Denpasar, Dewata News. Com - Kemampuan untuk melakukan sensor internal terhadap program siaran oleh lembaga penyiaran di Bali dinilai masih rendah. Buktinya masih banyak terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh lembaga penyiaran. Sebagai contoh sederhana yang paling sering dijumpai pada siaran TV adalah adegan merokok. Rokok diperlihatkan tanpa adanya sensor, dengan pengambilan gambar jarang dekat. Padahal seharusnya tampilan rokok atau orang yang merokok harusnya di samarkan (blur). Penilaian tersebut disampaikan Komisioner KPID Bali I Nengah Muliarta saat menerima kunjungan siswa-siswi SMUN 3 Denpasar di kantor KPID Bali (7/12).
Menurut Muliarta, sesor internal di lembaga penyiaran rendah seakan lembaga penyiaran tersebut tidak memiliki kemampuan melakukan sensor internal. Walaupun mendapatkan sanksi berupa teguran dari KPID Bali namun tetap kesalahan yang sama masih terulang. Apalagi KPID Bali telah beberapa kali melasangkan surat teguran kepada lembaga penyiaran terkait program siaran yang menampilkan adegan merokok. Kasus yang sama kembali terulang, terakhir adalah klip lagu Bali yang menampilkan adegan merokok disiarkan begitu saja tanpa adanya sensor.
“harusnya lembaga penyiaran sudah tahu, mana yang harus di sensor mana yang tidak, tapi mengapa ini berulang. Ini artinya sensor internalnya lemah” kata Muliarta.
Muliarta memaparkan ketika sebuah lembaga penyiaran mengajukan ijin atau melakukan perpanjangan ijin maka lembaga penyiaran akan menandatangani penyataan kepatuhan pada pedoman prilaku siaran (P3) dan Standar program siaran (SPS). Dalam pedoman P3 dan SPS ada kewajiban bagi lembaga penyiaran melakukan sensor internal sebelum menayangkan program siarannya. Sensor internal bertujuan agar masyarakat mendapatkan kualitas siaran yang baik, sehat dan mendidik.
“sudah menandatangani pernyataan masak kesalahan berulang, ini harus ada koreksi dari lembaga penyiaran” tegas mantan wartawan radio VOA itu.
Muliarta menegaskan P3 dan SPS harus dijadikan pedoman oleh lembaga penyiaran jika masih ingin tetap melakukan siaran di Bali. Jika tidak dijadikan pedoman dan masyarakat complain, maka kedepanya akan menjadi catatan dan evaluasi bagi KPI dalam memberikan rekomendasi perpanjangan ijin. Mengingat lembaga penyiaran mempunyai batas waktu penggunaan ijin dan harus melakukan perpanjangan ijin secara periodic. Lembaga penyiaran radio harus melakukan perpanjangan ijin setiap 5 tahun sekali. Sedangkan lembaga penyiaran TV harus melakukan evaluasi perpanjangan ijin setiap 10 tahun sekali.
Muliarta menyebutkan rendahnya kemampuan sensor internal yang dilakukan lembaga penyiaran, bias jadi salah satunya disebabkan oleh rendahnya kemampuan pemahaman terhadap P3 dan SPS. Harus diakui tidak semua orang yang bekerja di lembaga penyiaran mengetahui P3 dan SPS. Padahal sebagai pedoman dasar pekerja penyiaran harus tahu isi P3 dan SPS.
“kalau sampai tidak mengetahui apa itu P3 dan SPS berarti soft skillnya rendah, jadi kualitas siaran juga rendah” papar Muliarta.
Muliarta berharap harusnya kesalahan berupa penayangan adegan merokok, kekerasan dan pornografi dalam siaran tidak berulang-ulang. Apalagi itu menyangkut etika-etika umum. Belum lagi jika dikaitkan dengan peraturan daerah, dimana Bali telah memiliki peraturan daerah terkait kawasan tanpa rokok. Pelanggaran-pelanggaran yang terjadi semestinya menjadi bahan evaluasi bagi lembaga penyiaran untuk memberikan pelatihan dan pemahaman bagi pekerjanya mengenai pentingnya P3 dan SPS.
Muliarta mengakui hingga kini masih ada pemahaman yang salah di lembaga penyiaran, seperti pemikiran film kartun adalah tontonan anak. Padahal belum tentu semua film kartun cocok dan dibuat untuk tayangan anak-anak. Sehingga tidak jarang ditemui kartun yang disiarkan oleh lembaga penyiaran mengandung unsur kekerasan. Jika lembaga penyiaran melakukan sensor internal pasti kartun yang mengandung unsur adegan kekerasan tidak akan tayang. Kasus-kasus yang terjadi menjadi bukti lemahnya sensor internal di lembaga penyiaran.
Terkait kunjungan Siswa SMUN 3 Denpasar, Muliarta berharap para siswa dapat menjadi duta-duta penyiaran yang membantu KPI dalam melakukan literasi media. Dimana Literasi media lebih pada kemampuan untuk memilih dan memilah tayangan siaran yang mendidik, sehat dan berkualitas. Apalagi besar kemungkinan para siswa akan menjadi pekerja di lembaga penyiaran nantinya.
Sementara Guru sekaligus ketua rombongan SMUN 3 Denpasar Ni Putu Rusanti, SP.d menyampaikan kunjungan yang dilakukan ke KPID Bali pada dasarnya bertujuan untuk mengajak siswa mengenal fungsi dan tugas KPI. Para siswa juga diajak memahami peraturan terkait dunia penyiaran dan permasalahan dunia penyiaran di Bali.
“ ini bagian dari aplikasi pembelajaran, dimana siswa diajak belajar di luar sekolah” kata Putu Rusanti.
Selain untuk mengetahui fungsi dan tugas KPI, kunjungan juga lebih dititik beratkan pada pemahaman terkait text berita. Mengingat selama ini siswa banyak menonton dan mendengarkan berita melalui lembaga penyiaran, namun belum memahami aturan yang terkait pemberitaan di lembaga penyiaran.
“kami juga mengajak siswa untuk melihat aturan pemberitaan di lembaga penyiaran, agar mereka punya perbandingan dengan media cetak” tambah Rusanti. (DN - *)
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com