Dewata.News.com - Bangsa Indonesia memiliki
keanekaragaman budaya dengan keunikan serta ciri khas yang berbeda jika
dibandingkan dengan budaya dari negara-negara lain. Kebudayaan lokal
Indonesia yang sangat beranekaragam tersebut, seharusnya dapat dij adikan
sebagai suatu kebanggaan sekaligus tantangan untuk dapat dipertahankan
serta diwarisi kepada generasi selanjutnya. Akan tetapi, seiring dengan
perkembangan zaman yang ditandai dengan semakin derasnya arus
globalisasi, perlahan budaya asli Indonesia mulai terlupakan. Akibatnya,
tidak jarang bangsa Indonesia khususnya kaum muda lebih memilih
kebudayaan baru yang mungkin dinilainya lebih moderen (kekinian)
dibandingkan dengan budaya lokal.
Pancasila Lahir
Pancasila lahir dari sebuah perjanjian luhur berdasarkan hasil musyawarah para pendiri bangsa dan negara Indonesia dalam sidang BPUPKI yang dilaksanakan selama dua kali masa persidangan, yaitu pada 29 Mei-1 Juni 1945 dan 10-16 Juni 1945. Presiden Soekarno pada saat berpidato dalam sidang BPUPKI pada 1 Juni 1945, mengatakan mengenai pentingnya bangsa Indonesia memiliki sebuah “philosofische gronslaag” atau filosofi dasar yang memuat pandangan tentang dunia dan kehidupan.
Menurutnya dasar negara dan ideologi nasional tersebut, merupakan suatu hal yang abadi yang harus tetap dipertahankan selama berdirinya negara. Ungkapan dari presiden pertama sekaligus proklamator Republik Indonesia tersebut, jelas memperlihatkan mengenai pentingnya dasar negara dan ideologi nasional sebagai landasan berdiri dan tegaknya sebuah negara.
Oleh sebab itu, perumusan dasar negara Indonesia dilakukan melalui penggalian yang mendalam terhadap pandangan hidup dan falsafah hidup bangsa Indonesia yang mencerminankan nilai-nilai peradaban, kebudayaan, dan keluhuran budi yang mengakar dan teranyam dalam kehidupan bangsa Indonesia. Hal itu pulalah yang kemudian menjadi landasan dari lahirnya Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa Indonesia
Pancasila Sebagai Dasar Negara
Sejak pertama kali ditetapkan sebagai dasar negara oleh PPKI pada 18 Agustus 1945, tepat satu hari setelah bangsa Indonesia menyatakan kemerdekannya, Pancasila dianggap sebagai sublimasi dari pandangan hidup dan nilai-nilai budaya yang mampu menyatukan bangsa Indonesia dengan keberagaman suku, ras, bahasa, dan agama, sehingga keberadaannya dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral maupun sosio-kultural. Moral dalam arti tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama yang berlaku di Indonesia, sosio-kultural berarti mencerminankan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia.
Oleh sebab itu, Pancasila kemudian menjadi norma dasar dalam penyelenggaraan bernegara yang memiliki kedudukan sebagai sumber dari segala sumber hukum tertinggi, menjadi pandangan hidup bagi bangsa Indonesia, dan jiwa yang mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia.
Sebagai dasar negara, Pancasila menjadi norma dasar dalam penyelenggaraan bernegara, sekaligus menjadi sumber dari segala sumber hukum yang menjadi cita-cita hukum dan cita – cita bersama bangsa Indonesia.
Sebagai Ideologi atau pandangan hidup, nilai-nilai Pancasila merupakan pedoman dan pegangan dalam pembangunan bangsa dan negara, agar tetap berdiri kokoh dan mengetahui arah dalam memecahkan berbagai masalah seperti ideologi, politik, hukum, ekonomi, sosial-budaya dan lain sebagainya.
Sebagai jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia, nilai-nilai Pancasila mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia, sebab nilai dasarnya merupakan hasil kristalisasi dari nilai budaya bangsa Indonesia asli bukan diambil dari bangsa lain, yang mencerminkan garis pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia sepanjang masa.
