I Gusti Ketut Pudja, satu-satunya tokoh Bali yang menghadiri Proklamasi Kemerdekaan RI |
Buleleng Dewata News.com - Selama
masa pemerintahan SBY sebagai
Presidennya seluruh rakyat Indonesia, Dr. Susilo Bambang Yudhoyono telah
menghargai dan menghormati jasa pejuang rakyat Bali berasal dari kota
Singaraja, Kabupaten Buleleng, Bali.
Presiden RI yg ke 6 memberikan
bintang jasa Penghargaan tertingginya kepada I Gst Ketut Pudja sebagai Pahlawan
Nasional tahun 2011.
Putra Bali ini lahir di Singaraja, 19 Mei 1908
dari pasangan I Gusti Nyoman Raka dan Jero' Ratna Kusuma. Tahun 1934. Di usia 26
tahun, Pudja berhasil menyelesaikan kuliah di bidang hukum dan meraih gelar
Meester in de Recten dari Rechts Hoge School, Jakarta. Setahun Kemudian, ia
mulai mengabdikan dirinya pada kantor Residen Bali dan Lombok di Singaraja.
I Gusti Ketut Pudja adalah tokoh Bali yang pada masa awal RI memegang jabatan sebagai Gubernur Provinsi Sunda Kecil (sekarang Provinsi Bali, Provinsi NTB, dan Provinsi NTT). Sebelumnya sebagai anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), ia telah memberikan kontribusi pemikiran, khususnya mengenai Pembukaan UUD 45. Usulnya agar istilah “Allah Yang Maha Kuasa” diganti menjadi “Tuhan Yang Maha Esa” disetujui oleh sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945. Usul itu diajukannnya agar istilah tersebut dapat diterima oleh golongan non-Muslim.
Sebagai Gubernur Sunda Kecil, Ketut Pudja menghadapi situasi yang cukup sulit. Di satu pihak, pemerintah pendudukan Jepang di Bali masih utuh. Di pihak lain, di Bali masih terdapat daerah-daerah swapraja warisan pemerintah kolonial Belanda.
Terhadap pihak Jepang, ia menuntut agar kekuasaan pemerintahan
diserahkan kepadanya dan hal itu baru terlaksana pada bulan Oktober 1945.
Terhadap raja-raja sebagai kepala pemerintahan swapraja, ia melakukan
pendekatan persuasif, menghimbau mereka agar mendukung Pemerintah RI.
Kedatangan pasukan Sekutu mengubah situasi. Atas desakan Sekutu, Jepang menarik kembali kekuasaan yang diserahkan kepada Ketut Pudja, bahkan Ketut Pudja ditangkap dan ditahan selama satu bulan.
Penangkapan kedua dilakukan Belanda yang tiba di
Bali pada awal Maret 1946. Ketut Pudja dipenjarakan untuk waktu yang cukup lama
dan baru dibebaskan bulan Maret 1948. Setelah bebas, ia pindah ke Yogya dan
bekerja sebagai gubernur diperbantukan pada Kementerian Dalam Negeri. Pada
waktu Belanda melancarkan agresi militer kedua, ia ditangkap dan dipenjarakan
beberapa waktu lamanya di penjara Wirogunan.
Dengan persetujuan Pemerintah RI, pada tahun 1950 Ketut Pudja diangkat sebagai Menteri Kehakiman dalam kabinet Negara Indonesia Timur (NIT) dengan tugas mempercepat proses likuidasi dan penggabungan negara federal ini ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sesudah itu, ia ditempatkan kembali di
Kementerian Dalam Negeri dan dipekerjakan pada staf Perdana Menteri sebagai penghubung
Parlemen.
Ketut Pudja pernah memangku berbagai jabatan dalam lembaga negara, antara lain sebagai Wakil Ketua Dewan Pengawas Keuangan, anggota Dewan Perancang Nasional, dan anggota Panitia Undang-Undang Pokok Agraria. Jabatan terakhirnya ialah sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) hingga ia memasuki masa purna bakti di tahun 1968. I Gutsti Ketut Pudja meninggal dunia pada 4 Mei 1977 di usia 68 tahun.
Atas jasa dan perjuangannya terhadap bangsa dan negara, Pemerintah RI
menganugerahi gelar Pahlawan Nasional berdasarkan surat Keputuskan Presiden
Nomor 113/TK/2011 tanggal 7 November 2011. (DN ~ net).-
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com