Buleleng,
Dewata News.com — Salah satu
program dari Pemprov Bali di tahun 2013 dan 2014 yang dianggap belum maksimal
adalah upaya penanggulangan penularan HIV/AIDS. Salah satu faktor penyebab
cepatnya penyebaran penyakit HIV/AIDS di Bali adalah banyaknya kafe-kafe liar
atau kafe remang-remang yang beroperasi sampai ke pelosok-pelosok desa.
Menyikapi permasalahan penyakit masyarakat atau pekat itu, Gubernur Bali
Made Mangku Pastika mengimbau masyarakat luas untuk menjauhi kafe
remang-remang.
“Sepertinya penyebab penyebaran HIV/AIDS di
Bali bukan hanya pariwisata, tetapi banyaknya kafe-kafe liar, makanya saya
himbau kesadaran masyarakat untuk hati-hati hindari kafe-kafe tersebut” tegas
Pastika pada suatu waktu bertemu Dewata
News di Singaraja.
Pastika memaparkan lebih dari 20 persen PSK
yang beroperasi di Bali, sudah terinfeksi HIV/AIDS dan jumlah ini yang baru
diketahui. akan tetapi dari yang tidak terdeteksi biasanya lebih besar.
Pastika meminta masyarakat juga tidak
mengunjungi tempat-tempat yang ditengarai sebagai tempat beroperasi para PSK
seperti, Padang Galak, Jalan Danau Poso Sanur, jalan danau Tempe, Blanjong,
Gunung Lawu Nusa Dua, Terminal Pesiapan Tabanan, Bungkulan Singaraja.
Selanjutnya Pastika juga meminta wartawan
untuk menulis nama tempat-tempat tersebut sebagai tempat para PSK beroprasi di media
masing-masing agar bisa dihindari masyarakat. Gubernur berharap dengan
berkurangnya pelanggan, sehingga suatu hari tempat tersebut bisa menjadi
bersih.
“Sesuai hukum pasar, dengan berkurangnya
permintaan maka penawaranpun akan berkurang” ungkap Pastika.
Untuk melakukan tindakan, Pastika minta
untuk para awak media menandai tempat-tempat yang sudah pasti diketahui tempat
operasi PSK, agar pemerintah bisa menutupnya.
Sementara itu, penyebaran penyakit
mematikan HIV/AIDS, di Kabupaten Buleleng kembali mencuat, dengan ditemukannya
42 kasus baru pengidap penyakit HIV pada bulan Januari 2015. Data yang
diupgrade Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng menunjukkan peningkatan yang
sangat siginifikan dari kalkulasi total pengidap pada Desember 2014 sebanyak 2.251 menjadi
2.293 pada Januari 2015.
”Kami mendapat laporan terakhir dari Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng ,
bahwa ada 42 pengidap HIV yang baru terdeteksi. Dari jumlah tersebut, jelas
menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan. Fenomena gunung es itu masih
terus bergulir,” kata Koordinator Yayasan Citra Usadha Indonesia (YCUI) Buleleng Ricko Wibawa di Singaraja, Rabu (01/04).
Ricko Wibawa
Menurut dia, jumlah pengidap baru penderita HIV itu masih data mentah dan akan diidentifikasi tiga bulan mendatang. Mereka dinyatakan positif setelah menjalani tes darah. ”Untuk katagori umurnya, kami belum tahu, karena untuk proses identifikasi harus menunggu tiga bulan ke depan,” jelasnya tentang virus yang menyerang kekebalan tubuh itu.
Menurut dia, jumlah pengidap baru penderita HIV itu masih data mentah dan akan diidentifikasi tiga bulan mendatang. Mereka dinyatakan positif setelah menjalani tes darah. ”Untuk katagori umurnya, kami belum tahu, karena untuk proses identifikasi harus menunggu tiga bulan ke depan,” jelasnya tentang virus yang menyerang kekebalan tubuh itu.
Ricko yang juga Konselor, pendamping Odha ini menambahkan, denghan
jumlah peningkatan penemuan kasus baru yang mencapai angka 42 kasus dalam satu
bulan, hal tersebut sudah melampaui rata-rata penemuan kasus pengidap HIV/AIDS,
di tahun 2014.
Dari data yang ada, total penderita penyakit HIV/AIDS, tahun 2014 tercatat
2.251 orang yang dikalkulasikan sejak tahun 1999.
Selama tahun 2014 lalu, tercatat sebanyak 348 kasus baru dan jika
dirata-ratakan mencapai 42 kasus per bulan. Pengidap penderita HIV/AIDS ini’pun
sudah mulai menyerang usia produktif dan dari jumlah tersebut, terinci 14 kasus
diderita oleh pengidap berusia 15 - 19 tahun, 121 kasus menjamah usia 20 - 29
tahun. Sedangkan 122 kasus merambah pada usia 20 – 29 tahun, serta sisanya 91
kasus menimpa usia 40 tahun ke atas.
Selaku Koordinator YCUI Buleleng, Ricko Wibawa khawatir jumlah tersebut
akan terus berkembang dan tidak dapat dikendalikan tanpa adanya upaya
pencegahan dan membangkitkan kesadaran dari masyarakat sebagai pelaku utama.
”Upaya pencegahan tidak cukup dari pemerintah semata menggalakkan
program pemberantasan HIV/AIDS, tanpa
didukung oleh masyarakat itu sendiri. Paling tidak masyarakat bisa
berpartisipasi mengikuti tes VCT, sehingga jika memang terdeteksi positif,
dapat melakukan tindakan penanganan lebih dini,” tegas Ricko Wibawa. (DN~*).—
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com