Jakarta, Dewata News. Com - Nampaknya, kisruh persepakbolaan di tanah air belum akan menemukan titik terang dalam waktu dekat. Perseteruan yang terjadi antara Kemenpora dan PSSI mengakibatkan matinya sepak bola di Indonesia. Menteri pemuda dan olahraga (Menpora) Imam Nahrawi sebenarnya sudah diminta untuk melakukan pertemuan dengan PSSI oleh lembaga tinggi negara DPR RI, namun menteri yang berasal dari politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu malah melakukan tindakan mengundang pengurus PSSI lama dan hanya beberapa Asosiasi Provinsi.
Jelas itu merupakan tindakan yang tidak tepat, bukannya menyelesaikan masalah, namun hal itu malah akan menambah masalah di sepak bola nasional. Juru bicara PSSI Tommy Welly mengatakan, tindakan Menpora yang mengundang PSSI lama dan empat Asprov pilihan Menpora yakni Jatim, Jabar, Bengkulu dan NTT jelas merupakan tindakan yang salah.
”Yang pertama adalah sudah jelas bahwa tidak ada niat atau itikad baik dari Menpora untuk keluar dari situasi konflik persepakbolaan nasional saat ini. Sedangkan yang kedua, sudah jelas bahwa tidak ada keinginan berupa upaya dari Menpora agar sanksi FIFA segera dicabut," kata Tommy Welly.
”Tindakan Menpora dengan mengundang pengurus PSSI lama dan empat (4) Asprov sulit dicerna secara nalar atau logika akal sehat sebagai upaya menindaklanjuti perintah Komisi X DPR RI. Ini bisa jadi untuk memecah belah PSSI. Hal ini juga bisa diartikan sebagai bentuk penghinaan terhadap intelektualitas. Baik kepada Komisi X DPR RI, kepada PSSI maupun kepada masyarakat luas,” beber pria yang biasa dipanggil Towel itu.
Selain itu, imbuh Towel, poin keempat atas tindakan ini adalah Menpora telah memilih bersikap bermain-main dengan masalah dan menghindari masalah dengan cara yang melecehkan terhadap kecerdasan dan norma umum. ”Pada akhirnya upaya mencari jalan keluar dari permasalahan sepak bola Indonesia saat ini dengan pihak Menpora sulit lagi dilakukan dengan cara-cara dan logika berpikir yang normal,” tegasnya.
Sementara itu, Direktur Hukum PSSI, Aristo Pangaribuan mengatakan posisi pemerintah bukan sebagai pemutus suatu keputusan. "Mereka tidak bisa seenaknya memutuskan siapa yang berhak untuk diundang dan yang tidak. Kalau acuan mereka dari SK Menpora tanggal 17 April 2015 yang mengakui Djohar Arifin Husin masih sebagai Ketum PSSI, itu salah. SK'nya saja sudah tidak berlaku sejak ada putusan sela PTUN. Jadi terlihat disini siapa yang membangkang dan menghina peradilan," kata Aristo.
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com