Jelang Perayaan Nyepi, Warga Krama Gelar Melasti - Dewata News

Breaking News

Gold Ads (1170 x 350)

3/18/15

Jelang Perayaan Nyepi, Warga Krama Gelar Melasti


                                              Warga krama adat Desa Pakraman Anturan.
Buleleng, Dewata News.com — Menjelang perayaan Nyepi – Tahun Baru Caka 1937 yang jatih tanggal 21 Maret nanti, warga krama Desa Adat Pakraman di Bali khususnya menggelas upacara mekiis/melis/melasti ke laut maupun danau yang ada dekat wilayah Desa Pakraman bersangkutan.

       Seperti yang terpantau Dewata News, Rabu (18/03) yang dilaksanakan warga Desa Adat Pakraman Banyumala, Anturan, Kalibukbuk, Buleleng maupun di kawasan Buleleng barat, seperti Desa Adat Pakraman Sanggalangit, Desa Adat Pakraman Sumberkima, Desa Pemuteran, dan Pejarakan, Kecamatan Gerokgak, warga krama Desa Adat Pakraman Bukti, Kecamatan Kubutambahan.

      Sementara khusus untuk Desa Adat Pakraman Buleleng, pelaksanaan Melasti justru dilaksanakan, setelah perayaan Nyepi dan hal seperti ini sudah berlangsung sejak tempo doeloe.
                                                                            
                                             Warga adat di wilayah kawasan wisata Lovina.
     Upacara melasti dilakukan menjelang Nyepi oleh kelompok umat yang memiliki sungsungan pura. Simbol-simbol sakral seperti pretima atau pecanangan dari para Dewata manifestasi Tuhan yang dipuja di suatu pura tersebut berkumpul dan di-stana-kan di bale agung Pura Desa Adat bersangkutan.

      Dari lontar Aji Swamandala disebutkan; ”Melasti Ngarania prawatek Dewata anganyutaken laraning jagat, papa klesa, letuhing bhuwana”.  Kalimat ini mengandung arti bahwa, melasti dimaksudkan untuk menghayutkan penderitaan masyarakat (laraning jagat), menghilangkan penderitaan (papa klesa) dan kekotoran alam semesta (letuhing bhuwana). Hal ini diwujudkan dengan ngiring simbol-simbol sakral ke sumber-sumber mata air seperti laut atau danau, karena laut atau danau adalah sumber air suci (tirta amerta) dan bisa menyucikan segala leteh (kotor) di dalam diri manusia dan alam.

    Sementara itu didalam Lontar Sunarigama disebutkan mengenai tujuan melasti yakni “amet sarining amertha kamandalu ring telenging segara” yang artinya memohon sari-sari kehidupan ditengah samudra.
    Namun apabila manusia yang melaksanakan melasti tidak menghayati Tri Kaya Parisudha dan Tri Hita Kharana, maka simbolis upacara tidak akan cukup mewakili sebuah kesucian.

     Upacara melasti dilakukan menjelang Nyepi oleh kelompok umat yang memiliki sungsungan pura. Simbol-simbol sakral seperti pretima atau pecanangan dari para Dewata manifestasi Tuhan yang dipuja di suatu pura tersebut berkumpul dan di-stana-kan di bale agung Pura Desa Adat bersangkutan dan kemudian menuju laut maupun danau.          
                               Melasti yang dilakukan warga Desa Adat Pakraman Pemuteran. 
    Di sumber air itulah upacara puncak melasti dilangsungkan yang intinya berupa upacara menghaturkan bhakti pada Tuhan dalam manifestasinya sebagai Dewa Baruna dan terakhir nunas Tirta Wangsuhpada sebagai simbol Tirta Amerta Kamandalu yang didapatkan di tengah segara. Inilah inti dari upacara melasti yang memiliki makna lebih mendalam untuk mengarahkan manusia agar selalu mengembangkan keinginan-keinginan yang didasari hati yang mulia. Semua itu tidak lepas dari keberadaan tirta Kamandalu sebagai air suci untuk memenuhi keinginan yang mulia.


    Penyucian ini dilakukan dengan menghadirkan pretima dan simbol-simbol suci lainnya. Kehadiran pretima ini diyakini menghadirkan vibrasi spiritual kepada umat disekitarnya. (DN~*).—

No comments:

Post a Comment

Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.

Terimakasih
www.dewatanews.com