftar sebelumnya adalah Wayang (2008), Keris (2008),
Batik (2009), Angklung (2010), Tari Saman (2011), dan Noken Papua (2012). Serta
Satu program Pendidikan dan Pelatihan tentang Batik (2009).
Komite Warisan Budaya Tak Benda UNESCO mengadakan sidang pada tanggal 30
November - 4 Desember 2015 di Windhoek, Namibia. Dalam sidang tersebut, 24
negara anggota Komite membahas enam nominasi untuk kategori "List of
Intangible Cultural Heritage in Need of Urgent Safeguarding", serta 34
nominasi untuk kategori "Representative List of the Intangible Cultural
Heritage of Humanity".
Bersama dengan Tari Tradisi Bali yang masuk dalam kategori
"Representative List of the Intangible Cultural Heritage of
Humanity", diinskripsi juga antara lain, Festival Api Musim Panas dari
Andorra, Spanyol, dan Prancis; Seni Menunggang Kuda Tradisional dari Austria;
Seni Kerajinan Tembaga dari Azerbaijan; Musik Tradisional Marimba dari Kolombia
dan Ekuador; serta Seni Pembuatan Kimchi dari Korea Utara.
Dan Wayang Wong Tejakula termasuk kedalam salah satu dari kesembilan
tari Bali dimaksud.
Made
Tirthayasa.—
Dari
berbagai sumber
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com