Ilustrasi rumah sakit pendidikan Unud di Jimbaran (foto dok/net). |
Jakarta, Dewata News.Com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Kepala Biro Administrasi Umum dan Keuangan di Universitas Udayana, Made Meregawa (MDM) sebagai tersangka korupsi alat kesehatan (Alkes), Kamis (04/12).
Meregawa yang juga menjabat
sebagai Pejabat Pembuat Komitmen diduga melakukan tindak pidana korupsi di di
RS Khusus untuk Pendidikan Penyakit Infeksi dan Pariwisata 2009 di Universitas
Udayana Bali tahun 2009. Selain itu, KPK
juga menetapkan Direktur PT Mahkota Negara Marisi Matondang, yang merupakan
anak buah Muhammad Nazaruddin terpidana kasus korupsi, sebagai tersangka dalam
kasus ini.
“Terkait penyelidikan dalam kaitan
pengadaan alat kesehatan di RS Khusus untuk Pendidikan Penyakit Infeksi dan
Pariwisata 2009 di Universitas Udayana, Bali; penyidik telah menemukan dua alat
bukti permulaan yang cukup disimpulkan ada dugaan tindak pidana korupsi,” kata
Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Kamis.
“Kedua adalah MRS (Marisi Matondang)
selaku direktur PT MN (Mahkota Negara) sebagai tersangka,” tambah Johan.
Marisi Matondang adalah direktur PT
Mahkota Negara, pemenang tender Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang terbukti terjadi tindak pidana
korupsi hingga menyeret Neneng Sri Wahyuni yaitu istri mantan bendahara Partai
Demokrat Muhammad Nazaruddin menjadi narapidana.
PT Mahkota Nusantara sendiri pernah
dimiliki kakak-adik Nasir dan Nazaruddin hingga 2009. Selain terlibat dalam
proyek PLTS, PT Mahkota juga mendapat bagian pengadaan alat laboratorium
multimedia serta alat laboratorium informasi, komunikasi, dan teknologi tahun
2007 di Kementerian Pendidikan Nasional dengan nilai proyek Rp40 miliar.
“MDM dan MRS diduga melanggar pasal 2
ayat 1 atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20
tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pasal 55 ayat 1 ke-1
KUHP,” tambah Johan.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang
melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada
padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan
perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi
dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
“Diduga ada pemufakatan dan rekayasa dalam
proses pengadaan yang kemudian diduga negara mengalami kerugian sekitar Rp7
miliar,” ungkap Johan.
Proyek tersebut
bersifat “multiyears” yaitu pada 2009-2011 dengan total anggaran sebesar Rp16
miliar.
“Yang diselidiki dan disidik KPK itu
pengadaan 2009 dan diduga ada ‘mark up’ (penggelembungan anggaran),” jelas
Johan. (DN-Ant).--
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com