Menengok Tradisi Lebaran "Nyame Selam" di Pegayaman, Buleleng, Bali - Dewata News

Breaking News

Gold Ads (1170 x 350)

7/20/15

Menengok Tradisi Lebaran "Nyame Selam" di Pegayaman, Buleleng, Bali


Menengok Tradisi Lebaran Nyema Selam di Buleleng Bali  
Sejumlah remaja Desa Pegayaman memukulkan rebana saat melakukan takbiran di Masjid Jami Safinatussalam. (Tempo/Bram Setiawan).
Buleleng, Dewata News.com - Matahari baru saja tenggelam, Kamis, 16 Juli 2015. Lalu lalang warga Desa Pegayaman, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, Bali mulai memadati jalan desa.  Mereka bersiap mengikuti  takbir keliling  untuk menyambut Hari Raya Idul Fitri.

     Acara dimulai sekitar pukul 21.00 Wita. Penghulu imam (sesepuh), kepala desa, dan warga desa bergerak dari Masjid Jami Safinatussalam mengelilingi desa. Sebagian  dari mereka, terutama remaja, mengendarai sepeda motor.  Irama alat musik rebana dan lantunan takbir menggema di antara dinginnya udara malam di desa yang berada 450 meter di atas permukaan laut itu.

     Luas wilayah Desa Pegayaman  mencapai 1.584 hektare. Seluruh penduduknya adalah umat Islam Bali. “Istilahnya Nyama Selam. Nyama berarti saudara dan Selam berarti Islam. Atau bisa diartikan sebagai orang-orang Islam yang menjalankan tradisi Bali,” kata penghulu imam Desa Pegayaman, Haji Nengah Abdul Ghofar Ismail (53).

    Warga di Desa  Pegayaman  sehari-hari berkomunikasi menggunakan bahasa Bali. Mereka juga  mengenal sor singgih base Bali, termasuk dalam kegiatan keagamaan. Khatib di beberapa musala yang ada di desa ini terkadang  menggunakan bahasa Bali ketika berkhotbah.

    Ketika Ramadan, saat dini hari menjelang sahur, dari Masjid Jami Safinatussalam terdengar himbauan membangunkan warga yang juga menggunakan bahasa Bali. “Ida dane warga ngiring metangi santukan galah imsyak sampun nampek." Artinya, “Para warga mari bangun karena waktu imsyak sudah dekat.”

    Tak beda dengan orang Bali pada umumnya yang beragama Hindu, dalam penamaan, warga Pegayaman juga memberi nama Wayan untuk anak pertama, Nengah untuk anak kedua, Nyoman untuk anak ketiga, dan Ketut untuk anak keempat.

    “Di sini kami tidak menggunakan I dan Ni di depan nama, juga tidak menggunakan nama Putu (anak pertama), Made (anak kedua), dan Wayan (setelah anak keempat). Lewat dari anak keempat, semuanya bernama Ketut,” jelasnya. (DN ~ Tempo.com).-

No comments:

Post a Comment

Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.

Terimakasih
www.dewatanews.com