Kawasan Pemuteran |
Kini, seiring berjalannya waktu Teluk
Pemuteran tak lagi jadi tujuan wisata nomor dua, namun sukses berevolusi
menjadi salah satu tujuan wisata kelautan yang menjanjikan keindahan Bali dari
sisi yang berbeda. Keindahan terumbu karang, ketenangan lokasi, dan keramahan
warganya menjadi buruan wisatawan yang menjauhi berbagai keriuhan wisata
belanja dan kehidupan malam a la kawasan selatan Bali, seperti di Seminyak atau
Legian.
Desa Pemuteran, adalah sebuah desa kecil di tepian pantai yang menghadap
ke Laut Bali, dan hanya berjarak sekitar 15 kilometer dengan kawasan Taman
Nasional Bali Barat. Desa dengan jumlah penduduk sekitar 8000 orang ini, dulu
adalah sebuah kawasan kering kerontang dengan kondisi alam serta perairan yang
sangat memprihatinkan.
Tanaman yang bisa tumbuh di ladang penduduk, hanyalah jagung dan kacang-kacangan, itu hanya bisa panen setahun satu kali akibat jarangnya curah hujan di kawasan ini. Perairan pun tak kalah menyedihkan. Aktivitas nelayan yang mencari jalan pintas dalam mencari ikan dengan menggunakan bom ikan serta racun, membuat keindahan terumbu karang kawasan ini hancur lebur. Kemiskinan, menjerat penduduk untuk terus merusak alam sekitar mereka.
Tanaman yang bisa tumbuh di ladang penduduk, hanyalah jagung dan kacang-kacangan, itu hanya bisa panen setahun satu kali akibat jarangnya curah hujan di kawasan ini. Perairan pun tak kalah menyedihkan. Aktivitas nelayan yang mencari jalan pintas dalam mencari ikan dengan menggunakan bom ikan serta racun, membuat keindahan terumbu karang kawasan ini hancur lebur. Kemiskinan, menjerat penduduk untuk terus merusak alam sekitar mereka.
Namun, semua perlahan berubah sejak tahun 1989 silam. Seorang pria
bernama I Gusti Agung Prana, memulai gerakannya untuk mengubah wajah kawasan
Desa Pemuteran ini menjadi sebuah wilayah yang bernilai. Kawasan yang tak hanya
bernilai bagi wisatawan, namun yang terpenting adalah bernilai bagi seluruh
penduduk yang tinggal di desa tersebut. Awalnya, idenya untuk mengubah wajah
kawasan ini, dengan cara menjaga kelestarian alam agar mengubah nasib para
warga setempat mendapat tertawaan dari banyak orang di wilayah tersebut.
“Memang begitu masuk dan memulai upaya ini, saya terkesan ada sesuatu
yang mempunyai nilai tinggi dan itu tidak bisa diidentifikasi oleh penduduk
setempat karena tertutup oleh kerusakan dan kehancuran. Baik di laut maupun di
darat, itu menutupi potensi yang besar yang dimiliki. Dan saat saya sampaikan
niat untuk mengubah hal ini saya sampaikan kepada penduduk setempat, saya malah
ditertawakan oleh penduduk.
Begitu juga saat saya menyampaikan niat saya untuk membeli tanah sebesar 10 Are (1000 meter persegi) di kawasan ini untuk tempat persinggahan, saya lagi-lagi ditertawai. Saat itu tanah di kawasan ini bisa didapat dengan harga antara 50 ribu hingga 200 ribu rupiah per 100 meter persegi. Dari rencana awal membeli 10 Are, malah menjadi 8 hektar karena penduduk berbondong-bondong memberikan tanah mereka untuk dijual akibat ketidakpahaman mereka terhadap potensi wilayah mereka,” ungkap I Gusti Agung Prana kepada Mongabay-Indonesia.
