Denpasar, Dewata News. Com - Penjualan dan pengedaran minuman beralkohol di Bali sangat erat kaitannya dengan aktivitas kepariwisataan di Bali serta adat budaya masyarakat Bali, khususnya untuk kepentingan upacara keagamaan yang sering disebut dengan tetabuhan yaitu semacam persembahan kepada butha kala. Hal tersebut diungkapkan Gubernur Bali Made Mangku Pastika dalam sambutannya yang dibacakan oleh Wakil Gubernur Bali Ketut Sudikerta saat menerima Kunjungan Kerja Spesifik Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang – Undang (RUU) Larangan Minuman Beralkohol di Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali, Denpasar, Senin (7/12).
Dijelaskan Pastika di Bali sendiri terdapat 25 pabrik minuman beralkohol dengan kapasitas terpasang yang diijinkan sebanyak 11.227.216 liter/tahun sesuai dengan Perpres Nomor 74 Tahun 2013 tentang pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol. Sementara jumlah kebutuhan minuman beralkohol sangat tergantung dari jumlah kunjungan wisatawan. Dan untuk keperluan upacara keagamaan lebih banyak di dukung dari produksi minuman beralkohol tradisional yang sentranya sebagian besar berada di Karangasem yang tersebar di beberapa desa.
Produksi minuman beralkohol tradisional tersebut dilaksanakan oleh masyarakat secara turun – temurun dan menjadi mata pencaharian setempat yang erasal dari sumber daya alam setempat. Oleh karena itu, jika minuman beralkohol tradisional tersebut juga turut dilarang, hal tersebut ditakutkan akan menghilangkan mata pencaharian masyarakat yang selama ini telah dilaksanakan secara turun – temurun. Lebih lanjut disampaikan Pastika, sesungguhnya minuman beralkohol tersebut adalah suatu produk yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat oleh karena itu perlu pengaturan produksi yang tepat sesuai dengan kebutuhan serta pengawasan yang diharapkan diwenangkan kepada pemerintah daerah yang paling dekat dengan masyarakat setempat, dengan melibatkan tokoh agama, tokoh masyarakat dan lembaga adat setempat.
Sementara itu Pimpinan Pansus I Gusti Agung Ray Wirajaya yang dalam kesempatan tersebut bersama dengan 9 orang anggota pansus lainnya menyatakan bahwa kedatangan pansus ke Provinsi bali yakni dalam rangka mencari dan menampung aspirasi serta masukan tentang Rancangan Undang – Undang Larangan Minuman Beralkohol tersebut. Ia menyatakan terdapat 2 provinsi lain yang saat ini sedang dikunjungi dengan tujuan yangsama yakni Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara.
Wirajaya menambahkan bahwa mengkonsumsi minuman beralkohol tersebut bukan merupakan tradisi masyarakat Indonesia terlebih lagi dampak yang ditimbulkan dari segi kesehatan dan sosial sangat merugikan. Namun disisi lain di beberapa dearah tertentu seperti di Bali, mengkonsumsi minuman beralkohol adalah hal biasa dalam kehidupan sehari – hari. Minuman beralkohol tradisional tersebut seringkali dikonsumsi sebagai bagian dari upacara ritual dalam adat budaya, atau bahkan menjadi minuman unutk menjaga stamina dan bahkan ada daerah yang menjadikan minuman beralkohol sebagai salah satu daya tarik wisata di kawasan pariwisata. Oleh karena itu, sudah menjadi tanggung jawab pemerintah untuk mengeluarkan undang – undang yang mengatur, mengendalikan dan mengawasi peredaran minuman beralkohol tersebut.
Dalam kunjungan tersebut juga dilakukan diskusi dengan para undangan, diantaranya Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Endang Widowati menyatakan bahwa minuman beralkohol memang menimbulkan kerugian tetapi minuman beralkohol tersebut akan memberikan manfaat asalkan tidak melebihi dosis. Ia menambahkan bahwa sesungguhnya tidak ada agama yang menganjurkan untuk meminum minuman beralkohol, namun dalam kondisi saat ini, ia menginginkan agar RUU tersebut dipertimbangkan lagi mengingat akan banyak memberikan kerugian bagi masyarakat seperti hilangnya mata pencaharian. Widowati juga menyarankan agar minuman beralkohol yang harus dilarang adalah minuman beralkohol oplosan yang sudah jelas sangat membahayakan sesuai dengan pengawasan yang telah dilakukan oleh BPOM.
Senada dengan Widowati, Ketua Prodi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Made Adi Wirawan menyatakan bahwa saat ini telah banyak penelitian yang telah diterbitkan dalam jurnal dunia yang menyatakan bahwa minuman beralkohol tersebut akan memberikan manfaat jika diminum secara moderat. Moderat tersebut dalam artian sebagai porsi yang dianjurkan dan dalam jangka waktu tertentu yang telah dianjurkan. Ia juga menambahkan bahwa dalam RUU tersebut agar ditambahkan siapa saja yang boleh meminum minuman alkohol tersebut dan juga siapa saja yang boleh menjualnya sehingga masyarakat menjadi jelas dan mengerti. Ia juga menyarankan kepada industri minuman beralkohol tradisional agar dilakukan pendampingan saat memproduksi agar tidak terjadi kesalahan produksi yang nantinya dapat berakibat sangat fatal.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Ketua Assosiasi Distributor Minuman Alkohol (ADMA) Bali Frendy Karmawan yang menyatakan jika minuman beralkohol tersebut dilarang, ditakutkan Bali akan dipenuhi oleh barang – barang impor yang akan dijual secara diam – diam di pasar gelap/black market yang nantinya akan menimbulkan masalah yang lebih rumit dan susah ditanggulangi. Dan secara umum para peserta diskusi juga menyarankan agar judul dari RUU tersebut diubah dari larangan menjadi Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol. (DN - HuM)
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com