I Wayan Suarnajaya (paling kanan) sebagai PR IV usai pemilihan
Pembantu Rektor Undiksa periode 2015 – 2019.
|
Perjalanan panjang dan penuh lika-liku kini berujung manis,
banyak sekali putra daerah yang kini menduduki posisi strategis baik di
birokrasi pemerintahan, perusahaan bergengsi hingga bidang pendidikan.
Kita tentu masih ingat sosok almarhum Prof. Ketut Kinog yang menjadi
pendobrak sekaligus membalikkan stigma orang pulau yang selalu dianggap
sebelah mata. Seolah menjadi pembuktian berikutnya alias jengah, putra terbaik daerah pun untuk pertama kalinya berhasil melaju menjadi bupati walau sebelumnya hanya dinilai guyonan.
Kini bertambah lagi kebanggan tersebut dengan terpilihnya Drs. I Wayan
Suarnajaya.,M.A.,Ph.D menjadi Pembantu Rektor IV Univesitas Pendidikan
Ganesha masa bakti 2015-2019.
Ia
pun dengan lugas menceritakan titian jalan panjang yang dilalui hingga
berhasil duduk di posisi saat ini. Tidak ada jalan mulus tetapi jalan
terjal juga tidak membuatnya terjungkal. Tidak ada yang menyangka, pria
tambun kelahiran Nusa Penida, 31 Desember 1956 yang dulunya bocah kecil ‘pengangon godel’
dan pemungut kelapa ini bisa menapaki jenjang karir seperti sekarang.
Wayan pun tak ragu menceritakan masa kecil dan pahitnya perjuangan
menempuh pendidikan dari pulau seberang.
Wayan kecil yang kini biasa dipanggil Guru Tulu di kampung asalnya
Banjar Sental Kawan, Desa Ped mulai menempuh pendidikan dasar di SD N 1
Ped tahun 1963 dan lulus tahun 1969. Ia pun harus rela jalan kaki hampir
4 kilometer pulang pergi. Kerasnya kehidupan saat itu membuat hampir
seluruh teman sekelasnya berhenti di tengah jalan dan hanya berhasil
meluluskan 5 orang diangkatannya. Ia pun mengaku pernah meminta berhenti
sekolah dari orang tuanya dengan alasan membantu memelihara sapi.
“Saya sempat bilang ke orang tua untuk berhenti sekolah karena
teman-teman saya banyak yang berhenti dan memilih membantu keluarga
memelihara sapi tetapi orang tua menolak. Saya malah disuruh sekolah
terus,” kenang Wayan yang jebolan Ph.D dari La Trobe University,
Australia.
Begitu lulus sekolah dasar tahun 1969, Wayan kembali menjalani ujian
berat dengan masuk ke SMP Widhiyasa yang berada jauh dari kampunnya,
tepatnya di daerah Mentigi. Jarak sekolah yang hampir 8 kilometer harus
dilalui setiap hari. Berat memang tetapi disinilah militansi dan nyali
diuji. Ia pun menuturkan baru 3 bulan menjelang pelulusan, orang tua
menitipkannya di salah satu rumah kenalan. Tahun 1972, ia lulus dari SMP
Widhiyasa, ujian menempuh pendidikan lanjutan pun menantinya, kali ini
ia harus rela menyeberang ke Klungkung daratan dan menempuh pendidikan
di SMA Negeri Klungkung. Selama belajar, ia tinggal indekos dengan
rekannya yang berasal dari Kutampi, almarhum I Wayan Rusna. Berbekal
seadanya, tak jarang biji kacang merah, lahan (red; jagung yang ditumbuk) dan gangsuran (red; singkong parut yang dikeringkan) ikut dibawa sebagai bekal berhemat.
“Hidup itu tidak gampang, penuh perjuangan. Orang tua selalu
mengajarkan hidup sederhana, caranya hidup selalu dirinci dengan ketat
dalam setiap bulan. Something is better than nothing. Kesederhanaan hidup akan membawa kedamaian,” urai ayah dari Gede Sony Wirawan dan Kadek Doty Dwijayanti ini.
