Rekam Jejak Perayaan Nyepi ~ Tahun Baru Caka 1937 Oleh: Made Tirthayasa * - Dewata News

Breaking News

Gold Ads (1170 x 350)

3/21/15

Rekam Jejak Perayaan Nyepi ~ Tahun Baru Caka 1937 Oleh: Made Tirthayasa *

Suasana sepi di salah satu sudut Kota Singaraja

Dewata News.com  Perayaan Nyepi ~ Tahun Baru Caka 1937 di Kabupaten Buleleng khususnya yang jatuh pada Hari Minggu (22/03) secara umum sudah semakin tertib sesuai dengan pelaksanaan Catur Berata Penyepian.

     Hari raya Nyepi  salah satu hari raya besar umat Hindu di Bali, filsafat (tattwa) dan susila (etika) yang menjadi acuan semua upacara hari raya Hindu di Bali. Nilai-nilai budaya Hindu yang diakui di dalam upacara yadnya termasuk upacara yadnya pada hari raya Nyepi merupakan suatu kekuatan spiritual yang dapat membentuk jati diri umat; sebagai wahana pengendalian diri dan dapat sebagai penguat integrasi umat manusia dalam arti yang sangat universal.

     Hari raya Nyepi sebagai hari raya umat Hindu yang merupakan puncak identitas umat Hindu, karena hari raya suci ini satu-satunya yang diakui sebagai hari libur nasional yang dimulai tahun 1983.

     Hari raya Nyepi jatuh dalam satu tahun sekali tepatnya pada tahun baru saka. Pada saat itu matahari menuju garis lintang utara, saat Uttarayana yang disebut juga Devayana yakin waktu yang baik untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.

    Menurut lontar Sang Hyang Aji Swamandala yang menyatakan bahwa, Tawur (upacara) Bhuta Yadnya atau Tawur Kesanga sebaiknya diadakan pada tilem bulan Chaitra (Tilem Kesanga), sehari sebelum hari raya Nyepi dirayakan.           
          
  Salah satu warga Krama Adat Desa Pakraman melakukan Melasti
                         

Menurut tradisi yang berlaku di Bali, tata urut upacara Nyepi diawali dengan melasti ke Segara (laut), Ida Bhatara melinggih di Bale Agung (Pura Desa) selanjutnya dilangsungkan upacara Bhuta Yadnya (tawur Kesanga), Nyepi.                      
                                              
     Khusus di Bumi Den Bukit, yang akhir bulan ini menghormati kelahiran Kota Singaraja, upacara tawur Kesanga diselenggarakan di Catus Pata, dihadiri Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana beserta jajarannya, Kelian Desa Adat Pakraman se-Buleleng serta umat yang secara tekun mengikuti upacara dimaksud.   
                             
Para Sulinggih yang dilibatkan pada upacara pecaruan di Catus Pata Buleleng

      Pada malam harinya, mulai pukul 19.00 Wita, hampir di semua Desa Adat Pakraman melaksanakan parade ~ arak-arakan Ogoh-Ogoh mengitari wilayah desa adat bersangkutan, hingga diantar ke setra masing-masing.

     Dari pantauan di beberapa desa adat pakraman, pelaksanaan arak-arakan Ogoh-ogoh berjalan tertib, kendati di jalur padat sempat memacetkan arus lalu lintas, seperti di kawasan jalan wilayah Anturan-Tukadmungga, Kalibukbuk, Lovina. Tidak ada pengaruh minuman keras terhadap pengusung Ogoh-ogoh masing-masing karena Kapolres Buleleng AKBP Kurniadi beserta jajarannya akan bertindak tegas terhadap warga yang menegak miras menjelang mengarak Ogoh-ogoh.

          Delapan ogoh-ogoh di lingklungan Bhuana Sari yang diarak sepanjang jalan WR Supratman
     Suasana mati ~ gelap sudut kota Singaraja tanpa lampu penerangan jalan juga terpantau sampai di pedesaan, bahkan jauh sebelum tengah malam. Sebagian besar pertokoan maupun pusat-pusat perbelanjaan tutup sebelum waktu biasanya. Tidak ada dentum musik di pinggir jalan maupun tempat dugem dan deru motor tengah malam lebih memaknai perayaan Nyepi.
                                                                          
      Sebagai puncak rahinan gumi ~ Nyepi, suasana dia, sepi dan hening terasa mengiringi Catur Berata Penyepian yang berlangsung shanty, kendati mendung tipis menyelimuti suasana perayaan, dan sehari setelah hari raya Nyepi disebut Ngembak Geni.
Monumen Yuda Mandala Tama di eks Pelabuhan Buleleng di hari Nyepi tidak sepi
     Catur Berata penyepian merupakan perenungan untuk evaluasi kerja kita minimal setahun dan mampu untuk pengendalian pikiran dan pengendalian diri. Kemampuan untuk pengendalian diri berarti perlu suatu jalan untuk dapat mengatasi permasalahan hidup, jalan untuk penyucian manacika, wacika, dan kayika akhirnya mampu mewujudkan ”Jagadhita ya ca iti dharma.”  (*).—

*     Pemred Dewata News

No comments:

Post a Comment

Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.

Terimakasih
www.dewatanews.com