Gedong Kirtya Wisata Sejarah |
Gedong Kirtya merupakan satu-satunya Museum Lontar di Bali, bahkan di Dunia yang dibangun tahun 1928 oleh cendekiawan asal Belanda.
Pentingnya historis yang dimiliki ini, pengelola Museum Lontar Gedung
Kirtya, Buleleng, Bali berkeinginan untuk memiliki ruangan kedap suara dan
kedap udara sebagai tempat penyimpanan lontar. Namun keinginan ini masih belum
dapat terpenuhi.
”Ruangan ini diperlukan agar lontar yang tersimpan tidak mudah rusak
karena keteraturan suhu,” kata Kepala UPTD Gedong Kirtya, Putu Gede Wiriasa di
Singaraja, Sabtu (05/12)..
Ia mengungkapkan, belum terpenuhinya kekurangan museum lontar ini, karena terbatasnya anggaran yang dikucurkan kepada pengelola.
Kendati demikian, Wiriasa tidak bersedia menyebutkan besaran anggaran
yang dikucurkan Pemkab Buleleng kepada pengelola setiap tahunnya.
Museum Lontar Gedong Kirtya Wisata Sejarah di Singaraja Bali |
.
Ia hanya mengisyaratkan jika anggaran yang dikucurkan masih sangat minim
untuk mengelola museum.
“Kalau kita cari ruangan lontar harus betul-betul ruangannya kedap
suara, dari suhunya bisa diatur bagus sebenarnya, namun mengingat dari segi
pendanaan masih kurang sehingga masih belum bisa,” imbuhnya.
Museum lontar ini terdiri dari lima bangunan. Setiap bangunan memiliki
fungsi masing-masing. Di antaranya, gedung pertama untuk lontar dan buku-buku,
kedua untuk salinan, ketiga untuk TU, ke-empat ruang pameran dan kelima untuk
ruang perbaikan lontar.
Kini Museum Lontas Gedong Kirtya yang berlokasi di area Puri Seni Sasana Budaya Singaraja, Bali saat ini memiliki 1.757 koleksi lontar. Sementara salinannya sebanyak 4.867 salinan.
Dari jumlah itu, salinan yang belum disalin menjadi lontar mencapai
3.110 salinan.
Wiriasa mengatakan, pengunjung maupun peneliti yang berkunjung lebih membutuhkan lontarnya daripada salinannya.
Pengunjung melihat-lihat koleksi lontar di UPTD Gedong Kirtya |
Begitu pula wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ingin melihat
koleksi lontar yang tersimpan.
“Dari salinan lontar, kami salin menjadi lontar. Karena peneliti yang
sering meneliti lontar lebih butuh lontarnya, sehingga lontarnya harus banyak kami
munculkan. Dari jumlah ini berapa yang harus kami salin menjadi lontar masih
kurang banyak. Tamu asing juga, mereka biasanya ke sini ingin lihat lontarnya,”
ujarnya.
Setiap tahun Gedong Kirtya di Buleleng, Bali menerbitkan buku-buku dari
kumpulan lontar. Dan, kini museum ini telah menerbitkan 27 judul buku selama
delapan tahun terakhir, termasuk empat judul buku yang diterbitkan tahun 2015
ini.
Kadisbudpar Buleleng Gede Suyasa ketika menerima warga Menyali Serahkan Lontar
Untuk Gedong Kirtya.
|
“Dari lontar, kami alih aksara dulu kemudian alih bahasa, baru kami
cetak. Tahun ini salah satunya ada dari Celukbuluh, lontar-lontar yang
diserahkan oleh masyarakat, kami akan cetak. Itu yang kami cetak yang
diperlukan oleh masyarakat. Misalnya, seperti usada, pawecakan banten dalam
upacara-upacara, dari salinan itu menjadi buku tentang banten.
Tahun 2016 mendatang belum kami prediksi apa-apa yang akan kami cetak, kami
lihat dulu anggarannya. Karena mencetak buku itu’kan perlu anggaran, berapa
anggarannya nanti dikucurkan pemkab
Buleleng harus disesuaikan,” imbuhnya.—
Pemred Dewata News: Made Tirthayasa
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com