Sejarah Kerajaan Kabupaten Buleleng dalam Perang Jagaraga 1848, Bali. - Dewata News

Breaking News

Gold Ads (1170 x 350)

7/2/15

Sejarah Kerajaan Kabupaten Buleleng dalam Perang Jagaraga 1848, Bali.


                                              Patih Kerayaan Buleleng I Gusti Ketut Jelantik
Buleleng, Dewata News.com - Berawal dari hak hukum tawan yang menyatakan bahwa kapal dari pemerintahan manapun terdampar di wilayah perairan bali.maka menjadi milik kerajaan bali.saat itu pemerintah belanda menolak dengan adanya hak tawan yang sudah tentu merugikan pihak belanda,kapal dagang belanda terdampar di daerah perancak yang merupakan wilayah kerajaan buleleng disita yang membuat pemerintah belanda marah,tak setuju dengan adanya peraturan hak tawan yang mengakibatkan kapalnya terkena tawan karang,pemerintah belanda menuntut untuk menghapus hukum tersebut dan menyarankan agar kerajaan buleleng mengakui kedaulatan pemerintah hindia belanda.

      Tuntutan yang bagi patih kerajaan Buleleng, I Gusti Ketut Jelantik meremehkan tersebut akhirnya di sikapi dengan emosi.beliau bahkan bersumpah "SELAMA HIDUP,SAYA TIDAK AKAN PERNAH TUNDUK AKAN KEKUASAAN BELANDA DEMI APAPUN ALASANNYA", beliau lebih memilih perang di bandingkan tunduk kepada musuh atau mengakui ke kuasaan belanda.

    Begitulah sikap "Kesatria"dari seorang patih I Gusti Ketut Jelantik dalam menghadapi Belanda, sekali lagi sang patih ber-ucap dengan nada kesatrianya "Semua Persoalan Tidak Bisa diselesaikan dengan Secarik Kertas Tapi Harus Diselesaikan secara Kesatria melalui Ujung Keris" dengan pernyataan itu membuat pemerintah belanda untuk angkat senjata menyatakan perang terhadap kerajaan buleleng pada tahun 1848 yang menghasilkan kekalahan bagi pihak kerajaan buleleng.akhirnya dalam situasi terdesak raja dan sang patih melarikan diri ke daerah Jagaraga.

     Kurang puas hanya merebut istana Buleleng, Belanda mengejar raja dan patih ke daerah Jagaraga. Disana ayah dari tiga anak ini bersembunyi di benteng-benteng pertahanan yang di buat bersama dengan prajurit yang tersisa. Siasat perang yang menyatakan benteng mempunyai bentuk bangunan yang sulit di jangkau oleh meriam, patih memilih untuk bertahan dan menyusun strategi perang,

    Benar saja keteguhan sikap kerajaan Buleleng yang menolak penghapusan hak hukum tawan nyatanya menghantarkan Buleleng pada peperangan yang cukup sengit. Perang yang meletus pada 8 Juni 1848 itu tak hanya melibatkan pihak Belanda saja, tapi juga kerajaan-kerajaan yang berhasil di perdaya Belanda. Kerajaan Buleleng saat itu berhasil memukul mundur Belanda pada perang Jagaraga pertama. Setahun kemudian pada 1849, Belanda kembali datang untuk balas dendam dengan strategi yang pernah dipelajari, maka pada 16 Aril 1849 akhirnya Buleleng jatuh ketangan kekuasaan Belanda.

    Kalah dalam perang, Patih Jelantik melarikan diri ke pegunungan Batur Kintamani. Di daerah pegunungan ini, beliau bertahan di perbukitan Bale Pundak sampai akhinya "Ggugur" dalam perjuang ketika Belanda mengetahui gerak-geriknya serta mengepungnya di sana.

   Berkat kegigihan beliau dalam mempertahankan "Kerajaan Buleleng"  hingga titik darah penghabisan, beliau berhak mendapatkan gelar "Pahlawan Nasional Indonesia" menurut SK tahun 1993, dan penghargaan tersebut sepadan dengan pengorbanan beliau. (DN ~ *).-

No comments:

Post a Comment

Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.

Terimakasih
www.dewatanews.com