Pengaruh Perkembangan Zaman
Ketika Pancasila yang telah ditetapkan sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia dihadapkan pada banyaknya persoalan yang mendera bangsa Indonesia, terlebih dengan semakin cepatnya perkembangan zaman yang diimbangi oleh derasnya arus globalisasi.
Pengaruh masuknya budaya asing di tengah kehidupan masyarakat Indonesia yang dikuti tanpa adanya penyaringan kaidah, merupakan salah satu penyebab semakin terkikisnya nilai-nilai Pancasila dan rasa nasionalisme bangsa Indonesia. Pancasila seakan terlupakan sebagai sebuah dasar negara dan ideologi nasional yang seharusnya dijunjung tinggi oleh semua masyarakat Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya tindakan dan perilaku masyarakat Indonesia yang jauh dari nilai-nilai yang mencerminkan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional bangsa Indonesia.
Dari beberapa dampak yang ditimbulkan oleh globalisasi yang tidak mencerminkan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia, dapat dilihat pada beberapa aktivitas kehidupan masyarakat Indonesia saat ini. Hal tersebut terlihat dari perubahan gaya hidup masyarakat yang semakin modern dan konsumtif, pudarnya nilai-nilai gotong royong, munculnya sikap individualisme, dan terbentuknya sikap materialistis serta sekularisme.
Selain itu, arus globalisasi seakan telah mampu menciptakan hubungan interpersonal masyarakat Indonesia menjadi lebih individualistik, mementingkan diri sendiri, dan pragmatis. Bangsa Indonesia kini cenderung pragmatis sebagai akibat dari pengaruh persoalan gaya hidup global yang sudah merasuk ke dalam kesadaran pola hidup mereka.
Selain itu, pemahaman nasionalisme bangsa mulai berkurang, di saat negara membutuhkan soliditas dan persatuan hingga sikap gotong royong, sebagian kecil masyarakat terutama yang ada di perkotaan justru lebih mengutamakan kelompoknya, golonganya, bahkan negara lain dibandingkan kepentingan negaranya.
Tantangan Globalisasi
Di era globalisasi, dunia ibarat menjadi sebuah komunitas global yang hidup dan saling berinteraksi satu dengan yang lainnya, tidak memandang apakah negara tersebut maju atau berkembang, desa atau pun kota, semuanya akan saling berinteraksi.
Globalisasi ibarat sebuah keniscayaan waktu yang mau tidak mau harus dihadapi oleh setiap negara manapun dibelahan bumi ini, tidak terkecuali oleh bangsa Indonesia. Ia mampu memberikan paksaan kepada setiap negara untuk membuka diri dalam segala bidang kehidupan, seperti ekonomi, budaya, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Pada era globalisasi seperti sekarang ini, setiap negara dituntut untuk selalu lebih maju mengikuti setiap perkembangan demi perkembangan, yang terkadang jauh dari sebuah keteraturan. Pihak yang diuntungkan dalam situasi tersebut, tentunya adalah negara-negara maju yang memiliki tingkat kemapanan dan kemampuan yang jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara berkembang.
Selain itu, globalisasi mampu menciptakan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia. Akibatnya, tidak jarang banyak pengaruh yang masuk dari luar baik yang memiliki nilai positif maupun negatif.
Perkembangan globalisasi, mampu memberikan pengaruh yang besar terhadap nilai-nilai yang telah berkembang di masyarakat. Bahkan dalam konteks yang lebih luas, globalisasi mampu menghancurkan nilai-nilai yang telah ada di masyarakat, seperti nilai sosial-budaya, ideologi, agama, politik, dan ekonomi.
Globalisasi telah memberikan tantangan baru yang mau tidak mau harus di hadapi dan di sikapi oleh semua elemen masyarakat. Era keterbukaan sudah mulai mengakar kuat di era globalisasi seperti sekarang ini, sehingga identitas nasional adalah salah satu bagian mutlak yang harus dipegang agar tidak hilang dan terbawa arus globalisasi.
