Dewata News.com ~ Burung Curik Bali (Leucopsar rothschildi) atau lebih
dikenal dengan nama Jalak Bali merupakan jenis burung tercantik dan
langka di antara keluarga jalak (Sturnidae). Maka tidak heran banyak
orang ingin memeliharanya. Keindahan hewan yang dilindungi itu
membuatnya terus diburu untuk dijual secara ilegal.
Burung berbulu putih dengan ‘masker’ biru langit di seputar matanya
itu terus diburu pemburu liar dari habitatnya di Hutan Taman Nasional
Bali Barat (TNBB) untuk diselundupkan ke luar negeri. Ulah para pemburu
tidak bertanggung jawab itu tentu saja membuat pelestarian terhadap
burung langka tersebut kurang berjalan mulus.
“Habitat Jalak Bali sebenarnya ada di wilayah Seririt, Pupuan,
Selemadeg sampai ke TNBB,” ujar Ketua Balai Konservasi Sumber Daya Alam
(BKSDA) Bali, Suharyono.
Namun, di TNBB populasi Jalak Bali semakin menurun belakangan ini,
yakni hanya mencapai 100 ekor lebih. Dari catatan yang ada, sedikitnya
ada 89 kasus pencurian terjadi di TNBB yang terjadi dari tahun 1993
sampai 2011. Pencurian Jalak Bali paling banyak terjadi di Penangkaran
Tegal Bunder TNBB.
“Namun, selama 2015 ini nihil kasus pencurian,”
ungkap saat ditemui POS BALI, Jumat (2/10) kemarin.
Harganya yang selangit, katanya, membuat banyak orang tergiur untuk
mencuri Jalak Bali. “Harga Jalak Bali bisa mencapai Rp30 juta per ekor,
sedangkan anakan baru berumur 6 bulan bisa laku Rp 12 juta,” katanya
seraya menambahkan makin menyusutnya populasi jalak Bali belakangan ini
membuat pihaknya prihatin.
Untuk itu, pihaknya melakukan berbagai cara
agar spesies ini tidak punah. Selain melakukan upaya konservasi Jalak Bali, konservasi habitat, dan
melakukan pemberdayaan masyarakat agar mau menjaga dan tak menangkap
apalagi memperjualbelikan Jalak Bali, juga akan membuat awig-awig hingga
mempermudah proses izin penangkaran. Misalnya, pencurian dan
memperdagangkan Jalak Bali tak terjadi di Nusa Penida, Kabupaten
Klungkung, karena ada awig-awig yang mengaturnya.
Nusa Penida merupakan tempat paling aman untuk burung hidup, jika
membandingkannya dengan wilayah lain yang ada di Bali. Buktinya di
tempat ini terdapat 72 jenis burung. Beberapa nama burung yang familiar
di telinga masyarakat adalah kakak tua, perkutut, kutilang dan cendet.
“Pulau sekecil Nusa Penida memiliki 72 jenis burung adalah hal yang luar
biasa terutama bagi para birdwatching,” katanya.
Lanjutnya, tak mudah untuk mengembalikan populasi jalak bali di Nusa
Penida. Akhirnya semua bendesa adat dan warga sepakat untuk tidak
mengganggu habitat jalak bali di Nusa Penida. Komitmen itu tertuang
dalam awig-awig atau peraturan di masing-masing desa adat yang ada di
Nusa Penida. Hukuman jika melanggar peraturan ini adalah pertama diberi
peringatan, kedua disidangkan di hadapan bendesa adat atau dirapatkan.
Lalu terakhir, jika masih melanggar dikenakan denda Rp2.500.000.
“Nantinya akan ada peraturan yang sama soal pelarangan menangkap burung
dan harus dipatuhi oleh seluruh masyarakat di Bali,” jelasnya.
Kemudahan izin penangkaran satwa dilindungi, juga menjadi salah satu
terobosannya untuk meningkatkan jumlah populasi Curik Bali. Dengan
kemudahan izin ini, tentunya populasi diharapkan terus meningkat,
sehingga dengan upaya ini mampu membanjiri pasar pecinta burung ocehan.
Kalau ketersediaan cukup, harapannya dapat mengurangi bahkan
menghentikan perburuan Curik Bali di alam liar. “Hasil penangkaran ini,
10 persennya kami harapkan bisa disumbangkan ke TNBB,” katanya.
Hal senada diungkapkan Ketua Asosiasi Pelestari Curik Bali (APCB)
Tony Sumampao. “Pada awal 2004 kondisi Curik Bali yang kami temukan di
habitat aslinya hanya ada 5 ekor, sedangkan sekitar 200 ekor lainnya
berada di tangan hobiis atau kolektor dengan status ilegal,” ujarnya.
Namun setelah adanya APCB, populasinya meningkat drastis. Bahkan
diharapkan dalam waktu dekat bisa mengekspor satwa ini ke sejumlah
negara.
Dengan kondisi tersebut, katanya, meski belum sepenuhnya kisah sukses
konservasi Curik Bali tersebut sempurna, namun dengan bertambahnya
populasi di alam, termasuk juga di tingkat penangkaran, maka perlu terus
diupayakan perbaikan-perbaikan. Di antaranya adalah kampanye
penyadartahuan kepada masyarakat luas, termasuk di Bali sendiri sebagai
habitat asli satwa itu, agar Curik Bali populasinya akan kembali pulih.
“Upaya itu membutuhkan kerja sama semua pemangku kepentingan yang
terkait,” ungkapnya.
Apalagi, negara lain seperti Jepang, melalui Pemerintah Kota
Yokohama, terus berkomitmen membantu upaya pulihnya populasi curik bali
di habitat alaminya, sehingga seharusnya dapat memacu semangat yang sama
di Indonesia. Tony menjelaskan, APCB telah menyelenggarakan kegiatan
berupa sosialisasi program konservasi Curik Bali pada 14 Desember 2013
lalu. Melalui kegiatan itu, APCB mengajak masyarakat untuk turut
mendukung pelestarian Curik Bali.***
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com