Suasana rapat dengar pendapat Komisi III DPRD Buleleng dengan PHRI Buleleng
yang juga dihadiri pimpinan dinas terkait, Jumat (15/05) lalu di ruang Komisi III DPRD Buleleng
|
Terkait permasalahan yang dihadapi
praktisi pariwisata itu, melalui PHRI Cabang Buleleng telah melakukan pertemuan
dengan Komisi III DPRD Kabupaten Buleleng, pada hari Jumat (15/05) lalu di
rumah wakil rakyat, Jalan Veteran Singaraja.
Dari informasi yang dihimpun disebutkan,
rapat dengar pendapat PHRI Buleleng dengan para wakilnya di DPRD Buleleng itu dipimpin
Wakil Ketua Dewan, Made Adi Purnawijaya didampingi Ketua Komisi III,
selain dihadiri seluruh anggota Komisi III, juga anggota Komisi I DPRD
Buleleng, Kadiskopdagpri, Kepala Badan Pelayayanan Terpadu, Bagian Hukum dan
Bagian Ekbang Setkab Buleleng. Namun, forum menyayangkan ketidakhadiran dari
Badan Polisi Pamong Praja Kabupaten Buleleng. Sementara Ketua PHRI Buleleng
Dewa Ketut Suardipa memimpin anggota pengurusnya.
Dari
pemaparan Kadiskopdagprin Buleleng, Ni Made Armika tentang latarbelakang diterbitkannya
Permandag No.6 Tahun 2015 pada rapat tersebut, Ketua PHRI Buleleng menanggapi
tidak ada masalah, tetapi tetap diperlukan pemahaman yang sama.
Salah
satu praktisi pariwisata, Nyoman Suwela sepertinya belum puas dari sharing
Komisi III DPRD Buleleng dengan PHRI Buleleng. Ketika ditemui di Lovina,.
Minggu (17/05), mantan birokrasi tulen ini mengisyaratkan, rencana Pemkab
Buleleng mengeluarkan suatu peraturan dalam menjabarkan Permendag No.6 Tahun
2015, apakah dalam bentuk Perda atau Perbup.
Artinya, kata owner Angsoka Hotel Family Lovina ini, dalam peraturan itu
hendaknya menetapkan zona-zona yang akan diijinkan menjual mikol di kawaan
wisata berdasarkan juknis Dirjen Perdagangan, terutama menyangkut aturan ijin
Bar dan Cafe. ”Kenyataan sekarang ini, Bar dan Café ini yang paling banyak
menjual mikol,” ungkapnya.
Onwer Angsoka Hotel Family, Nyoman Suwela |
Terkait
hal itu, mantan Pimpinan DPRD Buleleng di era Orde Baru ini mempertanyakan,
instansi dinas mana yang mempunyai wewenang untuk memberikan ijin Bar. Karena, kata
pengusaha bisnis wisata taat aturan ini, sebelumnya ijin Bar menjadi wewenang
Pemerintah Provinsi Bali melalui Perda Bali No.11 Tahun 1989 dan Perda Bali ini
sudah dicabut dengan Perda Prov.Bali No.7 Th. 2004,
karena tidak sesuai dengan Undang-Undang No.22 Tahun 1999.
”Sekarang instansi/dinas mana yg
berwewenang, mengingat adanya Kantor Pelayanan Terpadu di tingkat Kabupaten dan
apa dasar hukumnya, bagaimana prosedurnya, termasuk syarat-syaratnya,” kata
Suwela dengan nada Tanya mengingat fakta di Buleleng telah menjamur usaha Café yang
pada umumnya juga menjual mikol kepada tamu pengunjung, termasuk juga Bar.
Sementara dari penjelasan Kadiskopdagprin
Buleleng, mengedepankan keberadaan Café dan Bar yang telah beroperasi harus memiliki
ijin. Kalau tidak, berarti melanggar dan harus ditutup. ”Kenyataannya? Café yang
menjamur sampai di pedesaan hanya mengantongi Ijin Keramaian dari pihak
Kepolisian. Kalau Café ini ijinnya bar atau bentuk usaha lain?, seperti warung
misalnya,” imbuh Suwela. (DN~*).—
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com