Banyak
alasan mengapa produsen (petani) dan konsumen
ingin mengembangkan pertanian
organik.
Buleleng,
Dewata News.com — Made Arjana,
seorang petani asal Desa Kaliasem, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, Bali memilah-milah
tanaman cabe dan semangka di kebunnya. Berbeda dengan petani lain, Arjana
menggunakan pupuk organik untuk membudidayakan tanamannya.
Pria yang memutuskan untuk bertani sejak 20 tahun lalu ini, mengaku sudah sejak tiga tahun terakhir beralih untuk mengembangkan pertanian organik. Ia beralasan, tanaman hasil dari pertanian organik lebih sehat untuk dikonsumsi.
Pria yang memutuskan untuk bertani sejak 20 tahun lalu ini, mengaku sudah sejak tiga tahun terakhir beralih untuk mengembangkan pertanian organik. Ia beralasan, tanaman hasil dari pertanian organik lebih sehat untuk dikonsumsi.
Ia kini mengembangkan tiga jenis tanaman di atas kebunnya seluas satu hektar. Di antaranya cabe, semangka dan melon. Sekali panen setiap tiga bulan sekali, ia mampu memanen 2,5 ton buah-buahan tersebut.
”Karena lebih sehat untuk dikonsumsi, sehingga semua yang saya gunakan alami, tidak ada bahan berbahaya. Sehinga saya memutuskan beralih sejak tiga tahun lalu,” kata Made Arjana ketika ditemui, Jumat (17/07).
Kendati demikian, tidak mudah baginya untuk mengembangkan pertanian organik. Ia harus bersaing dengan petani lain yang tidak menggunakan organik. Sebab waktu panen tanaman yang menggunakan organik membutuhkan waktu yang lebih lama.
Banyak pihak telah mengembangkan dan menjalankan pertanian organik.
”Waktu panennya lebih lama satu
bulan, karena organik ini agak lama diserap oleh tanaman dan tanah, beda dengan
pestisida yang langung membuat subur, tetapi jangka panjangnya jelek untuk
tanah,” ucapnya.
Terlebih ketika dalam proses pemasaran. Harganya yang sedikit lebih tinggi membuatnya sulit bersaing di pasaran. Menurutnya, tidak sedikit hasil pertanian dari luar Buleleng yang beredar di pasaran.
”Sulitnya, kalau di Buleleng sendiri justru kalah bersaing, buah-buahan dan cabe karena dari luar juga banyak yang masuk dan harganya yang lebih murah. Orang kalau belanja tidak tahu mana yang organik dan tidak, tahunya yang lebih murah itu yang dibeli,” imbuhnya.
Bahkan, ia harus memasarkan hasil pertaniannya ke luar Bali dan ia berharap ada pasar agro yang khusus menjual hasil pertanian dan mengklasifikasikannya. Sehingga ada tempat bagi petani organik untuk memasarkan hasil pertaniannya.
“Hasil pertanian organik ini, saya malah pasarkan ke Jawa, karena di sana ada perbedaan, mana buah yang organik. Inginnya di sini ada pasar khusus yang menjual hasil pertanian dan ada tempat khusus untuk pertanian organik, sehingga masyarakat menjadi tahu, kalau mau berbelanja,” ujarnya. (DN ~*).—
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com