Begitu juga saat saya menyampaikan niat saya untuk membeli tanah sebesar 10 Are (1000 meter persegi) di kawasan ini untuk tempat persinggahan, saya lagi-lagi ditertawai. Saat itu tanah di kawasan ini bisa didapat dengan harga antara 50 ribu hingga 200 ribu rupiah per 100 meter persegi. Dari rencana awal membeli 10 Are, malah menjadi 8 hektar karena penduduk berbondong-bondong memberikan tanah mereka untuk dijual akibat ketidakpahaman mereka terhadap potensi wilayah mereka,” ungkap I Gusti Agung Prana kepada Mongabay-Indonesia.
I Gusti Agung Prana, mimpinya
memberdayakan warga di sekitar Pemuteran, sempat menjadi bahan tertawaan. Kini,
dunia bahkan mengakui kerja keras pria Bali ini. Foto: Aji Wihardandi
|
Usai membeli tanah ini, pendekatan budaya dan spiritual berdasar ajaran
agama Hindu dilakukan oleh I Gusti Agung Prana untuk memberikan penyadaran
kepada masyarakat tentang pentingnya mengubah basib mereka dengan menjaga alam
sekitar. Dua tahun pertama sejak membeli tanah ini, dihabiskan oleh pria ini
untuk membuat masyarakat mengerti, lewat berbagai cara. Mulai dari berdiskusi
di pura, bertandang ke rumah-rumah kepala adat, mengajak mereka menikmati
sajian hiburan rakyat denagn pesan-pesan alam, serta mengajak para tokoh adat
dan sejumlah warga untuk berwisata ke kawasan selatan Bali agar mendapat
gambaran, bagaimana sektor pariwisata mengubah nasib banyak orang. “Saat itu
saya ajak mereka ke Kuta dan Nusa Dua, saya beritahukan kepada mereka, bahwa
mereka bisa lebih kaya dari orang-orang ini, dan bisa mengubah nasib,” cerita
Agung Prana.
Namun penolakan tetap muncul pada awalnya. Kehilangan mata pencaharian
sebagai nelayan, membuat sebagian penduduk menyampaikan penolakan atas ide
Agung Prana tersebut. “Laut itu kan milik kita, mengapa harus dilarang untuk
mencari ikan. Nah hal seperti ini seringkali disampaikan oleh penduduk yang
merasa terancam mata pencahariannya dari mencari ikan.
Namun kami tidak melarang, kami hanya harus membagi zona-zona laut
menjadi kawasan yang boleh mencari ikan dan kawasan yang harus dijaga karena
sebagai tempat perkembangbiakan ikan. Jika rumah ikannya dirusak, maka mereka
juga tidak akan bisa mencari ikan, karena ikannya tidak berkembang,” ungkap
salah seorang mantan kepala desa di Pemuteran, Wayan Merta.
Turis mancanegara, bukan lagi
pemandangan yang asing di Pemuteran.
Dulu, warga pun enggan berjalan di wilayah
yang kering kerontang ini. Foto: Aji Wihardandi
|
Awalnya, sebuah hotel kecil dengan 12 kamar pun dibuka oleh I Gusti
Agung Prana. Satu demi satu tamu mulai berdatangan, dan ekonomi mulai
menggeliat. Proses mengubah pola pikir masyarakat, kini mulai berhadapan dengan
praktek wisata secara nyata di lapangan. Sejumlah penduduk setempat, dilibatkan
secara aktif dalam mengelola tempat penginapan ini sebagai karyawan. “Dan
ternyata mereka sangat bersemangat. Mereka memiliki kemampuan yang baik dalam
bekerja. Kemelaratan telah memberikan pelajaran hidup bagi mereka. Dan orang
yang memulai dari kemelaratan, biasanya jauh lebih bersyukur dibandingkan
dengan orang yang sudah memiliki segalanya,” ungkap Agung Prana lebih jauh.
Kini, resort bernama Taman Sari ini menjelma menjadi salah satu resort paling
tua di kawasan Pemuteran.
Keterlibatan masyarakat secra aktif lewat lembaga yang mewadahi
aktivitas masyarakat, menjadi kunci utama dalam pengembangan kawasan Desa
Pemuteran ini menjadi sebuah kawasan wisata yang berkelas seperti saat ini.
