Buleleng, Dewata News.com — Kewenangan Kabupaten Buleleng dalam pengelolaan kawasan laut semakin terbatas sejak diterbitkannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Undang-undang yang telah diterbitkan sejak 16 Januari 2015 itu mengatur jika sebagian besar potensi kelautan dikelola Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali.
Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskanla) Kabupaten Buleleng, Nyoman
Sutrisna ketika dihubungi mengatakan,
beberapa potensi kelautan yang sebelumnya dikelola pemerintah kabupaten
(pemkab), kini sudah harus dikelola Pemprov Bali.
Satu di antaranya, menurut Sutrisna, pengelolaan kawasan laut dari 0
sampai 12 mil sudah harus dikelola Pemprov Bali. Sedangkan sebelumnya kawasan
laut dari 0 sampai lima mil dikelola Pemkab Buleleng.
“Yang lainnya seperti penerbitan izin usaha tangkap untuk kapal
perikanan berukuran 5 DG sampai 30 DG, penetapan lokasi pembangunan serta
pengelolaan pembangunan perikanan dan penerbitan izin kapal penangkapan sejak
adanya undang-undang tersebut sudah menjadi kewenangan provinsi,” ujarnya
ketika dihubungi di Singaraja, Senen (11/08).
Sementara tugas dan kewenangan Pemkab Buleleng di dalam pengelolaan laut
dan pesisir hanya tersisa pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) dan
pemberdayaan nelayan kecil. Hal ini
sangat disesalkan, mengingat Kabupaten Buleleng memiliki garis pantai
terpanjang di Bali yang mencapai 158,89
kilometer.
“Dengan adanya undang-undang tersebut kewenangan kabupaten untuk
mengelola laut tidak ada. Kabupaten hanya diberikan dua kewenangan saja,
selebihnya kewenangan provinsi,” katanya.
Sutrisna khawatir peralihan pengelolaan ini akan menjadikan kawasan laut
di Buleleng menjadi tidak terurus. Mengingat selama ini yang lebih mengetahui
kondisi kelautan di setiap kabupatennya merupakan pemerintah kabupaten itu
sendiri.
”Kekhawatiran ini cukup beralasan. Sebab, sejak diterbitkannya
undang-undang tersebut belum ada tanda-tanda Pemprov Bali akan membentuk
personil, sarana prasarana, pendanaan dan dokumen (P3D). Padahal hal itu sudah
harus terbentuk maksimal dua tahun sejak diterbitkannya undang-undang. Kami
masih belum mengetahui nanti mekanismenya seperti apa, apakah kami dilibatkan
lalu seperti apa. Kami masih menunggu kewenangan apakah gubernur memberikan delegasi
kepada kami, itu kami masih menunggu surat dari gubernur,” tandasnya. (DN~*).—
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com