Buah mangga dua rasa Depeha |
Buleleng, Dewata News.com — Kabupaten Buleleng sejak dahulu dikenal sebagai daerah yang menghasilkan buah-buahan. Sejumlah buah lokal Bali seperti manggis, durian, anggur, dan mangga banyak dihasilkan oleh petani di Bali Utara. Khusus mangga, desa penghasilnya hampir tersebar di sembilan kecamatan.
Namun secara khusus di Desa Depeha, Kecamatan Kubutambahan dikenal
sebagai sentra penghasil buah mangga. Bukan karena produksinya yang banyak,
namun mangga di desa ini memiliki percampuran dua rasa. Bahkan, atas keunggulan
mangga dari Depeha ini mampu tembus di pasar luar negeri (LN).
Berdasarkan data, perkebunan mangga menjadi komuditas andalan dari kabupaten
di belahan Utara pulau Bali. Dari catatan produksi di tahun 2014 yang lalu,
total produksi mangga di Buleleng sebanyak 27.711 ton. Rinciannya, Kecamatan Tejakula
sebanyak 3.364 ton, Kecamatan
Kubutambahan - 7.958 ton, Kecamatan Sawan - 987 ton, Kecamatan Buleleng - 835 ton, Kecamatan
Sukasada - 3.026 ton, Kecamatan Banjar - 2.270 ton, Kecamatan Seririt - 3.213
ton, Kecamatan Busungbiu - 97 ton, dan Kecamatan Gerokgak produksinya tercatat
5.962 ton.
Dari total produksi mangga tersebut, sebagian besar pemasarannya di
pasar lokal di Bali. Untuk pasar di Bali jenis hampir semua jenis mangga
seperti golek, lalujiwa, harum manis, manalagi, dan mangga jenis lain laku
keras. Hanya harganya berfluktuasi tergantung dari situasi pasar. Sedangkan
khusus untuk pasar eksport, jenis yang dicari hanya mangga harum manis. Mangga
jenis ini banyak dihasilkan oleh petani di Desa Depeha, Kecamatan Kubutambahan.
Kepala Dinas Pertanian dan Pertenakan (Distanak) Buleleng Nyoman
Swatantra didampingi Kepala Bidang (Kabid) Produksi Hortikultura, I Gede Sebudi
mengatakan, mangga harum manis yang dihasilkan di Desa Depeha ini tidak sama
dengan yang dihasilkan di desa lain dan bahkan di daerah lain di luar Bali.
Keunggulan itu terletak campuran dua rasa pada daging buahnya. Campuran
rasa itu adalah manis dan masam (kecut). Campuran dua rasa ini yang banyak
dicari oleh produsen mangga terutama di luar negeri seperti Singapura dan Timor
Tengah. “Kalau di daerah lain, rasanya hanya manis saja, sehingga kurang
diminati. Tapi kalau mangga di Depeha itu rasa manis bercampur dengan rasa agak
kecut, dan ini kualitas mangga ini banyak dicari,” katanya.
Selain perpaduan dua rasa tersebut, lanjut Swatantra, mangga harum manis
dari Depeha memiliki keunggulan lain, yakni tekstur daging yang tebal dan halus
dan biji yang kecil. Tak hanya itu, keunggulan lainnya adalah mangga ini
memiliki daya tahan setelah paska panen yang relatif lebih lama. Rata-rata
mangga yang sudah matang setelah panen akan bertahan sampai satu minggu.
Tentusaja kelebihan seperti ini membuat produksi mangga Depeha yang
sudah dikenal ini semakin diminati dan bisa bersaing dengan produksi mangga di
luar derah, seperti mangga dari Probolinggo, Jawa Timur (Jatim). “Bagaimanapun
kelebihan dari kualitas ini sangat membantu kami untuk bisa lebih banyak lagi
memasarkan produksi mangga bisa ke luar negeri,” imbuhnya.
Di sisi lain, Swatantra mengatakan, kemampuan Buleleng dalam memasarkan
mangga Depeha ke luar negeri ternyata masih mengalami hambatan serius. Selama
ini perusahaan eksportir mangga belum ada yang beroperasi di Buleleng atau di
daerah lain di Bali. Tentu saja kondisi ini menyulitkan petani atau pengepul
mangga di Buleleng untuk memasarkan lebih banyak lagi mangga Buleleng ke luar
negeri.
Situasi ini pun memaksa produksi mangga Depeha yang akan dieksport ke
luar negeri harus bergabung dengan produksi mangga di Probolinggo, Jatim. Hal
ini karena hanya di Probolinggo yang baru ada perusahaan eksportir mangga.
Kondisi ini sedikit mengkhawatirkan kalau produksi mangga Depeha ini justru
diakui sebagai mangga Probolinggo.
Untuk memecahkan persoalan ini, Distanak Buleleng mengharapkan kepada
pemilik modal (investor) bisa berpartisipasi dalam mengelola potensi perkebunan
mangga, sehingga pemasaran bisa lebih luas dan memberikan keuntungan yang lebih
besar dibandingkan dengan yang sudah dilakukan saat ini.
“Ini sebenarnya peluang bagi perusahaan yang
tertarik menjadi eksportir mangga sangat kami tunggu. Kalau terus harus
bergabung dengan produksi mangga Probolinggo, takutnya nama mangga Depeha itu
akan diakui dan jelas Buleleng sebagai penghasil mangga itu dirugikan,” jelas
Nyoman Swatantra. (DN~TiR).—
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com