Ketua Dewan Pembina LSM FPMK Buleleng Gede Suardana saat bertemu dengan warga |
Buleleng, Dewata News.Com – Ketua Dewan Pembina LSM Forum Peduli Masyarakat Kecil (FPMK) Buleleng Gede Suardana mengecam ketidakberpihakan pemimpin Buleleng pada masyarakat kecil, penggarap tanah Batu Ampar yang sudah tinggal di tempat tersebut sejak tahun 1950-an.
Sebagai bagian dari masyarakat Buleleng, ia mengaku prihatin kisruh
tanah di Batu Ampar yang tak kunjung selesai. "Pemimpin Buleleng tidak
peka terhadap perjuangan warga di Batu Ampar. Rakyat dibiarkan berjuang sendiri
tanpa kepastian," katanya Kamis (25/12).
Bahkan dari hasil investigasi yang ia lakukan, Suardana membeberkan
banyak kejanggalan dalam lahan yang HPL nomor 1 tahun 1976 (Hak Pengelolaan
Lahan) yang dipegang pemkab Buleleng dan selanjutnya diberikan kepada
perusahaan PT Prapat Agung Permai dengan sertifikat HGB Nomor 2 untuk
kepentingan pariwisata. Ada indikasi, bahwa HPL No. 1 tahun 1976, diperkirakan
dibuat pada tahun 1990-an karena jika sertifkat HPL No. 1, dibuat tahun 1976
logonya Bola Dunia bukan Burung Garuda karena sertifikat yang terbit tahun 1976
sampai dengan tahun 1984 berlogo Bola Dunia. Dengan demikian diduga ada
pemalsuan HPL dan hal itu sudah masuk ranah pidana.
"Dalam gambar tanah terdapat nama-nama pemilik tanah, dan aneh rasanya ada HPL terbit diatas hak milik. Namun masyarakat yang seharusnya berhak akhirnya tersingkir pada jaman Orde Baru, dan HGB (Hak Guna Bangunan) no 2 diberikan kepada sebuah perusahaan dari Jakarta untuk alasan membangun hotel dan sarana prasana pariwisata lainnya," katanya.
Pada kenyataannya, jelas Suardana yang tetap eksis menyoroti berbagai penyimpangan yang terjadi di Buleleng ini, HGB pun tidak dimanfaatkan, sehingga di era kepemimpinan Bupati Wirata Sindhu, lahan tersebut sudah dianggap terlantar, dan harusnya tanah tersebut kembali pada pemiliknya.
"Namun entah kenapa saat ini perusahaan pemegang HGB no 2 tersebut malah memasang plang dilahan tersebut yang menyatakan bahwa lahan HGB 2 yang telah diganti menjadi HGB 10 adalah milih PT. Prapat Agung.
Aneh kalau diberikan perpanjangan HGB, karena selama ini tidak ada bangunan yang bisa diperpanjang. Ini berarti ada indikasi kongkalikong dan konspirasi jahat antara pemimpin Buleleng dengan BPN Buleleng yang merugikan masyarakat kecil pemilik yang sebenarny.
Atas kondiai itu, ia berharap penegak hukum di Bali dan Buleleng
khususnya, agar melakukan penyelidikan terhadap indikasi penyalahgunaan
wewenang yang diduga dilakukan oleh Bupati Buleleng dan BPN Buleleng serta
indikasi suap perpanjangan HGB oleh perusahaan pemegang HGB no 10 ke penguasa
di Buleleng, yang jelas-jelas merugikan masyarakat setempat.
Ia pun berharap pemerintah kabupaten Buleleng dan DPRD Buleleng membuka
mata dan tidak mengabaikan jeritan warga di Batu Ampar. Ia juga mendesak agar
pemerintah bersikap transparan dalam kasus ini. Jangan sampai ada yang
ditutup-tutupi.
"Bupati Buleleng dan DPRD Buleleng harus berani buka-bukaan dan
jangan terus menghindar apalagi cuci tangan. Lindungilah kepentingan rakyat.
Jangan bela kepentingan investor," tegas Suardana.
Bupati Buleleng dan Ketua DPRD Buleleng belum berhasil dimintai
tanggapannya, terkait kasus tanah di Batu Ampar ini. Sementara Asisten I Sekkab
Buleleng Ida Bagus Surya Manuaba membantah tudingan yang dilayangkan LSM FPMK
tersebut, karena sejatinya Pemkab Buleleng
tidak membiarkan kasus tanah di Batu Ampar berlarut-larut.
Masalah status tanah dan kronologis penerbitan HPL maupun HGB oleh perusahaan itu, menurut Surya Manuaba, sudah dilalui sesuai ketentuan yang ada. Penjelasan juga sudah disampaikan kepada warga yang kini mengajukan tuntutan agar tanah tersebut diberikan kepada warga di Batu Ampar.
Karena penjelasan itu seolah tidak diterima dan warga pun terus ngotot
memohon tanah tersebut, tegas Asisten I Sekkab Buleleng ini, sehingga pemkab
kini tidak lagi menanggapi permohonan warga di sana. Masalah nanti kemungkinan
tanah itu diberikan kepada warga ataukah kembali HPL-nya diberikan kepada
perusahaan itu, kembali menjadi kewenangan pemilik tanah, dalam hal ini Pemkab
Buleleng.
"Jadi tidak ada isttilah pemerintah tidak membela petani, namun pemerintah tetap berpedoman terhadap proses dan aturan yang melandasi bagaimana pemkab memberikan HPL kemudian perusahaan mencari HGB ke pemeirntah pusat," ungkap IB.Surya Manuaba. (DN~*).—
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com