Warga krama adat Desa Pakraman Anturan.
Buleleng, Dewata News.com — Menjelang perayaan
Nyepi – Tahun Baru Caka 1937 yang jatih tanggal 21 Maret nanti, warga krama
Desa Adat Pakraman di Bali khususnya menggelas upacara mekiis/melis/melasti ke
laut maupun danau yang ada dekat wilayah Desa Pakraman bersangkutan.
Seperti yang terpantau Dewata News, Rabu (18/03) yang dilaksanakan warga
Desa Adat Pakraman Banyumala, Anturan, Kalibukbuk, Buleleng maupun di kawasan Buleleng
barat, seperti Desa Adat Pakraman Sanggalangit, Desa Adat Pakraman Sumberkima, Desa
Pemuteran, dan Pejarakan, Kecamatan Gerokgak, warga krama Desa Adat Pakraman Bukti, Kecamatan Kubutambahan.
Sementara khusus untuk Desa Adat Pakraman Buleleng, pelaksanaan Melasti
justru dilaksanakan, setelah perayaan Nyepi dan hal seperti ini sudah
berlangsung sejak tempo doeloe.
Upacara
melasti dilakukan menjelang Nyepi oleh kelompok umat yang memiliki sungsungan
pura. Simbol-simbol sakral seperti pretima atau pecanangan dari para Dewata
manifestasi Tuhan yang dipuja di suatu pura tersebut berkumpul dan di-stana-kan
di bale agung Pura Desa Adat bersangkutan.
Dari lontar Aji Swamandala disebutkan;
”Melasti Ngarania prawatek Dewata anganyutaken laraning jagat, papa klesa,
letuhing bhuwana”. Kalimat ini
mengandung arti bahwa, melasti dimaksudkan untuk menghayutkan penderitaan
masyarakat (laraning jagat), menghilangkan penderitaan (papa klesa) dan
kekotoran alam semesta (letuhing bhuwana). Hal ini diwujudkan dengan ngiring
simbol-simbol sakral ke sumber-sumber mata air seperti laut atau danau, karena
laut atau danau adalah sumber air suci (tirta amerta) dan bisa menyucikan segala
leteh (kotor) di dalam diri manusia dan alam.
Sementara
itu didalam Lontar Sunarigama disebutkan mengenai tujuan melasti yakni “amet
sarining amertha kamandalu ring telenging segara” yang artinya memohon
sari-sari kehidupan ditengah samudra.
Namun
apabila manusia yang melaksanakan melasti tidak menghayati Tri Kaya Parisudha dan
Tri Hita Kharana, maka simbolis upacara tidak akan cukup mewakili sebuah
kesucian.
Upacara
melasti dilakukan menjelang Nyepi oleh kelompok umat yang memiliki sungsungan
pura. Simbol-simbol sakral seperti pretima atau pecanangan dari para Dewata
manifestasi Tuhan yang dipuja di suatu pura tersebut berkumpul dan di-stana-kan
di bale agung Pura Desa Adat bersangkutan dan kemudian menuju laut maupun danau.
Melasti yang dilakukan warga Desa Adat Pakraman Pemuteran.
Di
sumber air itulah upacara puncak melasti dilangsungkan yang intinya berupa
upacara menghaturkan bhakti pada Tuhan dalam manifestasinya sebagai Dewa Baruna
dan terakhir nunas Tirta Wangsuhpada sebagai simbol Tirta Amerta Kamandalu yang
didapatkan di tengah segara.
Inilah inti dari upacara melasti yang memiliki makna lebih mendalam untuk
mengarahkan manusia agar selalu mengembangkan keinginan-keinginan yang didasari
hati yang mulia. Semua itu tidak lepas dari keberadaan tirta Kamandalu sebagai
air suci untuk memenuhi keinginan yang mulia.
Penyucian ini dilakukan dengan menghadirkan
pretima dan simbol-simbol suci lainnya. Kehadiran pretima ini diyakini
menghadirkan vibrasi spiritual kepada umat disekitarnya. (DN~*).—
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com