Denpasar, Dewata News. Com - Acara Gema Perdamaian yang rutin dilaksanakan tiap tahun dan saat sudah mencapai pelaksanaan yang ke-13 sangat relevan, ditengah kompleksitas tantangan pembangunan dan kemasyarakatan yang semakin berat dan kompleks. Kegiatan bersama lintas agama, suku, budaya seperti ini menjadi cermin harmoni sosial yang tumbuh di tengah masyarakat Bali yang sangat heterogen. Untuk itu, semua pihak dan semua komponen masyarakat agar terus menggemakan semangat perdamaian tersebut, terlebih Bali terkenal dengan julukan sebagai ‘Pulau Perdamaian’. Demikian disampaikan Gubernur Bali Made Mangku Pastika dalam sambutannya yang dibacakan Wakil Gubernur Ketut Sudikerta saat menghadiri acara Gema Perdamaian ke-13 Tahun 2015 di Monumen Perjuangan rakyat Bali, Niti Mandala Denpasar, Sabtu (10/10).
Tantangan pergeseran paradigma nilai-nilai sosial-religius yang dihadapi dewasa ini, menurut pastika, berdampak pada sikap dan cara pandang masyarakat dalam menghayati dan mengimplementasikan nilai-nilai hidup bermasyarakat. Berbagai pandangan baru terhadap tatanan nilai-nilai sosial-budaya dan agama dalam kekinian , mulai timbul di masyarakat. Untuk itu, Ia berharap seluruh komponen masyarakat Bali tidak terkontaminasi dengan ajaran-ajaran yang bertentangan dengan nilai-nilai agama, yang menurutnya dapat memecah belah kesatuan bangsa yang berideologikan Pancasila, sehingga terhindar dari perbuatan-perbuatan teror, radikalisme dan kekerasan, serta memaksakan kehendak, yang dapat mengancam keutuhan dan keharmonisan masyarakat, bahkan menimbulkan disintegrasi bangsa.
Ditambahkan Wagub Sudikerta, dalam wawancaranya dengan awak media bahwa sejatinya kedamaian tersebut ada dalam diri masing-masing orang. Jadi untuk menciptakan keseimbangan dan keharmonisan, menurutnya harus dimulai dari diri sendiri dengan cara menghargai perbedaan dan keanekaragaman yang ada. Perdamaian menurutnya juga sangat penting bagi Bali, sebagai daerah pariwisata yang menjadi destinasi wisatawan dari berbagai negara. Pariwisata tanpa adanya perdamaian tidak akan bisa berkembang. Momentum ini diharapkan Sudikerta menjadi penggelora semangat perdamaian disemua lapisan masyarakat, yang disuarakan secara berkelanjutan. Ia menlai kondisi kehidupan beragama di Bali sudah berjalan sangat harmonis, hal itu menurutnya bisa dilihat dari beberapa kegiatan yang selalu melibatkan lintas agama seperti gema perdamaian tersebut.
“Kuncinya itu semua ada dalam diri kita. Kita mau maju, mau berkembang, mau damai, mau harmonis, maka harus kita jalani dengan hati yang tulus ikhlas,” pungkas Sudikerta.
H. Deden Saifulah, selaku Ketua Panitia dalam laporannya menyatakan Gema Perdamaian dilaksanakan untuk saling mengenal perbedaan, saling memahami, menumbuhkan toleransi dan cinta kasih. Kegiatan tersebut menurutnya bukanlah untuk memperingati bencana bom bali yang pernah terjadi, tetapi lebih bertujuan mengingatkan setiap warga Bali untuk senantiasa eling dan waspada sehingga dijauhkan dari bencana seperti bom Bali tersebut. Menurutnya damai itu indah, namun damai itu perlu diupayakan oleh semua pihak.
Kegiatan tersebut juga diisi acara pembacaan doa secara bergiliran dari perwakilan pemuka agama Hindu, Islam, Konghuchu, Kristen Katholik, Kristen Protestan, Budha dan aliran kepercayaan. Komisi Gema Perdamaian juga menetapkan I Gusti Ayu Laksmi, yang seorang penyanyi lagu rohani Hindu sebagai Duta Gema Perdamaian. (DN - HuM)
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com