Untuk dapat mangatasi dampak-dampak yang ditimbulkan sebagai akibat dari globalisasi tersebut, maka Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara harus tetap menjadi pijakan dalam bersikap karena Pancasila yang dijadikan sebagai dasar negara dan ideologi nasional bangsa Indonesia, memiliki posisi yang abadi di dalam jiwa bangsa Indonesia.
“Permasalahan yang paling utama dihadapi oleh Pancasila terutama mengenai masalah penghayatan dan pengamalannya”.
Herni Susanti, Penulis adalah pemerhati Masalah Bangsa
Pancasila Lahir
Pancasila lahir dari sebuah perjanjian luhur berdasarkan hasil musyawarah para pendiri bangsa dan negara Indonesia dalam sidang BPUPKI yang dilaksanakan selama dua kali masa persidangan, yaitu pada 29 Mei-1 Juni 1945 dan 10-16 Juni 1945. Presiden Soekarno pada saat berpidato dalam sidang BPUPKI pada 1 Juni 1945, mengatakan mengenai pentingnya bangsa Indonesia memiliki sebuah “philosofische gronslaag” atau filosofi dasar yang memuat pandangan tentang dunia dan kehidupan.
Menurutnya dasar negara dan ideologi nasional tersebut, merupakan suatu hal yang abadi yang harus tetap dipertahankan selama berdirinya negara. Ungkapan dari presiden pertama sekaligus proklamator Republik Indonesia tersebut, jelas memperlihatkan mengenai pentingnya dasar negara dan ideologi nasional sebagai landasan berdiri dan tegaknya sebuah negara.
Oleh sebab itu, perumusan dasar negara Indonesia dilakukan melalui penggalian yang mendalam terhadap pandangan hidup dan falsafah hidup bangsa Indonesia yang mencerminankan nilai-nilai peradaban, kebudayaan, dan keluhuran budi yang mengakar dan teranyam dalam kehidupan bangsa Indonesia. Hal itu pulalah yang kemudian menjadi landasan dari lahirnya Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa Indonesia
Pancasila Sebagai Dasar Negara
Sejak pertama kali ditetapkan sebagai dasar negara oleh PPKI pada 18 Agustus 1945, tepat satu hari setelah bangsa Indonesia menyatakan kemerdekannya, Pancasila dianggap sebagai sublimasi dari pandangan hidup dan nilai-nilai budaya yang mampu menyatukan bangsa Indonesia dengan keberagaman suku, ras, bahasa, dan agama, sehingga keberadaannya dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral maupun sosio-kultural. Moral dalam arti tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama yang berlaku di Indonesia, sosio-kultural berarti mencerminankan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia.
Oleh sebab itu, Pancasila kemudian menjadi norma dasar dalam penyelenggaraan bernegara yang memiliki kedudukan sebagai sumber dari segala sumber hukum tertinggi, menjadi pandangan hidup bagi bangsa Indonesia, dan jiwa yang mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia.
Sebagai dasar negara, Pancasila menjadi norma dasar dalam penyelenggaraan bernegara, sekaligus menjadi sumber dari segala sumber hukum yang menjadi cita-cita hukum dan cita – cita bersama bangsa Indonesia.
Sebagai Ideologi atau pandangan hidup, nilai-nilai Pancasila merupakan pedoman dan pegangan dalam pembangunan bangsa dan negara, agar tetap berdiri kokoh dan mengetahui arah dalam memecahkan berbagai masalah seperti ideologi, politik, hukum, ekonomi, sosial-budaya dan lain sebagainya.
Sebagai jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia, nilai-nilai Pancasila mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia, sebab nilai dasarnya merupakan hasil kristalisasi dari nilai budaya bangsa Indonesia asli bukan diambil dari bangsa lain, yang mencerminkan garis pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia sepanjang masa.
Pengaruh Perkembangan Zaman
Ketika Pancasila yang telah ditetapkan sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia dihadapkan pada banyaknya persoalan yang mendera bangsa Indonesia, terlebih dengan semakin cepatnya perkembangan zaman yang diimbangi oleh derasnya arus globalisasi.