Lewat lembaga bernama Yayasan Karang Lestari ini semua warga dan perangkat
desa, akhirnya menyadari bahwa alam memberikan karunia yang tidak akan pernah
habis bagi mereka, jika mereka mampu menjaganya.
“Masyarakat mendukung karena merasakan dan mandapatkan manfaatnya,” sambung Wayan Merta lebih lanjut. Tidak hanya menjaga, patroli laut kini juga secara rutin dilakuka oleh para pecalang laut yang bertugas menjaga perairan Pemuteran, serta mencegah praktek-praktek pengambilan ikan yang tidak sehat. Hingga kini, ancaman dari nelayan-nelayan yang memasuki Pemuteran untuk mengambil ikan, masih terus terjadi.
“Masyarakat mendukung karena merasakan dan mandapatkan manfaatnya,” sambung Wayan Merta lebih lanjut. Tidak hanya menjaga, patroli laut kini juga secara rutin dilakuka oleh para pecalang laut yang bertugas menjaga perairan Pemuteran, serta mencegah praktek-praktek pengambilan ikan yang tidak sehat. Hingga kini, ancaman dari nelayan-nelayan yang memasuki Pemuteran untuk mengambil ikan, masih terus terjadi.
Terumbu karang di Pemuteran, kini kembali tumbuh dan mengundang ikan-ikan kembali ke wilayah ini. Foto: Aji Wihardandi |
Mengembalikan Terumbu Karang,
Membangun Kembali Keindahan Laut Pemuteran
Sukses wisata di Pemuteran, terkait erat dengan dua hal besar. Pertama
adalah kuatnya dukungan masyarakat setempat terhadap perubahan. Kedua,
kesuksesan metode Biorock, yang berhasil mengembalikan terumbu karang yang
rusak akibat pengambilan ikan dengan peledak dan racun di masa lalu.
Metode Biorock ini diinisiasi oleh dua
ahli biologi laut asal Amerika, Tom Goreau dan pakar asal Jerman, Wolf Hilbertz
yang diperkenalkan kepada I Gusti Agung Prana di tahun 1999 silam, dan mulai
menanam kerangka-kerangka untuk menumbuhkan terumbu karang tahun 2000 silam.
Lewat metode inilah, biorock untuk pertamakalinya berhasil dipraktekkan secara
sempurna di lapangan, dan merupakan proyek biorock paling sukses di lapangan.
Kejernihan air laut di Pemuteran, tak hanya mengembalikan ikan, namun juga mengundang ribuan wisatawan setiap tahunnya. Foto: Aji Wihardandi |
Secara sederhana, metode ini adalah mengalirkan listrik dalam tegangan
rendah ke kerangka-kerangka yang sudah ditempeli dengan bibit terumbu karang
dan ditaruh di dasar perairan. Alran listrik bertegangan rendah inilah yang
kemudian menimbulkan reaksi kimia positif bagi bibit-bibit terumbu karang yang
sudah ditempelkan ini. Reaksi kimia ini memancing pertumbuhan kapur secara
masif untuk bibit terumbu karang.
Hingga kini sudah sekitar 77 struktur
besi yang diturunkan ke perairan di sekitar desa Pemuteran sejak pertamakali
diturunkan lebih dari satu dekade silam. Kerangka yang dibuat dalam berbagai
bentuk ini kini berhasil mengembalikan berbagai jenis ikan untuk kembali ke
perairan di Pemuteran setelah sempat hilang akibat kerusakan terumbu karang
akibat pemboman.
Terumbu karang, kini tumbuh subur di perairan Pemuteran. Foto: Aji Wihardandi |
“Jika dengan metode penanaman biasa, terumbu
karang itu normalnya tumbuh sekitar 1-2 sentimeter setiap tahun, namun dengan
metode biorock terumbu karang ini bisa tumbuh dua hingga enam kali lipat lebih
cepat dengan tidak memberikan dampak negatif bagi lingkungan dan manusia,”
ungkap Komang, Manajer Biorock di Tamansari Bali.