Tahun 1975, mantan Pembantu Dekan II Fakutas Bahasa dan Seni,
Undiksha ini lulus dari SMA Negeri Klungkung. Banyak teman sekelas yang
mengajaknya untuk kuliah di pertanian tetapi dengan pertimbangan biaya,
ia memilih untuk hijrah ke Bumi Panji Sakti, Singaraja menekuni bidang
pendidikan. Diet ketat demi bisa menjalani pendidikan menjadi di negeri
orang sudah menjadi kewajiban. Biaya hidup yang dijatah dan jarak yang
jauh membuatnya menjadi super irit, salah kelola bisa berarti pulang
tanpa gelar alias sia-sia belaka. Proses pendidikannya pun tidak
langsung sarjana tetapi berjenjang mengingat terbatas ekonomi keluarga.
“Harus pintar ngatur uang, kalau minta pulang juga pasti tidak ada.
Yang ada paling dimarahin,” ujar suami dari Ni Ketut Sukerti sambil
tersenyum mengingat.
Selesai pendidikan di tingkat satu, ia beranjak ke tingkat dua namun
tahun 1978, sakit menderanya dan harus pulang kampung lebih awal. Selama
di kampung, ia pun sempat mengajar di SMP N 1 Nusa Penida di awal
berdiri. Setelah sembuh pun ada keengganan untuk kembali ke Singaraja
dengan pertimbangan kondisi orang tua namun jawaban berbeda kembali
dikemukan orang tuanya, Wayan harus kembali melakoni pendidikan ke
tingkat dua yang kelak mengantarkannya jadi orang istimewa. Tahun 1979,
Wayan kembali ikut tes untuk masuk Diploma 1 Bahasa Inggris FKIP
Singaraja dan lulus di tahun berikutnya. Tidak berhenti disana, ia
melanjutkan lagi hingga meraih gelar B.A tahun 1981 dan sarjana tahun
1984.
“Proses itu terkadang pahit bahkan menguras hingga batas akhir tetapi
jika ada kemauan dan ketekunan, hasilnya pasti manis,” tambahnya.
Jenjang karir mulai terbuka ketika 1985, Wayan diangkat menjadi dosen
di Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris. Kegigihan itu semakin terasa
ketika mendapat tugas belajar pertama di Negeri Kangguru, tepatnya di
Sydney University tahun 1988. Tiga tahun berselang, Wayan kembali ada
kesempatan tugas belajar untuk program masternya hingga 1992. Tak
tanggung-tanggung, melalu serangkain ajuan dan proposal, I Wayan
Suarnajaya mendapat program beasiswa Program Doktoral (Ph.D) di La Trobe
University, Melbourne, Australia dari tahun1997 sampai 2001.
Selama mengajar, sederet posisi prestisius sempat dijabatnya mulai
Sekretaris Jurusan, Pembantu Dekan II selama dua periode 2002 – 2006 dan
2007-2011 bahkan menjadi Kepala Program Studi S2 Pendidikan Bahasa
Inggris. Kini hanya tinggal menghitung hari pelantikan menjadi Pembantu
Rektor IV yang dijadwalkan pertengahan Juli 2015. Ini setidaknya memberi
gambaran jelas bagaimana memaknai perjuangan hidup dalam balutan
kesederhaan. Keterbatasan itu bukan batas. Tidak ada raihan yang mulus
layaknya jalan tol, berliku memang tetapi justru membuatnya lebih mawas
dengan tikungan kehidupan yang bisa menjebak.
“Saya percaya sumber daya manusia Nusa Penida tidak kalah
dengan daerah lain, hanya perlu digali dan diwadahi dalam bentuk
fasilitas pendidikan. Niscaya talenta-talenta itu akan tetap muncul,” tutupnya. (DN ~ Nusamedia.com).-
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com