Patih Kerajaan Buleleng I Gusti Ketut Jelantik |
Buleleng, Dewata News.com — Semasa I Gusti
Ketut Jelantik menjabat sebagai Patih Kerajaan Buleleng, pihak Belanda
menuntut agar Raja Buleleng mengganti kerugian atas kapal-kapal Belanda yang
dirampas.
Perampasan tersebut sesuai dengan hukum Hak Tawan Karang, yang
menyatakan kapal-kapal yang memasuki wilayah Bali akan menjadi milik raja.
Belanda juga menuntut agar Raja Buleleng mengakui kekuasaan Belanda. Tuntutan
Belanda tersebut mengakibatkan Patih Jelantik sangat marah.
Patih Jelantik tidak mau tunduk terhadap tekanan dan tuntutan Belanda.
Begitupun dengan Belanda tapi Belanda tetap berkeras hati untuk menuntut raja
dan rakyat Buleleng. Akibatnya, pada 27 Juni 1846 terjadilah pertempuran antara
pasukan Buleleng dan tentara Belanda. Pasukan Buleleng kalah sehingga pada 29
Juni 1846 Buleleng jatuh ke tangan
Belanda.
Akibat kekalahan tersebut, Raja Buleleng dan Patih Jelantik mengungsi ke
Jagaraga. Dalam pengungsian, Patih Jelantik menyusun strategi untuk melawan
kekuasaan Belanda. Patih Jelantik dan pasukan Buleleng membangun benteng di
Jagaraga. Patih Jelantik dan pasukan Buleleng mendapat dukungan dan bantuan
prajurit dari kerajaan-kerajaan lainnya.
Menjelang akhir tahun 1846, di Jagaraga telah berkumpul laskar yang
beranggotakan 7000 sampai 8000 orang dengan persenjataan lengkap. Akhirnya pada
bulan Juni 1848, terjadilah perang antara laskar Buleleng dengan tentara
Belanda.
Dalam peperangan ini, Belanda tidak mampu merebut Benteng Jagaraga. Pihak
Belanda kehilangan 14 perwira dan 242 prajurit. Perang ini dikenal dengan nama
Perang jagaraga I.
Selanjutnya, meletuslah Perang
Jagaraga II dan peperangan ini, tentara Belanda yang dipimpin oleh Jenderal Van
Der Wijk tidak mampu menahan serangan laskar Buleleng yang dipimpin oleh Patih
Ketut Jelantik.
Belanda tidak puas dengan kemenangan Laskar Buleleng. Kemudian pada 31 Maret
1849, tentara Belanda yang dipimpin oleh Jenderal Michels melancarkan tembakan
meriam dari atas Kapal. Akibatnya pada 16 April 1849. Benteng Jagaraga jatuh ke
tangan Belanda, sehingga Patih Jelantik bersama pasukannya mundur ke
pegunungan Batur Kintamani. Tetapi Belanda tidak melepaskan Patih Jelantik
begitu saja. Belanda terus menyerang Patih Jelantik dan pasukannya hingga gugur.
Perang ini dikenal dengan nama Perang Puputan Jagaraga artinya perang sampai
titik darah penghabisan. (DN ~ *).—
:
Sumber: Ensiklopedia Pahlawan Indonesia dari Masa ke Masa
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com