Pengaruh masuknya budaya asing di tengah kehidupan masyarakat Indonesia yang dikuti tanpa adanya penyaringan kaidah, merupakan salah satu penyebab semakin terkikisnya nilai-nilai Pancasila dan rasa nasionalisme bangsa Indonesia. Pancasila seakan terlupakan sebagai sebuah dasar negara dan ideologi nasional yang seharusnya dijunjung tinggi oleh semua masyarakat Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya tindakan dan perilaku masyarakat Indonesia yang jauh dari nilai-nilai yang mencerminkan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional bangsa Indonesia.
Dari beberapa dampak yang ditimbulkan oleh globalisasi yang tidak mencerminkan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia, dapat dilihat pada beberapa aktivitas kehidupan masyarakat Indonesia saat ini. Hal tersebut terlihat dari perubahan gaya hidup masyarakat yang semakin modern dan konsumtif, pudarnya nilai-nilai gotong royong, munculnya sikap individualisme, dan terbentuknya sikap materialistis serta sekularisme.
Selain itu, arus globalisasi seakan telah mampu menciptakan hubungan interpersonal masyarakat Indonesia menjadi lebih individualistik, mementingkan diri sendiri, dan pragmatis. Bangsa Indonesia kini cenderung pragmatis sebagai akibat dari pengaruh persoalan gaya hidup global yang sudah merasuk ke dalam kesadaran pola hidup mereka.
Selain itu, pemahaman nasionalisme bangsa mulai berkurang, di saat negara membutuhkan soliditas dan persatuan hingga sikap gotong royong, sebagian kecil masyarakat terutama yang ada di perkotaan justru lebih mengutamakan kelompoknya, golonganya, bahkan negara lain dibandingkan kepentingan negaranya.
Tantangan Globalisasi
Di era globalisasi, dunia ibarat menjadi sebuah komunitas global yang hidup dan saling berinteraksi satu dengan yang lainnya, tidak memandang apakah negara tersebut maju atau berkembang, desa atau pun kota, semuanya akan saling berinteraksi.
Globalisasi ibarat sebuah keniscayaan waktu yang mau tidak mau harus dihadapi oleh setiap negara manapun dibelahan bumi ini, tidak terkecuali oleh bangsa Indonesia. Ia mampu memberikan paksaan kepada setiap negara untuk membuka diri dalam segala bidang kehidupan, seperti ekonomi, budaya, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Pada era globalisasi seperti sekarang ini, setiap negara dituntut untuk selalu lebih maju mengikuti setiap perkembangan demi perkembangan, yang terkadang jauh dari sebuah keteraturan. Pihak yang diuntungkan dalam situasi tersebut, tentunya adalah negara-negara maju yang memiliki tingkat kemapanan dan kemampuan yang jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara berkembang.
Selain itu, globalisasi mampu menciptakan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia. Akibatnya, tidak jarang banyak pengaruh yang masuk dari luar baik yang memiliki nilai positif maupun negatif.
Perkembangan globalisasi, mampu memberikan pengaruh yang besar terhadap nilai-nilai yang telah berkembang di masyarakat. Bahkan dalam konteks yang lebih luas, globalisasi mampu menghancurkan nilai-nilai yang telah ada di masyarakat, seperti nilai sosial-budaya, ideologi, agama, politik, dan ekonomi.
Globalisasi telah memberikan tantangan baru yang mau tidak mau harus di hadapi dan di sikapi oleh semua elemen masyarakat. Era keterbukaan sudah mulai mengakar kuat di era globalisasi seperti sekarang ini, sehingga identitas nasional adalah salah satu bagian mutlak yang harus dipegang agar tidak hilang dan terbawa arus globalisasi.
Untuk dapat mangatasi dampak-dampak yang ditimbulkan sebagai akibat dari globalisasi tersebut, maka Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara harus tetap menjadi pijakan dalam bersikap karena Pancasila yang dijadikan sebagai dasar negara dan ideologi nasional bangsa Indonesia, memiliki posisi yang abadi di dalam jiwa bangsa Indonesia.
“Permasalahan yang paling utama dihadapi oleh Pancasila terutama mengenai masalah penghayatan dan pengamalannya”.
Herni Susanti, Penulis adalah pemerhati Masalah Bangsa
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com