“Proyek ini adalah yang pertamakali di Indonesia, sekaligus terbesar. Semua karena adanya kesadaran dan keterlibatan masyarakat secara penuh.Ada beberapa proyek serupa biorock di tempat lain, tetapi tidak sepenuhnya berhasil seperti di Pemuteran karena tidak kuatnya dukungan dari masyarakat,” tambah Komang.
“Proyek ini adalah yang pertamakali di Indonesia, sekaligus terbesar. Semua karena adanya kesadaran dan keterlibatan masyarakat secara penuh.Ada beberapa proyek serupa biorock di tempat lain, tetapi tidak sepenuhnya berhasil seperti di Pemuteran karena tidak kuatnya dukungan dari masyarakat,” tambah Komang.
Kini ratusan spesies ikan kembali ke rumah mereka di Pemuteran, dan
setiap tahun jumlahnya terus bertambah. Ke depannya, proyek biorock ini akan
mengembangkan sumber energi listrik dari tenaga surya dengan memasang panel
surya di sekitar pantai untuk memastikan bahwa proyek ini memang sangat ramah
lingkungan. Kendati biaya operasional masih kembang kempis, namun Komang yakin
dengan kesuksesan yang diraih lewat biorock ini, masa depan wisata dan warga di
wilayah ini akan semakin baik di masa mendatang.
Kini, apapun yang anda butuhkan, Pemuteran menyediakannya. Foto: Aji Wihardandi |
Alam Lestari, Kembalinya Harapan
Hidup Warga Pemuteran
Wajah desa Pemuteran kini berubah total. Dari sebuah desa kering
kerontang tanpa gairah, kini menjadi sebuah kantung penghasilan yang memberikan
kehidupan bagi warga setempat. Secara sosial dan ekonomi, berbagai perubahan
kini dirasakan oleh masyarakat sekitar.
“Ya syukurlah, sekarang sudah ada tempat bekerja. Dulu kami bingung mau kerja apa disini. Sejak ada pariwisata, anak-anak sekarang menjadi lebih rajin bersekolah. Dulu teman-teman saya jarang ada yang melanjutkan sekolah,” ungkap Gede Iswan, salah satu warga Pemuteran yang sudah 16 tahun bekerja di bidang jasa pariwisisata.
“Ya syukurlah, sekarang sudah ada tempat bekerja. Dulu kami bingung mau kerja apa disini. Sejak ada pariwisata, anak-anak sekarang menjadi lebih rajin bersekolah. Dulu teman-teman saya jarang ada yang melanjutkan sekolah,” ungkap Gede Iswan, salah satu warga Pemuteran yang sudah 16 tahun bekerja di bidang jasa pariwisisata.
Penduduk sekitar Pemuteran, kini
bisa tersenyum setelah alam mereka kembali pulih
dan mendatangkan rezeki dari
sektor pariwisata. Foto: Aji Wihrdandi
|
Jika kita menyusuri jalan-jalan di seputar desa, kini berbagai layanan
penunjang wisata banyak bertebaran di sepanjang jalan. Mulai dari penginapan,
restoran dari berbagai kelas, jasa cuci baju, pemandu dan penyedia layanan
snorkling dan menyelam, gerai suvenir, hingga layanan transportasi ke berbagai
wilayah.
“Dulu, mana ada rumah bagus di Pemuteran. sekarang kondisi rumah-rumah sudah jauh lebih baik disini. Jika dulu penduduk itu paling hanya satu dua orang yang memiliki motor, sekarang rata-rata satu rumah minimal memiliki satu motor sebagai alat transportasi mereka,” jelas Wayan Merta, mantan kepala desa di Pemuteran.
“Dulu, mana ada rumah bagus di Pemuteran. sekarang kondisi rumah-rumah sudah jauh lebih baik disini. Jika dulu penduduk itu paling hanya satu dua orang yang memiliki motor, sekarang rata-rata satu rumah minimal memiliki satu motor sebagai alat transportasi mereka,” jelas Wayan Merta, mantan kepala desa di Pemuteran.
