Dewata News.com - Setiap
tanggal 1 Oktober
rakyat Indonesia memperingati Hari Kesaktian Pancasila dengan diadakannya
upacara di berbagai instansi pemerintah, dan untuk skala nasional upacara
tersebut diadakan di lokasi tempat terjadinya sejarah ,yaitu di Lubang Buaya.
Masih
saktikah Pancasila?
Banyak wacana muncul akhir-akhir ini yang menyatakan kalau Pancasila
sudah tidak sakti lagi atau bahkan di berbagai media memberitakan bahwa
Pancasila sudah "dilupakan" di Indonesia. Jadi apakah benar kenyataan
itu?
Jawabannya adalah ada pada diri kita masing-masing, dan mungkin kita
perlu sedikit merenungkan untuk hal tersebut, apakah kita masih berperilaku
seperti yang tersirat dalam jiwa Pancasila? atau apakah kita sudah melenceng?
Melihat perkembangan kondisi di Indonesia belakangan ini mungkin kita
menganggap kalau rakyat Indonesia sudah tidak lagi ber"Pancasila"
dengan adanya kerusuhan dimana-mana yang timbul, karena masalah yang berkaitan
dengan sila pertama yaitu "Ketuhanan Yang Maha Esa". Yaitu dengan
ricuhnya kelompok agama mayoritas melawan minoritas dengan alasan-alasan
tertentu.
Padahal kalau kita telaah lagi, terjadinya "bentrokan" seperti
itu terkadang belum tentu benar-benar karena soal agama, mungkin karena ada
satu alasan kepentingan tertentu yang ingin dicapai oleh "segelintir"
personal, maka dengan kekuatannya mereka menggunakan alasan keagamaan untuk
mendapatkan tujuannya.
Sebaiknya marilah kita lihat saja dengan "kepala dingin", dari
jaman dulu kita sudah hidup dengan keragaman, mayoritas dan minoritas tidak
perlu dijadikan bahan pertentangan, tapi jadikan itu kekuatan yang tetap
menyatukan kita.
Berkaitan dengan 1965 ”Incident Road Show in the United States”, ada
satu peristiwa monumental yang tidak bisa begitu saja ditelan dan
diterima secara bulat-bulat. Peristiwa ini masih berjalan sampai sekarang,
yaitu upacara nasional pada tanggal 1 Oktober pagi di Lubang Buaya, Jakarta
yang oleh pemerintahan Orde Baru, di bawah pimpinan Suharto/Soeharto, diberi
nama Hari Kebangkitan Pancasila.
Kemudian upacara ritual ini dilajutkan oleh Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY). Kita semua tahu dari pelajaran sekolah, apa sebabnya diberi
nama Hari Kesaktian Pancasila, yaitu telah terbukti bahwa Pancasila itu ampuh
dan berhasil menghalau dan menumpas komunis dan Partai Komunis Indonesia (PKI)
dari muka bumi Indonesia dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari kehancuran
pada percobaan kudeta PKI tahun 1965.
Benarkah demikian? Apakah arti sesungguhnya di balik peringatan ini?
Setiap tanggal 1 Oktober pagi, hampir semua pejabat kunci negara
Republik Indonesia (RI) berkumpul di Lubang Buaya, Jakarta untuk mengadakan
ritual, memperbaharui dan mengkokohkan tekad untuk melindungi negara RI dari
rongrongan komunis melalui Partai Komunis Indonesia (PKI). Upacara ritual ini
disimbolkan dengan pengorbanan nyawa yang sangat memilukan dan menyayat hati
dari 6 jenderal senior dan lainnya.
Upacara ritual seperti ini mengingatkan akan adegan sembayang ritual
dalam satu film laga Hongkong. dalam adegan itu, para guru dan murid melukai
tangan mereka, meneteskan darahnya di dalam satu panci arak, diminum secara
bergantian dengan khidmat dan penuh kegeraman sambil bersumpah dengan sengit
akan menjaga dan menjunjung nama baik, persatuan dan keutuhan perguruan mereka.
Mereka juga bersumpah akan mengusir dan membalas dendam kalau perlu dengan cara
membunuh para musuh dan mantan musuh para leluhur mereka sampai ke
akar-akarnya.
Peringatan Hari Kesaktian Pascasila ini bercikal bakal pada peristiwa 30
September 1965, di mana enam jendral senior dan beberapa orang lainnya dibunuh
dalam upaya kudeta yang dilakukan oleh para pengawal istana (Cakrabirawa) yang
dianggap loyal kepada PKI dan pada saat itu dipimpin oleh Letkol. Untung.
Keenam pejabat tinggi yang dibunuh tersebut adalah:
* Panglima Angkatan Darat Letjen TNI
Ahmad Yani,
* Mayjen TNI R. Suprapto
* Mayjen TNI M.T. Haryono
* Mayjen TNI Siswondo Parman
* Brigjen TNI DI Panjaitan
* Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo
Jenderal TNI A.H. Nasution juga disebut sebagai salah seorang target,
namun dia selamat dari upaya pembunuhan tersebut. Sebaliknya, putrinya Ade Irma
Suryani Nasution dan ajudan AH Nasution, Lettu Pierre Tandean tewas dalam usaha
pembunuhan tersebut.
Selain itu beberapa orang lainnya juga
turut menjadi korban:
* AIP Karel Satsuit Tubun
* Brigjen Katamso Darmokusumo
* Kolonel Sugiono
Para korban tersebut kemudian dibuang ke
suatu lokasi di Pondok Gede, Jakarta yang dikenal sebagai Lubang Buaya. Mayat
mereka ditemukan pada 3 Oktober 1965. (DN ~net).-
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com