Gede Iswan, sudah 16 tahun
dirinya bekerja di sektor pariwisata
sejak awal Pemuteran berkembang menjadi
lokasi wisata. Foto: Aji Wihardandi
|
Dari 8000 jumlah penduduk di
Desa Pemuteran, kini 30% dari mereka adalah pekerja sektor pariwisata.
Selebihnya masih menjadi petani, ataupun nelayan yang menjadi bagian dari
wisata itu sendiri. Semua hotel dan penginapan di wilayah ini, mempekerjakan
penduduk setempat sebagai karyawan.
Hanya segelintir penduduk yang berasal dari luar Pemuteran yang bekerja di sektor pariwisata di tempat ini, itu pun terbatas hanya di beberapa posisi strategis pengambil keputusan dan manajerial. Selebihnya, sekitar 90% karyawan, adalah penduduk lokal. Mereka bekerja di bagian pemeliharaan, makanan, pemandu selam, dan semua sektor dalam bidang jasa ini.
Hanya segelintir penduduk yang berasal dari luar Pemuteran yang bekerja di sektor pariwisata di tempat ini, itu pun terbatas hanya di beberapa posisi strategis pengambil keputusan dan manajerial. Selebihnya, sekitar 90% karyawan, adalah penduduk lokal. Mereka bekerja di bagian pemeliharaan, makanan, pemandu selam, dan semua sektor dalam bidang jasa ini.
Pemuteran, Go International….
Kesadaran masyarakat menjaga alam
sekitar mereka, dan kesuksesan I Gusti Agung Prana bersama dua pakar Biorock
mengembalikan wajah terumbu karang dunia kini bahkan sudah dikenal dunia.
berbagai penghargaan tingkat dunia, kini mereka kantungi sebagai bukti
pengakuan dunia atas kerja keras mereka.
Penghargaan paling prestisius diraih setahun silam, saat UNDP mengumumkan proyek biorock yang diinisiasi oleh I Gusti Agung Prana di Desa Pemuteran sebagai salah satu pemenang Equator Prize. Penghargaan ini diberikan kepada pahlawan-pahlawan lingkungan di seluruh dunia, yang mampu mengubah wajah alam dan lingkungan dan memberikan manfaat secara maksimal bagi manusia.
Penghargaan paling prestisius diraih setahun silam, saat UNDP mengumumkan proyek biorock yang diinisiasi oleh I Gusti Agung Prana di Desa Pemuteran sebagai salah satu pemenang Equator Prize. Penghargaan ini diberikan kepada pahlawan-pahlawan lingkungan di seluruh dunia, yang mampu mengubah wajah alam dan lingkungan dan memberikan manfaat secara maksimal bagi manusia.
Pemuteran, menjadi salah satu dive site terbaik di Bali saat ini. Foto: Aji Wihardandi |
Para wisatawan sendiri mengakui, Pemuteran adalah salah satu lokasi
penyelaman yang akan mereka datangi kembali di masa mendatang setelah mereka
merasakan keindahannya dalam kunjungan pertama mereka.
Papan peringatan bagi para penyelam,
agar tidak merusak
dan menginjak terumbu karang yang ada di perairan Pemuteran.
Foto: Aji Wihardandi
|
Seperti yang disampaikan oleh salah satu wisatawan bernama Annette
Denham, yang berasal dari Australia. “Ini adalah salah satu lokasi penyelaman
terbaik yang pernah saya temui. Saya sudah menyelam ke berbagai wilayah
penyelaman di dunia, dan Pemuteran memang indah. Saya akan kembali lagi suatu
saat kemari. Tentu saja, saya salut atas kerja keras seluruh warga desa yang
selama ini ikut menjaga keindahan dan keberlangsungan alam bawah laut di
Pemuteran. Saya salut kepada mereka,” ungkap Annette. (DN~*).—
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com